Senin, 05 Februari 2018

KELAS KATA/KATAGORI NOMINA, CIRI, BENTUK DAN MAKNA GRAMATIKAL








KELAS KATA/KATAGORI NOMINA, CIRI, BENTUK DAN MAKNA GRAMATIKAL













BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah fenomena yang menghubungkan dunia makna dengan dunia bunyi. Lalu, sebagai penghubung di antara kedua dunia itu, bahasa dibangun oleh tiga buah komponen, yaitu komponen leksikon, komponen gramatika, dan komponen fonologi. Kalau bahasa itu merupakan suatu sistem, maka sistem bahasa itu memiliki tiga buah subsistem, yaitu subsistem leksikon, subsistem gramatika, dan subsistem fonologi.
Nomina disebut sebagai kata benda. Nomina dari segi perilaku semantisnya, tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung fitur-fitursemantik yang secara universal melekat pada kata tersebut.  Nomina dari segi perilaku sintaktisnya.Dengan mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian tentang nomina dari segi perilaku sintaktisnya berikut ini akan dikemukakanberdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa ada frasa nominal, nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa.
Komponen makna berisi konsep-konsep, ide-ide, pikiran-pikiran, atau pendapat-pendapat yang berada dalam otak atau pemikiran manusia. Komponen leksikon dengan satuannya yang disebut leksem merupakan wadah penampung makna secara leksika, juga bersifat abstrak. Komponen gramatika atau subsistem gramatika terbagi lagi menjadi dua subsistem, yaitu subsistem morfologi dan subsistem sintaksis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang ada dalam makalahiniadalahsebagai berikut.
1.      Apakahpengertiannomina?
2.      Apakahciridanbentukdanmaknanomina?
3.      Bagaimananaanalisisnominadalam Tata Bahasa Indonesia
4.      Makna, kalimat, contoh kalimat gramatikal, dan mengidentifikasi makna

1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikanpengertiannomina
2.      Mendeskripsikanciridanbentukdanmaknanomina
3.      Analisisnominadalam Tata Bahasa Indonesia
























BAB II
PEMBAHASAN

1.                  Pengertian Nomina
Nomina adalah nama seseorang, tempat, atau benda (Burton Roberts, 1997). Kata benda adalah kategori yang secara sintaksis (1) tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari (Kridalaksana, 1994). Menurut Ibnu Hajar, S.Pd. dalam Ikhtisar Bahasa dan Sastra Indonesia,nomina adalah kata yang mengacu pada menusia, benda, dan konsep atau pengertian (segi semantis). Dalam kalimat berpredikat verba, nomina menduduki fungsi subjek, objek atau pelengkap, nomina tidak dapat dijadikan bentuk ingkar tidak, tetapi dengan kata bukan. Contoh: Dokter, gambar, batang.

Dalam pengertian lain, menurut Prof. Dr. Ida Bagus, M, Pd. Dalam Analisis Kalimat, nomina (kata benda) adalah nama seseorang, tempat atau benda. Berdasar kategori sintaksis nomina tidak punya potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, tetapi memunyai potensi untuk didahului partikel dari( Kridalaksana, 1994). Nomina di sini mencakup pada pronomina dan numeralia. Selain itu, menurut Gorys Keraf, kata benda adalah segala kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yang+kata sifat contah Ibu yang baik. Di samping itu segala kata yang mengandung morfemterikat ke-an, pe-an, pe-, -en, ke-. Contoh: ke-budayaan, pelaku, makanan, peraturan.





2.                  Ciri-ciri nomina
Dari segi sintaksisnya, nomina memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a)   Dalam kalimat yang predikatnya berupa kata kerja (verba), nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat pemerintah akan memantapkan pekembangan adalahan nominal
Contoh lainnya Ayah sedang mencari kunci inggris
Pada kalimat di atas, kata kunci inggris yang menduduki fungsi objek adalah kata benda.
b)   Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Nomina hanya dapat diingkarkan dengan kata bukan. Untuk mengingkarkan kalimat ayah saya guru harus dipakai kata bukan, sehingga menjadiAyah saya bukan seorang guru.
c)   Nomina biasanya dapat diikuti oleh kata sifat (adjektiva) baik secara langsung maupun dengan perantara ‘yang’.
Contoh: Kata ‘buku
Dapat digabung dengan adjektiva: ‘buku tebal’. Dapat disisipi kata ‘yang’, misalnya ‘buku yang tebal’.
Contoh lainnya ‘rumah’
Dapat digabung dengan adjektiva ‘rumah mewah dapat disisipkan kata ‘yang’, menjadi ‘rumah yang mewah’
d)  Nomina dapat mengalami proses lain seperti proses reduplikasi ataupun proses pemajemukan dengan kata lain.
Contoh: Reduplikasi, misalnya: buku-buku, mobil-mobil, orang-orangan, kekanak-kanakan.                  
Kata majemuk, misalnya: bawah tanah, peran serta, tumpang tindih.




3.      Bentuk dan Makna Nomina
Dilihat dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam,yakni(1) nomina berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina dilakukan dengan (a) afiksasi, (b) perulangan, (c) pemajemukan (Alwi,et. al, 1998).

1.      Nomina Dasar
Nomina dasar adalah yang hanya terbagi atas satu morfem. Berikut adalah beberapa contoh nomina dasar yang dibagi menjadi nomina dasar umum dan nomina dasar khusus.
a.       Nomina Dasar Umum
gambar                  tahun
meja                       pisau
rumah                    tongkat
malam                    kesatria
minggu                  hukum

b.      Nomina Dasar Khusus
adik                       bawuk             paman
atas                        farida               pekalongan
batang                   selasa               pontianak
bawah                    butir                 kamis
dalam                    muka               maret
Nomina dasar umum meja dan rumah mengandung makna tempat. Nomina dasar umum malam, minggu, dan tahun tidak memiliki ciri semantis yang mengacu pada tempat, tetapi mengacu pada waktu. Karena ciri inilah maka nomina seperti itu dapat menjadi keterangan waktu: malam senin, minggu depan, tahun 1998. Sebaliknya, kodrat nomina seperti pisaudan tongkat mengacu pada alat untuk melakukan perbuatan. Karena itu, kita dapat memakainya sebagai keterangan alat: dengan pisau, dengan tongkat. Selanjutnya, nomina seperti kesatria dan hukum, tidak memiliki ciri semantis tempat, waktu, ataupun alat, tetapi memiliki cirri yang mengacu pada cara melakukan perbuatan. Dengan demikian, kita memperoleh frasa yang menjadi keterangan cara seperti secara kesatria dan secara hukum.

Ciri semantis yang melekat secara hakiki pada tiap kata sangatlah penting dalam bahasa. Karena ciri itulah yang menentukan apakah suatu bentuk dapat diterima oleh penutur asli atau tidak. Pembolak balikan contoh diatas akan menyebabkan kita menolaknya. Bentuk yang berikut tidaklah dapat kita terima: *secara minggu*, *secara tongkat*, *dengan tahun* atau diatas tahun.
Dalam kelompok nomina dasar khusus, ditemukan berbagai macam subkategori kata dengan beberapa fitur semantiknya.
1.      Nomina yang diwakili oleh atas, dalam, bawah, dan muka mengacu pada temppat seperti di atas, di bawah, di dalam. Frasa preposisional ini juga dapat bergabung dengan nomina lain sehingga menjadi preposisi gabungan seperti di atas atap, di bawah meja, di dalam rumah.
2.      Nomina yang diwakili oleh pekalongan dan Pontianak mengacu pada nama geografis.
3.      Nomina yang diwakili oleh butir dan batang menyatakan penggolongan kata berdasarkan bentuk rupa acuannya secara idiomatic.
4.      Nomina yang diwakili oleh farida dan bawuk mengacu pada nama diri orang.
5.      Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada orang yang masih mmpunyai hubungan kekerabatan.
6.      Nomina yang diwakili oleh selasa dan kamis mengacu pada nama hari.
Secara sepintas pembagian seperti ini tidak berguna, tetapi jika kita perhatikan benar perilaku bahasa pada umumnya dan bahasa Indonesia pada khususnya, kita akan tahu bahwa pengertian mengenai cirri semantis kata sangatlah penting. Jika ada kalimat yang melanggar cirri semantisnya, kalimat itu akan kita tolak, kita beri arti yang unik, atau kita angap aneh. Perhatikan pelanggaran cirri semantis dalam kalimat berikut
(5) Selasa melempari rumah itu
(6)Yang datang ke rapat hanya tiga butir
(7)Pak Nurdin akan mengawini adik kandungnya sendiri
Kalimat 5 kita tolak karena selasa sebagai nomina mengacu pada waktu sehingga tidak mungkin dapat bertindak sebagai subjek dalam kalimat itu. jika kalimat 6 mempunyai arti, nomina butir mempunyai pengertian khusus pada orang yang datang ke rapat. Sekalipun gramatikal, kalimat 7 dalam budaya kita sangatlah aneh karena dalam cirri semantis adik kandung menyiratkan pengertian bahwa orang boleh kawin dengan seorang yang bukan kakak, adik, paman, ayah dan kakeknya sendiri.

Dari gambaran diatas jelaslah bahwa cirri semantis untuk tiap kata dalam bahasa sangat penting dan mempunyai implikasi sintaksis yang membuat penutur asli memiliki kemampuan untuk menilai kebererimaan suatu kalimat atau tuturan.

2.                  Nomina Turunan
Nomina dapat diturunkan melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan. Afiksasi nomina adalah suatu proses pembentukan nomina dengan menambahkan afiks tertentu pada kata dasar. Dalam penurunan nomina dengan afiksasi adalah nomina tersebut memiliki sumber penurunan dan sumber ini benlum tentu berupa kata dasar. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan nomina dengan afiksasi adalah bahwa nomina tersebut memiliki sumber ini belum tentu berupa kata dasar. Nomina turunan seperti kebesaran memang di turunkan dari kata dasar besar sebagai sumber, tetapi pembesaran tidak diturunkan dari kata dasar yang sama, besar, tetapi dari verba membesarkan.
Misalnya, nomina turunan kebesaran diturunkan dari kata dasar besar, tetapi pembesaran (‘proses, pembuatan, atau cara membesarkan’) dari verba turunan membesarkan.
Proses yang sama juga terjadi pada penuruan nomina-nomina lain seperti terlihat dalam contoh-contoh berikut.

                                   Mendarat                  daratan
Darat
                                  Mendaratkan           pendaratan


                                                                                         Kekosongan
Kosong
                                          Mengkosongkan                      Pengosongan


Satu                                                                                   kesatuan

                                          Bersatu                                    persatuan

                                           Menyatukan                             penyatuan


Karna keterkaitan makna merupakan dasar untuk menentukan sumber, maka dalam kebanyakan hal tiap nomina turuan mempunyai sumbernya sendiri-sendiri. Pertemuan diturunan seperti pertemuan dan penemuan, misalnya, tidak diturunkan dari sumber yang sama, yajni, temu, tetapi dari dua verba yang berbeda. Pertemuan diturunkan dari verba bertemu, sedangakan penemuan dari verba menemukan. Penemuan juga tidak diturunkan dari verba menemui karena antara menemui dengan penemuan tidak ada keterkaitan makna.
Dalam bahasa Indonesia sering ada dua verba yang maknanya sangat dekat. Verba membesarkan dan memperbesar, misalnya, sama-sama mengandung makna menyebabkan sesuatu menjadi besar atau lebih besar. Karna hal yang seperti ini, maka nomina turunan pembesaran tidak mustahil diturunkan baik dati verba membesarkan maupun memperbesar
A.    Afik dalam penuruan nomina
Pada dasarnya ada tiga prefik dan satu sufiks yang dipakai untuk menurunkan nomina, yaitu prefix ke, per dan peng serta sufiks an. Karena prefis dan sufiks dapat bergabung, seluruhnya ada tujuh macam afiksasi dalam penuruan
Nomina:
1)      Ke-
2)      Per-
3)      Peng-
4)      An-
5)      Peng-an-
6)      Per-an-
7)      Ke-an-
Prefix per mempupunyai prefix alamorf, yakni per, pel, dan pe. Prefiks  peng mempunyai alomorf: pem, pen, peny,peng,penge dan pe karena karena prefis per dan peng mempunyai alomort yang wujutkan sama, yakni pe maka dalam menentukan keanggotaan prefiks ini kita harus hati-hati. Nomina berikut diturunkan dengan memakai dua prefiks yang berbeda meskipun ujudnya sama:
a)      Pewaris 
Pelukis                          pe adalah alomorf dari peng
Pemasak

1.      Morfologi dan Semantis Turunan
Terdapat banyak kata yang dapat bergabung dengan dua macam afiks atau lebih, yang mungkin sekali bentukan itu berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya, dari kata dasar satu diperoleh nomina kesatuan: dari verba bersatu, menyatukan diperoleh nomina persatuan, penyatuan. Berikut ini beberapa nomina turunan.
a.      Nomina dengan ke-
Nomina turunan dengan prefikske- ternyata amat terbatas, yaitu ketua, kehendak, kekasih, dan kerangka karena proses itu tidak produktif lagi. Ada beberapa nama tumbuhan dan binatang yang dimulai dengan ke-, misalnya kelapa, kenari, kemiri, kepiting, kepinding, dan kekelawar.

b.      Nomina dengan per-, pel-, dan pe-
Nomina turunan dengan prefiksper- berkaitan bentuk dan maknanya dengan verba yang berafiks ber-. Namun, di dalam perkembangannya banyak nomina dengan prefiksper- yang tidak lagi memiliki /r/-, yang muncul hanya nomina dengan pe- saja. Nomina yang masih dengan prefiksper- sangat terbatas, yaitu:
Pertapa
Betapa
Persegi
Bersegi
Pertanda
Bertanda
perlambang
berlambang

Nomina yang diturunkan dengan pel- hanya terbatas pada kata dasar ajar → pelajar. Nomina lain yang berkaitan dengan verba berprefiks ber-, tetapi muncul dengan prefikspe-, misalnya:
Petani

bertani
Pedagang
berdagang

Petinju

bertinju
Pejuang


Berjuang
petambang

Bertambang
penyanyi

bernyayi
pelari
berlari

pemain

bermain

c.       Nomina dengan peng-
Prefikspeng- (pem-, pen-, peny-, pe-, peng-, penge-) merupaka prefiks yang sangan produktif. Nomina dengan peng- memiliki arti seperti berikut.
a)      ‘Orang atau sesuatu yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba’, seperti pembeli ‘yang membeli’.
b)      ‘orang yang pekerjaannya melakukan kegiatan yang dinyatakan oleh verba’, seperti penyanyi dan pengajar (yang menunjukkan suatu profesi).
c)      ‘Orang yang bersifat seperti yang dinyatakan oleh adjectiva dasarnya’, seperti pemarah yaitu orang yang (bersifat) mudah marah.
d)     ‘Alat untuk melakukan atau orang yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba’, seperti penghapus ‘alat untuk menghapus’.
Makna ‘pelaku’ juga tidak selalu dinyatakan dalan bentuk peng-. Seperti, ‘orang yang mengajar’ dapat disebut guru atau pengajar dan ‘orang yang mengemudi mobil’ dapat disebut sopir atau pengemudi.
d.      Nomina dengan -an
Nomina turunan dengan sufiks –an pada umumnya berasal dari verba walaupun kata dasarnya dari kelas kata lain. Kata asinan, loakan, meteran, dan manisan, berkaitan dengan sumber mengasinkan, mengilokan, meloakkan, memaniskan. Arti umum nomina sufiks –an adalah ‘hasil tindakan’ atau ‘yang di-‘ sepertianjuran ‘hasil menganjurkan’ atau ‘yang dianjurkan’.
Nomina dengan sufiks –an ada yang berkaitan dengan makna lokasi, seperti tepian ‘tempat menepi’. Selain itu, ada juga yang mengacu pada waktu berkala, seperti (disewakan) jam-jaman dan (surat kabar) harian. Kelompok nomina lain yang merujuk pada buah-buahan, seperti durian yaitu buah yang kulitnya berduri. Nomina dengan sufiks –an ada yang diturunkan dari nomina. Maknanya adalah ‘kumpulan atau berbagai nomina itu’, seperti sayuran yaitu ‘kumpulan atau berbagai bahan sayur’ dan lautan yaitu ‘laut yang luas’.

e.       Nomina dengan peng-….-an
        Nomina dengan peng-….-an pada umumnya diturunkan dari verb meng- yang transitif. Apabila ada dua verba dengan kata dasar yang sama dan salah satu di antaranya berupa verba transitif (yang lainnya taktransitif), yang menjadi sumber nomina turunan peng-….-an adalah verba transitif. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kita temukan verba bersatu dan menyatukan Nomina Penyatuan tidak diturunkan dari verba taktraktif bersatu tetapi dari verba transitif menyatukan. Kesimpulan ini diambil karena
1.      Adanya keterkaitan makna penyatuandan menyatukan, yakni bahwa penyatuan adalah suatu perbuatan menyatuka
2.      Nominalisasi ini mempunyai keselarasan sintaktis.
Perhatikan contoh berikut:
A.    Hayam wuruk menyatukan seluruh tanah jawa.
B.     Seluruh tanah jawa bersatu
C.     Penyatuan tanah jawa dilakukan oleh hayam wuruk
D.    Persatuan tanah jawa dilakikan oleh hayam wuruk
Dari contoh di atas tampak bahwa nomina penyatuan merupakan suatu perubahan yang dilakukan oleh subjek (Hayam Muruk). Penolakan terhadap kalimat lebih mendukung lagi kesimpulan bahwa nomina peng-anditurunkan dari verba transitif.
Seperti halnya dengan nomina dengan peng, nomina dengan peng-an juga mempunyai alomorf: peng-an, pen-an, pem-an, penge-an, peny-an, dan pe-an. Untuk kata dasar yang bersuku satu, bentuk peng-an juga dipakai. Makna yang umum adalah ’perbuatan yang dimyatakan oleh verba’
Contoh:
Pemberontakan                 -           perbuatan memberontak
Pendaftaran                       -           perbuatan mendaftar
Pengunduran                     -           perbuatan mengundurkan
Penyajian                           -           perbuatan menyajikan
Pelampiasan                      -           perbuatan melampiaskan
Pengeboman                      -           perbuatan mengebom
Pengeboran                       -           perbuatan mengebor
Di samping makna umum’perbuatan’, ada pula nomina peng-an yang mengandung makna’hasil perbuatan’ hal yang dinyatakan verba’
Contoh:
Pengakuan             -           hasil perbuatan mengakui
Penghargaan          -           hasil perbuatan menghargai
Penyelesaian          -           hasil perbuatan menyajikan
Pengumuman        -           hasil perbuatan mengumumkan
Penderitaan           -           hasil perbuatan memberitakan

f.       Nomina dengan per-….-an
        Nomina dengan per-….-an juga diturunkan dari verba, tetapi umumnya dari verba taktransitif dan berawalan verba ber-. Misalnya, perjanjian berkaitan dengan verba berjanji. Di samping itu, terdapat juga nomina per-….-an yang berkaitan dengan verba meng- atau memper- yang transitif, seperti perlawanan ← melawan, permintaan ← meminta, pergelaran ← mempergelarkan, pertahanan ← mempertahankan, pertemuan ← bertemu, mempertemukan, dan perjuangan ← berjuang, memperjuangkan.

g.      Nomina dengan ke-….-an
Nomina dengan ke-….-an dapat diturunkan dari sumber verba, adjektiva, atau nomina. Apabila sumbernya verba, maknanya adalah hal atau keadaan yang berhubungan dengan yang dinyatakan verba, sepertikepergian ‘hal yang berhubungan dengan pergi’. Sama halnya ke-….-an dengan verba, ke-….-an dengan adjektiva juga bermakna hal atau keadaan yang berhubungan dengan yang dinyatakan adjektiva.



Analisis Nomina dalam Berbagai Teks Bahasa Indonesia
Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah
Kebersihan lingkungan sekolah adalah salah satu faktor terpenting untuk menciptakan kenyamanan, baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekitar. Setiap sekolah selalu mengajarkan anak didiknya untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Bahkan, kebersihan sekolah banyak dilombakan untuk menarik minat sekolah agar mereka peduli kebersihan. Cara untuk menjaga kebersihan sekolah, di antaranya membuang sampah pada tempatnya, menghapus papan tulis, menyapu ruang kelas, dan lain-lain.
Pembagian piket kelas menjadi salah satu cara untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Petugas piket biasanya melakukan tugas membersihkan ruang kelas. Seperti menyapu kelas, menghapus papan tulis, dan menyiapkan spidol atau kapur tulis. Selain itu, setiap hari jum’at selalu digunakan untuk melakukan kerja bakti membersihkan sekolah setelah pelajaran pertama selesai. Banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan “Jum’at Bersih”. Selain lingkungan sekolah bersih, hubungan murid dan guru juga bisa semakin akrab dengan adanya kerja sama.
Analisis teks “Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah


1.         Nomina dasar
a.       Nomina Dasar Umum
1)      Nomina ‘lingkungan’ mengacu pada keterangan tempat, misalnya lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan kerja, dan lingkungan sekolah.
2)      Nomina ‘sekolah’ mengacu pada jenjang pendidikan, misalnya Sekolah Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
3)      Nomina ‘ruang’ mencakup banyak tempat, misalnya ruang tamu, ruang keluarga, ruang kepala sekolah, ruang kelas, dan ruang rapat.
4)      Nomina ‘kelas’ mengacu pada tingkatan, misalnya kelas IV, kelas VII, dan kelas X.
b.      Nomina Dasar Khusus
1)      Nomina yang diwakili oleh rumah mengacu pada tempat tinggal.
2)      Nomina yang diwakili oleh jum’at mengacu pada nama hari.
3)      Nomina yang diwakili oleh murid dan guru mengacu pada orang yang melakukan sistem belajar mengajar di dalam kelas.
4)      Nomina yang diwakili oleh spidol mengacu pada alat menulis.
2.    Nomina Turunan
1)      Penurunan Nomina dengan ke-…-an
a.       Kebersihan diturunkan dari sumber adjektiva (bersih) yaitu ke- bersih –an yang mempunyai makna hal yang berhubungan dengan bersih.
b.      kenyamanan’ diturunkan dari simber adjektiva (nyaman) yaitu ke- nyaman –an yang mempunyai makna hal yang berhubungan dengan nyaman.
2)      Mengajarkan’ diturunkan dari kata dasar ajardimana ‘mengajarkan’ memiliki makna memberika ilmu
3)      Menarik diturunkan dari kata dasar verbal ‘tarik’
4)      Menciptakan merupakan turunan dari kata dasar cipta.
Cipta → menciptakan (melakukan sesuatu) → pencipta,  turunan dari menciptakan
5)      Membuang diturunkan dari kata dasar verbal yaitu ‘buang’ yang mempunyai makna ‘melakukan sesuatu’.
6)      Penurunan Nomina dengan pem- yaitu ‘pembagian’ yang memiliki kata dasar bagian dimana pem- dengan penambahan bagian.
7)      ‘Petugas’ bukan penurunan dari tugas, tetapi penurunan melalui menugaskan. ‘Petugas’ memiliki makna orang yang menjalankan tugas


3.      Nomina dari Segi Perilaku Semantisnya

Tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung fitur-fitur semantik yang secara universal melekat pada kata tersebut. Nomina tidak terkecualikan. Makna yang dalam bahasa Indonesia dinyatakan oleh kata seperti kuda dalam budaya mana pun memiliki fitur-fitur semantik yang universal; misalnya, kakinya yang empat, adanya mata yang jumlahnya ada dua, warna tubuhnya yang bisa hitam, putih, coklat, atau abu-abu.
Jalur semantik tampaknya hanya bersifat kodrati dan sering tidak diperhatikan. Akan tetapi, fitur-fitur seperti ini penting dalam bahasa karena penyimpangan dan sifat kodrati ini akan menimbulkan keganjilan. Karena warna badan kuda hanya bisa hitam, putih, cokelat, atau abu-abu (dan mungkin pula belang­-belang atau campuran dari warna-warna itu), maka sangatlah aneh bila kita berkata Kuda saya hijau karena fitur semantik hijautidak ada pada kuda Demikian pula halnya dengan fitur mata. Sangatlah lumrah kalau orang berkata Kuda saya ada belangnya. Akan tetapi, sangat ganjil kalau kita berkata Kuda saya ada matanya karena mata merupakan bagian yang talc terpisahkan dari pengertian kuda.
Fitur semantik untuk kuda mencakup pula pelbagai kegiatan yang bisa dilakukan oleh kuda seperti berdiri, lari, jatuh, dan makan. Ada kegiatan-kegiatan lain yang tidak dilakukan oleh kuda seperti berdoa, membaca, dan merokok.
Kata jeruk, misalnya, mengandung fitur semantik yang mencakup, antara lain, warna, ukuran, berat, dan bentuk yang bundar. Tidak ada jeruk yang bentuknya memanjang. Kalau sekarang kegiatan seekor kuda dikaitkan dengan jeruk lalu kita ciptakan kalimat
(1) Kuda hijau saya merokok selusin jeruk.
maka kita lihat bahwa dari segi sintaksis kalimat (1) di atas memenuhi semua persyaratan sebagai kalimat. Akan tetapi, dari segi makna atau semantik kalimat (1) tidak bisa diterima karena (a) tidak ada kuda yang berwarna hijau,(b) kalaupun ada, kuda tidak melakukan perbuatan merokok, dan (c) kalaupun ada kuda yang merokok, bukan jeruk yang dirokok.
Perhatikan pentingnya kita menyadari adanya fitur semantik yang kodrati pada kata seperti pada contoh berikut: meja, laci, dan rumah. Meja adalah suatu benda yang secara kodrati memiliki permukaan yang rata. Sebaliknya, laciadalah suatu benda yang mengandung rongga; dan rumah adalah suatu rongga (atau ruangan) pula, tetapi dengan ukuran yang jauh lebih besar daripada laci. Karena sifat­sifat seperti ini, frasa di meja pada umumnya diartikan sebagaidi atas meja. Dengan kata lain, di meja dan di atas meja mempunyai makna yang sama. Kata laci juga mempunyai perilaku semantik yang paralel denganmeja. Karena laci mengandung fitur "rongga", frasa di laci sama maknanya dengan iii dalam laci. Tidak mungkin di lad diartikan sebagai di atas laci.Pengertian adanya rongga bisa pula menyangkut besar-kecilnya rongga tersebut. Sebuah rumah mempunyai rongga (ruangan) yang tentunya jauh lebih besar daripada laci. Kenyataan ini menyebabkan adanya perbedaan makna antara di rumah dengan di dalam rumah.
Dari ketiga contoh ini saja tampaklah bahwa pemakaian preposisi di, di dalam, dan di atas dipengaruhi oleh fitur semantik yang ada pada nomina porosnya. Suatu benda yang rata seperti meja tentunya tidak mempunyai rongga untuk penyimpanan dan, akibatnya, tidak mungkin dapat digabung dengan preposisi dalam. Frasa *di dalam meja tidak bisa kita terima. Sebaliknya, laci dan rumah mempunyai rongga dan juga mempunyai tempat di mana sesuatu dapat berada di atasnya. Karena itu, baik di, dalam, maupun atas dapat semuanyadipakai tentunya dengan makna yang berbeda-beda.
Karena bahasa tumbuh dalam suatu masyarakat yang memiliki budaya tersendiri, maka kata-kata dalam bahasa sering pula dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang bersangkutan. Kata dalam bahasa mengandung fitur-fitur semantik yang sifatnya konvensional, yakni yang tumbuh dari tata budaya setempat. Misalnya, karena dalam tata budaya Indonesia peran lelaki lebih dominan daripada peran wanita, nomina seperti gadis dapat melakukan banyak perbuatan, tetapi ada pula perbuatan yang umumnya tidak dilakukan oleh seorang wanita. Karena kendala semantik ini, kalimat (2) tidak lumrah; kalaupun dipakai ada makna tambahan yang muncul seperti keagresifan atau kekayaan gadis tersebut. Alih-alih kalimat (2), orang umumnya memakai kalimat (3) atau (4).
1) Gadis itu akan mengawini Achmad minggu depan.
2) Gadis itu akan kawin dengan Achmad minggu depan.
3) Achmad akan mengawini gadis itu minggu depan.

4.      Morfofonemik Afiks Nomina
Karena morfofonemik berkaitan dengan perubahan fonem antara akhir suatu suku dengan permulaan dari suku lain yang mengikutinya dan dalam hal penurunan nomina fonem akhir afiks nomina sama dengan fonem akhir afiks verba, maka morfofonemik afiks nomina sama dengan morfofonemik afiks verba. Misalnya, bila dalam verba prefiks meng- berubah menjadi men- waktu ditempelkan pada suku yang mulai dengan fonem /d/ (meng- + dapat — mendapat), maka hal yang sama juga terjadi pada nomina: peng- berubah menjadi pen- bila diikuti /d/ (peng + datang -> pendatang). Lihat selanjutnyamorfofonemik verba pada Bab IV.

5.      Morfologi dan Semantik Nomina Turunan

Dalam bahasa Indonesia, kata dasar tertentu dapat langsung menjadi nomina dengan memakai afiks tertentu. Kecuali untuk menyatakan makna barang yang atau alat untuk (verbs)', yang umumnya dinyatakan dengan prefiks peng-, masing-masing kata dasar atau sumber mempunyai afiks sendiri-sendiri. Kata seperti menang dan berani dapat dijadikan nomina hanya jika afiks yang dipakai adalah ke-an sehingga tercipta nomina kemenangandan keberanian.
Sebaliknya, verba seperti memeriksa dan menghargai hanya dapat ditautkan dengan peng-an: pemeriksaan, penghargaan. Demikian pula halnya denganper-an yang umumnya bertaut dengan kata seperti berjuang dan berdagangsehingga kita peroleh nomina seperti perjuangan dan perdagangan. Karena kecenderungan yang saling menolak itu, dalam bahasa Indonesia tidak kita temukan nomina seperti *permenangan, *keperiksaan, dan *penjuangan.
Namun, tidak juga benar bahwa tidak ada kata dasar lain yang memiliki keanggotaan rangkap. Bahkan sebaliknya, cukup banyak kata yang dapat bergabung dengan dua macam afiks atau lebih meskipun kalau diurut bentukan ini berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya, dari kata dasarsatu (dengan verbanya bersatu dan menyatukan) kita temukan nominakesatuan, persatuan, dan penyatuan.

6.          Kontras  Antarnomina
Karena kata dasar dapat diberi afiks yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu benar­benar mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. Perhatikan contoh-contoh berikut.
(a)      penyerahan        -   perbuatan menyerahkan *serahan
(b)      pengosongan          - perbuatan mengosongkankekosongan       - keadaan kosong
(c)      perbedaan               -keadaanberbeda; hasil membedakan
pembedaan                  - perbuatan membedakan
            pembeda                      - hal atau faktor yang membedakan bedaan bedaan
(d)      satuan                - yang berciri satu
persatuan                     - keadaan bersatu
penyatuan                    - perbuatan menyatukan kesatuan     -    hasil menyatukan
(e)      persediaan         - cadangan, hal bersedia
            penyediaan                  - perbuatan menyediakan
            kesediaan                     - keadaan bersedia untuk melakukan sesuatu
Dari contoh di atas tampak bahwa beberapa nomina dengan dasar yang sama dalam bahasa kita menimbulkan makna yang berbeda­beda. Tampak pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak atau belum ada dalam bahasa kita. Karena makna sufiks -an adalah hasil yang dinyatakan verba (lukisan hasil melukis'), maka hasil menyerahkan' harusnya adalah serahan. Dalam bahasa Indonesia bentuk ini belum dipakai meskipun sebenarnya potensial. Orang mencari cara lain untuk mengungkapkan makna ini, misalnya, dengan mengatakan "yang kami serahkan ini sekadar tanda Mata."
Tidak munculnya suatu bentuk yang potensial dapat juga karena adanya bentuk lain yang kebetulan telah dipakai di dalam masyarakat. Dalam bahasa kita, bentuk *bedaantidaklazim dipakai. Hal ini tampaknya karena dalam bahasa kita telah ada nomina perbedaan yang telah memikul makna yang seharusnya dinyatakan oleh *bedaan.
7.            Nomina dengan Dasar Polimorfemis
dua kelompok kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak menanggalkan prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih lanjut. Perhatikan contoh yang berikut.
(a)        bersama                       kebersamaan            
berangkat                    keberangkatan pemberangkatan
berhasil                        keberhasilan                                                    
(b)     seragam                 keseragaman                penyeragaman
          seimbang                     keseimbangan        penyeimbangan
                sesuai                                      kesesuaian                  penyesuaian                 persesuaian
(c)         terpadu             keterpaduan
terlibat                          keterlibatan
terlaksana                    keterlaksanaan                             
(d)        mempersatukan         pemersatuan       
Mempercepat                          pemercepatan                 
memperhatikan                        pemerhati
Selanjutnya masih ada contoh nomina turunan yang juga menjadi sumber bagi penurunan yang lebih lanjut.
(e)        memimpin           pemimpin            kepemimpinan
            menduduki                  penduduk            kependudukan
            mendidik                     pendidik              kependidikan
Gejala yang dicontohkan di atas mulai disenangi orang meskipun pada saat ini belum semua bentuk yang berprefiks seperti itu dapat diturunkan menjadi nomina berdasarkan kaidah itu.

8.           Penurunan Nomina dengan -El-, -Er-, -Em-, dan -In‑
Penurunan nomina dengan memakai infiks, yakni imbuhan yang disisipkan, tidaklah produktif lagi dalam bahasa Indonesia. Kita temukan kini beberapa contoh yang sudah membatu dan oleh banyak orang dianggap sebagai kata yang monomorfemis.
Contoh:

Nomina
El
tunjuk
Telunjuk
patuk
pelatuk
gembung
gelembung
tapak
Telapak
gigi
Geligi

Nomina
Er
sabun
serabut
uling
seruling
Gigi
gerigi

Nomina
Em
kuning
Kemuning
Kelut
Kemelut
Kilau
Kemilau


Nomina
Im
Kerja
Kinerja
Sambung
Sinambung
Tambang
tinambung

9.          Penurunan Nomina dengan -Wan/Wati
Nomina dengan afiks -wan/-wati mengacu kppada (a) orang yang ahli dalam bidang tertentu, (b) orang yang mata pencarian atau pekerjaannya dalam bidang tertentu, atau (c) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. Sufiks -wan mempunyai alomorf -man dan -wati. Pada masa lampau alomorf -man diletakkan pada dasar yang berakhir dengan fonem /i/ seperti terlihat pada kata budiman dan seniman. Sufiks -man tidak produktif lagi; pembentukan nomina Baru sering mempergunakan -wan.
Alomorf -wati dipakai untuk mengacu pada perempuan. Seorang pekerja perempuan, misalnya, dinamakan karyawati, sedangkan rekan prianya dinamakan karyawan. Dalam perkembangan .bahasa Indonesia, orang mulai memakai bentuk dengan -wan untuk merujuk baik pria maupun wanita. Bila ingin secara khusus merujuk pada kewanitaannya, barulah dipakai -wati.Dengan kata lain, wartawati pastilah seorang jurnalis wanita, tetapiwartawan bisa mengacu pada yang pria ataupun yang wanita. Berikut ini disajikan beberapa contoh.
a.    ilmuwan             -orang yang ahli di bidang ilmu
budayawan                   - orang yang ahli di bidang budaya sejara(h)wan
                        - orang yang ahli di bidang sejarah rohaniwan   
- orang yang ahli di bidang rohani bahasawan
- orang yang ahli di bidang bahasa

b.    karyawan            - orang yang mata pencariannya berkarya (sebagai pegawai)
wartawan                       - orang yang pekerjaannya dalam bidang pewartaan
usahawan                      - orang yang pekerjaannya dalam bidang usaha
olahragawan                - orang yang secara khusus memahirkan diri dibidang olahraga
c.    dermawan               - orang yang suka berderma
hartawan                       - orang yang memiliki banyak harta
rupawan                        - orang yang memiliki rupa elok
bangsawan              - orang yang berbangsa/berketurunan orangmulia

Dengan adanya kemungkinan membentuk nomina lewat penambahan sufiks -wan/wati, pemakai bahasa Indonesia berpeluang memilih cara pembentukan nomina dengan prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks -wan/-wati.Kaidah untuk menentukan bentuk mana yang dipakai bersifat idiomatis; artinya, pilihannya hanya berdasar pada adat bahasa. Orang yang hidup dari, atau yang bergerak di bidang seni, secara idiomatis disebut seniman, dan bu­kan*peseni. Demikian pula kita dapati kata budiman, hartawan, Ilmuwan yangsudah baku dan mantap sehingga kita menolak bentuk lain sep " *pembudi, *pengharta dan *pengilmu.

10.  Penurunan Nomina dengan -At/-In dan -A/-I
Dalam bahasa Indonesia ada kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan sufiks -at dan -in yang maknanya berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin atau jumlah.
Contoh:
Tunggal/pria         Tanggal/wanita                          Jamak/pria-wanita
muslim                           muslimat                                     muslimin
mukmin                    mukminat                                  mukminin
hadirat                    hadirin
Rujukan pada pria dan wanita sangat umum di dalam bahasa kita. Di samping contoh-contoh di atas, kita temukan pula bentuk yang perbedaannya hanya terletak pada alternatif antara fonem /a/ untuk pria dan /i/ untuk wanita pada akhir kata.
Contoh:
dewa                                " dewi
putra                             " putri
pemuda                        " pemudi
mahasiswa       " mahasiswi
Seperti halnya -wan dan -wati, ada kecenderungan pada masa kini untuk memakai bentuk /i/ khusus untuk wanita, sedangkan bentuk /a/ untuk pria maupun wanita. Seseorang yang bertanya "Putra Ibu berapa?" bisa mendapat jawaban "Tiga, Pak; dua laki-laki dan satu perempuan." Sebaliknya, pertanyaan "Dari tiga itu, yang putri berapa?" jelas menanyakan berapa jumlah anak perempuan dalam keluarga tersebut. Demikian pula pernyataan "Diuniversitas kami ada sekitar 8.500 mahasiswa" merujuk pada mahasiswaataupun mahasiswi yang terdaftar. Akan tetapi, pernyataan "Dari jumlah 8.500, mahasiswinya 4.125 orang" mengungkapkan jumlah wanita yang kuliah di sana.

.       11.  Makna Gramatikal
Makna gramatikal (gramatical meaning), atau makna fungsional (fungsional meaning), atau makna struktural (structural meaning), atau makna internal (internal meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat (Pateda, 1996:103). Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Makna sebuah kata (kata dasar maupun kata jadian) bergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, maka makna gramatikal ini disebut makna kontekstual atau makna situasional. Namun bisa pula disebut makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan (Chaer, 2009: 60). Satuan kebahasaan yang baru dapat diidentifikasi setelah satuan itu bergabung dengan satuan kebahasaan yang lain disebut makna gramatikal (Wijana dan Rohmadi, 2011: 14).
Kata mata  mengandung makna leksikal alat atau indra yang terdapat di kepala yang berfungsi untuk melihat. Namun, setelah kata mata ditempatkan dalam kalimat, misalnya. “Hei, mana matamu?” kata mata tidak mengacu lagi pada makna alat untuk melihat atau tidak menunjuk pada indra untuk melihat, tetapi menunjuk pada cara bekerja, cara mengerjakan yang hasilnya kotor, tidak baik. Belum lagi kata mata digabungkan dengan kata lain yang menghasilkan urutan kata: air mata, mata duitan, mata keranjang, mata pisau, telur mata sapi, yang semuanya mengandung makna yang sudah lain dengan makna kata mata. Dengan contoh ini terlihat bahwa maksud katamata  bergeser.
Makna gramatikal bermacam-macam, setiap bahasa memiliki sarana atau alat tertentu untuk menyatakan makna-makna gramatikal. Untuk menyatakan makna ‘jamak’ dalam bahasa Indonesia menggunakan proses reduplikasi, seperti kata buku yang bermakna (sebuah buku) menjadi buku-buku yang bermakna (banyak buku). Dalam bahasa Inggris makna ‘jamak’ hanya dengan menggunakan penambahan morfem (s) atau menggunakan bentuk khusus. Misalnya book (sebuah buku) menjadi books (banyak buku).
Penyimpangan makna dan bentuk-bentuk gramatikal yang sama terjadi pula dalam bahasa Indonesia. Misalnya, kata menakutkan, serta mengalahkan yang bermakna ‘membuat jadi’ dibentuk dari kelas kata dan imbuhan yang sama dengan katamemenangkan, menggalakkan memiliki makna berbeda yakni bermakna ‘memperoleh kemenangan’, ‘menggiatkan’. Proses komposisi atau proses penggabungan dalam bahasa Indonesia juga banyak melahirkan makna gramatikal.Contohnya, makna sotoayam dan soto Madura merupakan komposisi yang berbeda walaupun menggunakan kata soto karena soto ayam menyatakan ‘bahan dasar atau asal bahan’, sedangkan soto Madura menyatakan ‘asal tempat’. Terkadang makna gramatikal dapat diketahui tanpa mengenal makna leksikal unsur-unsurnya. Misalnya klausa malalatlolo-lolo yang tidak diketahui makna leksikal unsur-unsurnya, namun kontruksi klausa tersebut bermaknamalalat  ‘tujuan, pasien’, lolo-lolo mengandung makna ‘pelaku perbuatan’.
Charles Carpenter Fries membedakan tiga macam fungsi semantik gramatikal atau semantik struktural sebuah kalimat. Ketiga macam fungsi makna itu ialah: (1) makna butir-butir gramatikal, hususnya makna/fungsi gramatikal dari partikel, dan makna kategori-kategori gramatikal, misalnya, kategori jumlah, genus, atau kategori aspek, modus dan sebagainya; (2) makna fungsi-fungsi garamatikal  misalnya (subjek, predikat, objek, keterangan) dan makna peran gramatikal misalnya (agens, benefaktif, faktitif); (3) makna yang berhubungan dengan nosi-nosi umum kalimat, seperti kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
            Makna gramatikal merupakan perangkat makna kalimat yang bersifat tertutup. Ini berarati makna gramatikal setiap bahasa terbatas dan tidak dapat berubah atau digantikan dalam waktu yang lama. Itu sebanya makna gramatikal bahasa dapat dikaidahkan. Ia bersifat tetapsesuai dengan keberterimaan masyarakat pemakai bahasa itu. Itulah tata bahasa.
12.  Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.
13.  Makna Gramatikal dan Makna Leksikal
Melalui berbagai sumber, dapat berbagai istilah untuk menanamkan jenis atau tipe makna. Pateda (Chaer, 1986:59) secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna, yaitu makna efektif, makna denotatif, makna deskriftif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna idealisiovnal, makna intensi, makna gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna konseptual, makna konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktonal, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna tematis. Sedangkan Leech haer, 1976:59) yang karyanya banyak dikutip orang dalam hal semantis membedakan adanyatujuh tipe makna, yaitu (1) makna konseptual,(2)
Makna konotatif, (3) makna stilistika, (4) makna afektif, (5) makna reflektif, (6) makna kolokatif, (7) makna tematik. Dengan catatan makna konotatif, stilistika, afektif, reflektif, dan kolokatif masuk dalam kelompok yang lebih besar yaitu makna asosiatif.
Berikut akan dibahas mengenai jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan oleh para ahli bahasa.

14.  Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal (bahasa Inggris lexical meaning, semantic meaning, eksternal meaning) adalah makna unsur-unsur sebagai lambing benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Misalnya, kata culture (bahasa inggris)  ‘budaya’, di dalaam kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina (kb) dan artinya: (1) kesopanan, kebudayaan; (2) perkembangbiakan (biologi);sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia I, budaya adalah nomina, dan maknanya; (1) pikiran, akal budi; (2) kebudayaan; (3) yang mengenai kebudayaan, yang sudah berkembang (beradab,maju). Semua makna, baik bentuk dasar maupun bentuk turunan yang ada dalam kamus disebut makna leksikal.
Masih dalam hal makna, Djajasudarma (Bateda, 1993) lebih lanjut menjelaskan makna gramatikal yang merupakan bandingan bagi makna leksikal. Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intrabahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat.
Mengenai dua jenis makna ini, Kridalaksana (Chaer, 1993) menjelaskan makna leksikal (lexical meaning, semantic meanin, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Selanjutnya, makna gramatikal (grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar; misalnya, hubungan antar kata dengan kata lain dalam frase atau klausa.
Dengan demikian, makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem atau kata meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda, memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem pensilmempunyai makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan leksem air memiliki makna leksikal ‘ sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jadi, kalau dilihat dari contoh-contoh tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya.
Lain dari makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Misalnya, proses afiksasi prefix ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.


15.   Makna Leksikal
Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat). Makna leksikal adalah makna kata yang terdapat dalam leksikal (kamus). Makna leksikal bersifat umum atau lugas artinya makna kata yang tidak dipengaruhi oleh bentuk lain.
Leksikal adalah makna yang bersifat leksikon, yang sesuai dengan referennya, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna leksikal merupakan gambaran nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata tersebut. Sebuah kata yang memiliki makna leksikal sudah jelas bahwa tanpa konteks pun memiliki referen atau makna langsung (Chaer, 2013: 59).
Memang benar jika tidak semua kata dalam bahasa indonesia memiliki makna. Kata cantik, tidur dan lain-lain disebut kata tugas, walaupun memang memiliki makna leksikal 
Contoh:
Rumah             : Bangunan untuk tempat tinggal manusia
Makan             : Mengunyah dan menelan sesuatu
Makanan         : Segala sesuatu yang boleh dimakan
Mata                : Indra untuk melihat (makna leksikal)
16.  Makna Gramatikal
Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan). Makna gramatikal ialah makna yang timbul akibat peristiwa tata bahasa, yaitu proses melekatnya bentuk kata (morfem) yang satu dengan bentuk yang lain.
Bentuk (morfem) / ber / , / me-l / secara lepas atau berdiri sendiri belum memiliki makna. Morfem tersebut memiliki makna setelah bergabung dengan bentuk lain, peristiwa ini disebut proses morfologi.
Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat dari proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Makna gramatikal bergantung pada konteks yang membawanya.
Contoh:
Berumah          : Mempunyai rumah
Bermata           : Memiliki mata (makna gramatikal)
Memata-matai : Mengamati secara diam-diam (makna gramatikal)

Implikasinya salah satunya awalan ter- atau imbuhan lainnya, tentunya tidak mempunyai makna. Sebuah imbuhan baru dapat memiliki makna atau kemungkinan memiliki makna apabila sudah berproses dengan kata lain. Kata ‘terangkat’ memiliki kemungkinan makna dapat atau tidak sengaja tergantung konteks kalimat yang membawanya. Ada tiga macam proses morfologi:

17.  Afiksasi
Proses melekatnya afiks (imbuhan) kepada bentuk dasar. Akibat melekatnya afiks kepada kata dasar akan menimbulkan fungsi dan makna baru.
Macam-macam afiks bahasa Indonesia:
a.       Prefiks (awalan)               : di, me, ber, pe, ter dan sebagainya
b.      Infiks (sisipan)                  : in, el
c.       Sufiks (akhiran)               : an, kan, i, lah
d.      Konfiks (afiks gabung)     : pe - an, ke - an, se – nya
e.       Simulfiks (afiks berurutan) =me - kan, me - i, di – kan

18.  Reduplikasi
Proses pembentukan kata baru dengan cara mengulang bentuk dasar.
Bentuk perulangan kata meliputi:
a.       Kata ulang utuh/penuh      : gedung-gedung
b.      Kata ulang sebagian          : berlari-lari
c.       Kata ulang berimbuhan     : anak-anakan
d.      Kata ulang berubah bunyi : sayur mayor
e.       Kata ulang semu               : kupu-kupu, kunang-kunang

19.   Komposisi
Gabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru.
Contoh:
Rumah makan : rumah digunakan untuk makan
Rumah sakit    : rumah digunakan untuk mengobati orang sakit
Rumah dinas   : rumah yang digunakan untuk kepentingan dinas

20.  Jenis Perubahan makna
Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya:

a.      Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada kata saudara yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan sekarang berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara bermakna siapapun orang tersebut dapat disebut saudara.
b.      Perubahan Menyempit
Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana. Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
c.    Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus seperti seni lukis, seni tari, seni suara.
d.      Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
e.       Pengasaran (disfemia)
Pengasaran yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel. Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan, kata mendepak untuk menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.

21.  Kalimat Gramatikal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 461), gramatikal diartikan sesuai dengan tata bahasa. Dimana makna katanya mengalami proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Makna dari gramatikal sendiri adalah kata yang berubah-ubah sesuai dengan konteks (berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa) pemakainya.
Berdasarkan arti gramatikal di atas, maka kalimat gramatikal adalah kalimat yang makna katanya berubah-ubah karena mengalami proses pengimbuhan, pengulangan ataupun pemajemukan yang disesuaikan menurut tata bahasa serta terikat dengan konteks pemakainya.
22.  Contoh Kalimat Gramatikal
1.      Minuman, minum-minum, peminum (makna gramatikal). Contoh :
a.       Polisi menyita beberapa peti minuman keras dari dalam toko itu.
b.      Pagi, siang, malam, kerjanya hanya duduk dan minum-minum saja.
c.       Seluruh orang di kampung ini tahu, kalau ia seorang peminum.
2.      Rumah dinas, rumah duka, merumahkan, perumahan (makna gramatikal). Contoh :
a.       Sejak terpilih menjadi bupati di kota lain, kini ia tinggal di rumah dinas.
b.      Setiap hari rumah duka itu tidak pernah sepi pengunjung.
c.       Beberapa bulan terakhir ini perusahaan telah merumahkan puluhan karyawannya.
d.      Pemerintah tengah gencar membangun perumahan untuk kalangan menengah ke bawah.

3.      Ibu guru, keibuan, ibu-ibu (makna gramatikal). Contoh :
a.       Wanita yang berpapasan denganku di gerbang sekolah tadi pagi ternyata ibu guru baru kami.
b.      Walaupun sudah melahirkan dua anak, sikap keibuannya sedikitpun tak tampak.
c.       Hari ini di puskesmas terlihat ramai dengan kehadiran ibu-ibu PKK.
4.      Makan-makan, makanan, makan siang (makna gramatikal). Contoh :
a.       Gaji pertamanya habis untuk makan-makan bersama teman-teman sekantornya.
b.      Jangan membuang-buang makanan, banyak saudara kita yang kelaparan di luar sana.
c.       Setiap jam istirahat, warteg menjadi pilihan tempat makan siangnya.
5.      Mobil-mobilan, mobil ambulance, permobilan (makna gramtikal). Contoh :
a.       Adik menabung uang jajannya untuk membelimobil-mobilan kesukaannya.
b.      Korban kecelakaan lalu lintas sore tadi sudah di bawa mobil ambulance ke rumah sakit terdekat.
c.       Kakakku bercita-cita ingin membuka permobilan sendiri saat lulus kuliah nanti.










BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nomina disebut sebagai kata benda. Nomina dari segi perilaku semantisnya, tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung fitur-fitursemantik yang secara universal melekat pada kata tersebut.  Nomina dari segi perilaku sintaktisnya.Dengan mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian tentang nomina dari segi perilaku sintaktisnya berikut ini akan dikemukakanberdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa ada frasa nominal, nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa.

 Dilihat dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam, yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan (a) afiksasi, (b)perulangan, atau (c) pemajemukan. Karena morfofonemik berkaitan dengan perubahan fonem antara akhir suatu suku dengan permulaan dari suku lain yang mengikutinya dan dalam hal penurunan nomina fonem akhir afiks nomina samadengan fonem akhir afiks verba, maka morfofonemik afiks nomina sama dengan morfofonemik afiks verba.

 Dalam bahasa Indonesia, kata dasar tertentu dapat langsung menjadi nomina dengan memakai afiks tertentu.  Karena kata dasar dapat diberi afiks yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu benar­benar mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. dua kelompok kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak menanggalkan prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih lanjut.

Penurunan nomina dengan memakai infiks, yakni imbuhan yang disisipkan, tidaklah produktif lagi dalam bahasa Indonesia.Nomina dengan afiks -wan/-wati mengacu kepada (a) orang yang ahli dalam bidantertentu, (b) orang yang mata pencarian atau pekerjaannya dalam bidang tertentu, atau (c) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. Sufiks -wan mempunyai alomorf -man dan -wati.Dalam bahasa Indonesia ada kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan sufiks -at dan -in yang maknanya berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin atau jumlah.Mula-mula nomina dengan sufiks -isme dan -tas dipungut dari bahasa asing. Akan tetapi; lambat laun afiks itu menjadi produktif sehingga bentuk -isme, -(is)asi, -logi,dianggap layak diterapkan juga pada dasar kata Indonesia.
3.2  Saran
Sehubungan dengan hasil pembahasan makalah ini, penulis berharap agar pembaca mau mempelajari isi dari makalah untuk pengetahuan tentang kelas kata/katagorinomina, ciri, bentukdanmaknagramatikal.












Daftar Pustaka

Alwi Hasan, 2002. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Arifin Zaenal, Junaiyah. 2009. Morfologi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Chaer Abdul, 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Kridalaksana Harimukti. 1994. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia. Edisi Kedua.
Jakarta: Gramedia
Putrayasa  Ida Bagus, 2008. Kajian Morfologi. Singaraja: Rafika Aditama
Putrayasa Ida Bagus, 2010. Analisis Kalimat. Singaraja: Rafika Aditama
Putrayasa  Ida Bagus, 2010. Analisis Kalimat. Bandung: Aditama

 https://www.youtube.com/watch?v=sFW8vDGdJBw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI CORONA

CORONA Karya Asep Perdiansyah Corona datang menyerang Dunia menjadi tak tenang Tempat keramaian seketika menghilang Matahari b...