Senin, 05 Februari 2018

KALIMAT DEKLARATIF, KALIMAT IMPERATIF, DAN KALIMAT INTEROGATIF











KALIMAT DEKLARATIF, KALIMAT IMPERATIF, DAN KALIMAT INTEROGATIF

























BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah fenomena yang menghubungkan dunia makna dengan dunia bunyi. Lalu, sebagai penghubung di antara kedua dunia itu, bahasa dibangun oleh tiga buah komponen, yaitu komponen leksikon, komponen gramatika, dan komponen fonologi. Kalau bahasa itu merupakan suatu sistem, maka sistem bahasa itu memiliki tiga buah sibsistem, yaitu subsistem leksikon, subsistem gramatika, dan subsistem fonologi. Komponen makna berisi konsep-konsep, ide-ide, pikiran-pikiran, atau pendapat-pendapat yang berada dalam otak atau pemikiran manusia. Komponen leksikon dengan satuannya yang disebut leksem merupakan wadah penampung makna secara leksika, juga bersifat abstrak. Komponen gramatika atau subsistem gramatika terbagi lagi menjadi dua subsistem, yaitu subsistem morfologi dan subsistem sintaksis.

       Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Setiap kata termasuk kelas kata atau kategori kata, dan mempunyai fungsi dalam kalimat. Pengurutan rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam kalimat yang dihasilkan. Jika ditinjau dari segi bentuknya, kalimat dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk. Sedangkan jika dilihat dari segi maknanya kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat deklaratif (kalimat berita), kalimat imperatif (kalimat perintah), dan kalimat interogatif (kalimat tanya).
   
Dilihat dari namanya, sudah tampak makna macam-ragam kalimat itu : kalimat berita menyampaikan berita pernyataan, kalimat perintah memberikan perintah kepada yang bersangkutan kalimat tanya mengajukan pertanyaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada makalah ini akan dipaparkan masalah yang berkaitan dengan kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan kalimat interogarif.
 


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang ada dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Apakah pengertian kalimat deklaratif?
2.      Apakah pengertian kalimat imperatif?
3.      Apakah pengertian kalimat interogatif?

1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan pengertian kalimat deklaratif.
2.      Mendeskripsikan pengertian kalimat imperatif.
3.      Mendeskripsikan pengertian kalimat interogatif.


















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Kalimat Deklaratif

Kalimat deklaratif, yang juga dikenal dengan nama kalimat berita dalam buku-buku tata bahasa Indonesia, secara formal, jika dibandingkan dengan ketiga jenis kalimat yang lainnya, tidak ber-markah khusus. Dalam pemakaian bahasa bentuk kalimat deklaratif umumnya digunakan oleh pembicara/penulis untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar atau pembacanya. Jika pada suatu saat kita mengetahui ada kecelakaan lalu lintas dan kemudian kita menyampaikan peristiwa itu kepada orang lain, maka kita dapat memberitakan kejadian itu dengan menggunakan bermacam-macam bentuk kalimat deklaratif (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 360).

Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya menyampaikan pernyataan yang ditujukan kepada orang orang lain sehingga orang lain tersebut diharapkan menanggapinya melalui respon yang dapat tercermin dari pandangan mata atau mimik dan kadang disertai anggukan atau ucapan ya (Tarmini, 2013: 98). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat deklratif adalah kalimat yang berisi pernyataan tentang kejadian yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat atau dikenal dengan kalimat berita.
Perhatikan contoh kalimat berikut.
a. Tadi pagi ada tabrakan mobil di dekat Monas.
b. Saya lihat ada bus masuk Ciliwung tadi pagi.
c. Waktu ke kantor, saya lihat ada Jip menabrak becak sampai hancur.
d. Saya ngeri melihat tabrakan antara bus PPD dan sedan Fiat tadi pagi.
e. Tadi pagi ada sedan Fiat mulus yang ditabrak bus PPD.
       Dan segi bentuknya, kalimat di atas bermacam-macam. Ada yang memperlihatkan inversi, ada yang berbentuk aktif, ada yang pasif, dan sebagainya. Akan tetapi, jika dilihat fungsi komunikatifnya, maka kalimat di atas adalah sama, yakni semuanya merupakan kalimat berita. Dengan demikian, kalimat berita dapat berupa bentuk apa saja, asalkan isinya merupakan pemberitaan. Dalam bentuk tulisnya kalimat berita dengan tanda titik. Dalam bentuk lisan, suara berakhir dengan nada turun (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 361).

2.2 Kalimat Imperatif

Kalimat imperatif adalah kalimat perintah atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 361). Kalimat imperatif adalah kalimat yang meminta pendengar atau pembaca melakukan suatu tindakan. Kalimat imperatif ini dapat berupa kalimat perintah, kalimat himbauan, dan kalimat larangan (Tarmini, 2013: 113). Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat imperatif adalah kalimat yang berisi kalimat perintah untuk melakukan sesuatu, sehingga menimbulkan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang.

Perintah atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi enam golongan:
1.    Perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu;
2.    Perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba atau mempersilahkan lawan bicara sudi berbuat sesuatu;
3.    Permohonan jika pembicara, demi kepentingannya, minta lawan bicara berbuat sesuatu;
4.    Ajakan dan harapan jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu;
5.    Larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan dilakukan sesuatu;
6.    Pembiaran jika pembicara minta agar jangan dilarang.

Kalimat imperatif memiliki ciri formal, seperti berikut.
1.    Intonasi yang ditandai nada rendah di akhir tuturan.
2.    Pemakaian partikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan larangan.
3.    Susunan inversi sehingga urutannya menjadi tidak selalu terungkap predikat-subjek jika diperlukan, dan
4.    Pelaku tindakan tidak selalu terungkap.

Kalimat imperatif dapat diwujudkan, sebagai berikut.
1.    Kalimat yang terdiri atas predikat verbal dasar atau adjektiva, ataupun frasa preposisional saja yang sifatnya taktransitif, dan
2.    Kalimat lengkap yang berpredikat verbal taktransitif atau transitif, dan
3.    Kalimat yang dimarkahi oleh berbagai kata tugas modalitas kalimat.

2.2.1 Kalimat Imperatif Taktransitif
Kalimat imperatif taktransitif dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat dipredikat verba dasar, frasa adjektival, dan frasa verbal yang berfrefiks ber- atau meng- ataupun frasa preposisional. Perhatikan contoh berikut:
(1)   a. Engkau masuk.
b. Masuk!
(2)   a. Engkau tenang!
b. Tenang.
Kalimat imperatif (1b) dan (2b) dapat dilengkapi dengan kata panggilan atau vokatif.
(3)   Masuk, Narko!
(4)   Tenang, anak-anak!
Kalimat imperatif taktransitif yang dijabarkan dari kalimat deklaratif yang verba predikatnya berawalan ber- dan meng-  dapat dilihat pada contoh (5) dan (6) berikut:
(5)   a. Kamu berlibur ke tempat nenekmu!
b. Berliburlah ke tempat nenekmu!
(6)   a. Engkau menyebrang dengan hati-hati.
b. Menyebranglah dengan hati-hati.

Pada contoh-contoh di atas tampak bahwa baik predikat verba dasar dan predikat-predikat adjektival (masuk, tenang) maupun verba turunan  (berlibur dan menyebrang) tidak mengalami perubahan apa-apa.

            Kalimat imperatif taktransitif yang diturunkan dari kalimat deklaratif yang predikatnya frasa preposisional dapat dilihat pada contoh (7) yang berikut:
(7)   a. Engkau kesana!
b. Kesanalah!

2.2.2 Kalimat Imperatif Transitif

Kalimat imperatif yang berpredikat verba transitif mirip dengan konstruksi kalimat deklaratif pasif. Petunjuk bahwa verba kalimat dapat dianggap berbentuk pasif ialah kenyataan bahwa lawan bicara yang dalam kalimat deklaratif berfungsi sebagai subjek pelaku menjadi pelengkap pelaku, sedangkan objek sasaran dalam kalimat deklaratif menjadi subjek sasaran dalam kalimat imperatif. Kalimat (a) berikut adalah kalimat berita, sedangkan (b) kalimat perintah.
(8)   a. Engkau mencari pekerjaan apa saja.
b. Carilah pekerjaan apa saja!
(9)   a. Kamu membelikan adikmu sepatu baru.
b. Belikanlah adikmu sepatu baru!
(10)   a. Anda memperbaiki sepeda mini itu.
b. Perbaikilah sepeda mini itu.
(11)   a. Saudara memberangkatkan kereta itu sekarang.
b. Berangkatkanlah kereta itu sekarang.
(12)   a. Kamu menganggap dia orang gila.
b. Anggaplah dia orang gila.
(13)   Kontrak ini dikirimkan sekarang!
(14)   Konsep perjanjian itu diketik serapi-rapinya, ya!
(15)   Dijual saja mobil tua seperti itu olehmu.

Pemakaian bentuk pasif dalam kalimat imperatif sangat umum dalam Bahasa Indonesia. Hal itu mungkin berkaitan dengan keinginan penutur untuk meminta agar orang lain melakukan sesuatu untuknya, tetapi tidak secara langsung. Tentu saja kalimat (13), misalnya, dapat memiliki padanan Kirimkan kontrak ini sekarang!, tetapi bentuk pasif dengan di-  akan terasa lebih halus karena yang disuruh seolah-olah tidak merasa secara langsung diperintah untuk melakukan sesuatu. Si penyuruh hanya menekankan pada kenyataan bahwa kontrak itu harus sampai kepada yang bersangkutan.

2.2.3 Kalimat Imperatif Halus

Disamping bentuk pasif yang baru saja dibicarakan, bahasa Indonesia juga memiliki sejumlah kata yang dipakai untuk menghaluskan isi kalimat imperatif. Kata seperti tolong, coba, silahkan, sudilah, dan kiranya sering dipakai untuk maksud itu. Perhatikan contoh sebagai berikut.
(16)   a. Tolong kirimkan kontrak ini.
b. Tolong kontrak ini dikirimkan segera.
c. Tolonglah mobil saya dibawa ke bengkel.
d. Tolong bawalah mobil saya ke bengkel.
(17)   a. Coba panggil Kepala Bagian Umum.
b. Cobalah panggil Kepala Bagian Umum.
c. Coba panggillah Kepala Bagian Umum.

(18)   a. Silahkan masuk, Bu.
b. Silahkan menunggu sebentar.
c.  Silahkan mengisi formulir ini.
d. Silahkan ke situ dulu.
(19)   a. Sudilah Bapak mengunjungi pameran kami.
b. Sudi apalah kiranya menerima usul saya.
(20)   a. Kiranya Anda tidak keberatan.
b. Pembatalan itu kiranya dapat ditinjau kembali.

Perhatikan letak partikel –lah pada contoh-contoh di atas. Pada kalimat (16c, 17b, 19a-b) partikel itu dapat diletakkan pada kalimat penghalus atau pada verbanya (16d, 18c). Pada kalimat dengan verba di-, partikel –lah hanya dapat ditempelkan pada kalimat penghalus saja (16c).

2.2.4  Kalimat Imperatif Permintaan

Kalimat imperatif juga digunakan untuk mengungkapkan permintaan.  Kalimat seperti itu ditandai oleh kata minta atau mohon. Subjek pelaku kalimat imperatif permintaan  ialah pembicara yang sering tidak dimunculkan. Perhatikan contoh berikut.

(21)   a. Minta perhatian, saudara-saudara!
b. Minta ampun!
c. Minta maaf, Pak!
(22)   a. Mohon memperhatikan aturan ini.
b. Mohon surat ini ditandatangani.
c. Mohon diterima dengan baik.




2.2.5 Kalimat Imperatif Ajakan dan Harapan

          Di dalam kalimat imperatif, ajakan dan harapan tergolong kalimat yang biasanya didahului kata ayo(lah), mari(lah), harap, dan hendaknya. Perhatikan contoh berikut:
(23)   a. Ayolah, masuk!
b. Ayo, cepat!
c. Ayo, kita beristirahat sebentar.
(24)   a. Mari kita makan.
b. Mari ke sini sebentar.
c. Marilah kita bersatu.
(25)   a. Harap duduk dengan tenang.
b. Harap membaca dulu.
(26)   a. Hendaknya Anda pulang saja.
b. Hendaknya nasihat ini Anda turuti.

2.2.6 Kalimat Imperatif Larangan

Kalimat imperatif dapat bersifat larangan dengan adanya kata jangan(lah). Perhatikan contoh berikut:
(27)   a. Jangan (kamu) naik.
b. Jangan (kamu) marah.
c. Janganlah (kamu) ke sana dulu.
d. Jangan berangkat hari ini.
e. Janganlah membaca di tempat gelap.
f.  Jangan duduki bantal ini.
g. Janganlah kau hiraukan tuduhannya.

2.2.7  Kalimat Imperatif Pembiaran

Yang juga termasuk golongan kalimat imperatif ialah pembiaran yang dinyatakan dengan katra biar(lah) atau biarkan(lah). Sebetulnya dapat diartikan bahwa kalimat itu menyuruh membiarkan supaya sesuatu terjadi atau berlangsung. Dalam perkembangannya kemudian pembiaran berarti minta izin agar sesuatu jangan dihalangi. Perhatikan contoh berikut.

(28)   a. Biarlah saya pergi dulu, kau tinggal di sini.
b. Biarlah kita bekerja di kebun sekarang.
c. Biarkan saya yang menggoreng ikan.
d. Biarkanlah saya menanyai orang itu.

2.3 Kalimat Interogatif

Kalimat interogatif, yang juga dikenal dengan nama kalimat tanya, secara formal ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, lerapa, kapan, dan bagaimana dengan atau tanpa partikel –kah sebagai penegas. Kalimat interogatif diakhiri dengan tanda tanya (?) pada bahasa tulis dan pada bahasa lisan dengan suara naik, terutama jika tidak ada kata tanya atau suara turun. Bentuk kalimat interogatif biasanya digunakan untuk meminta (1) jawaban “ya” atau “tidak”, atau (2) informasi mengenai sesuatu atau seseorang dari lawan bicara atau pembaca (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 366).

Kalimat interogatif adalah kalimat yang mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Jawaban bisa berupa ya atau tidak atau berupa paparan yang panjang lebar.  Halim dalam Tarmini (2013: 100) dalam bukunya yang berjudul Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa Indonesia menyinggung perihal interogatif yang dikaitkan dengan intonasi. Halim mengemukakan bahwa kalimat interogatif merupakan kalimat tanya yang bergantung dengan jenis jawaban yang dikehendaki atau yang diharapkan. Ada dua tipe jawaban, pertama, jawaban yang menghendaki orang yang ditanya menjawab ya atau tidak dan kedua, jawaban yang menghendaki orang yang ditanya menjawab dengan pemaparan berupa informasi yang ditanyakan.

Kalimat yang berjawab ya-tidak dalam bahasa Indonesia dihasilkan melalui salah satu tiga cara: (i) dengan menggunakan indikator kata tanya apa dengan atau tanpa sufiks interogatif –kah; (ii) dengan menggunakan interogatif –kah; dan (iii) dengan menggunakan intonasi. Selanjutnya tipe kalimat interogatif kedua memerlukan penggunaan kata tanya apa, siapa di mana, berapa, kapan, sebagainya bergantung kepada masalahnya untuk mencari informasi baru. Halim mengemukakan bahwa kata tanya ini mengisi gatra sebutan kalimat yang bersangkutan.

Selanjutnya, Lapoliwa dalam Tarmini (2013: 100) mengemukakan perihal interogatif dalam bagian tulisan disertasinya yang berjudul Klausa Pemerlengkapan dalam Bahasa Indonesia. Lapoliwa berpendapat bahwa kalimat interogatif berdasarkan tujuan komunikatifnya dibedakan menjadi dua tipe kalimat interogatif yaitu (i) kalimat interogatif informatif dan (ii) kalimat interogatif konfirmatoris. Jenis kalimat interogatif informatif menuntut pendengar memberikan informasi kepada pembicara, sedangkan jenis kalimat interogatif konfirmatoris menuntut pendengar supaya menyatakan setuju mengenai suatu (hal) yang diungkapkan oleh kalimat tersebut.

Kridalaksana dalam Tarmini (2013: 101) berpendapat bahwa interogatif merupakan bentuk verba atau tipe kalimat yang dipergunakan untuk mengungkapkan pertanyaan. Kridalaksana menyinggung perihal interogatif sehubungan dengan pembahasannya mengenasi kelas kata dalam bahasa Indonesia. Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui oleh pembicara. Kridalaksana membagi interogativa menjadi tiga bagian, yaitu interogativa dasar dan interogativa turunan. Interogativa dasar, seperti apa, bila, bukan, kapan, ,mana, masa; Interogativa turunan, seperti apabila, apakah, apaan, apa-apaan, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah, bukankah, dengan apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain, siapa, yang mana, masakan; Interogativa terikat, seperti-kah dan –tah.
Moeliono dan Dardjowijojo dalam Tarmini (2013: 101) mengemukakan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau seseorang. Demikian halnya, Djajasudarma dalam Tarmini (2013: 101)  mengemukakan bahwa makna kalimat diwujudkan dari tanggapan pendengar atau pembaca kalimat tersebut dan dikemukakan pula bahwa bentuk kalimat interogatif biasanya digunakan untuk meminta (i) jawaban ya/tidak dan (ii) informasi sesuatu ataus eseorang dari kawan bicara atau pembaca. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang berisi kalimat tanya yang dapat menghasilkan jawaban ya, tidak, atau sebuah informasi tentang sebuah kejadian.

Dengan demikian, pakar bahasa Indonesia umumnya membagi interogatif menjadi dua bentuk, yaitu (i) bentuk kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan pertanyaan dengan jawaban ya/tidak dan (ii) bentuk kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan pertanyaan dengan jawaban berupa informasi. Berikut ini adalah bagan tipe interogatif yang dapat dikemukakan berdasarkan pakar bahasa tersebut.

Bagan Tipe Interogatif

Sumber: Halim (1984); Moeliono & Dardjowijojo (1988);
Lapoliwa (1990); Kridalaksana (1944); Djajasudarma (1999).
Tipe Interogatif
 
 


                       
 









-                Sistem interogatif

Konstruksi interogatif bahasa Indonesia memiliki kode/ciri interogatif tersendiri. Halim dalam Tarmini (2013: 102) mengemukakan bahwa tipe interogatif ya/tidak dalam bahasa Indonesia dihasilkan melalui salah satu dari tiga cara: (i) dengan menggunakan indikator kata tanya apa dengan atau tanpa sufiks interogatif -kah, (ii) dengan menggunakan interogatif       –kah, dan (iii) dengan menggunakan intonasi. Tipe kalimat interogatif dapat dibentuk melalui penggunaan kata tanya apa, siapa, di mana, berapa, kapan, dan sebagainya bergantung kepada masalahnya untuk mencari informasi baru. Halim mengemukakan bahwa kata tanya ini mengisi gatra sebutan kalimat yang bersangkutan.

Selanjutnya, Moeliono & Dardjowijojo dalam Tarmini (2013: 103) mengemukakan bahwa ada lima cara untuk membentuk kalimat tanya atau kalimat interogatif, yaitu (i) dengan menambahkan kata apa(kah), (ii) dengan membalikkan urutan kata, (iii) dengan memakai kata bukan atau tidak, (iv) dengan mengubah intonasi kalimat, dan (v) dengan memakai kata tanya. Demikian halnya, Djajasudarma dalam Tarmini (2013: 103) mengemukakan bahwa ada empat cara untuk membentuk kalimat interogatif dari kalimat deklaratif, yakni (i) dengan menambah partikel penanya apa(kah), dengan membalikkan susunan kata, (iii) dengan menggunakan kata bukan (kah) atau tidak (kah), (iv) dengan mengubah intonasi menjadi naik.

Berdasarkan paparan yang dikemukakan pakar bahasa di atas dapat dikemukakan tabel sistem interogatif sebagai berikut.

Sistem Interogatif dalam Bahasa Indonesia
Tokoh
Sintaktis:
Ciri-ciri sintaktis / sistem interogatif
Halim (1984);
Menggunakan indikator kata tanya apa (kah); menggunakan interogatif –kah; menggunakan intonasi; menggunakan kata tanya
Moeliono & Dardjowijojo (1988)
Menambah kata apakah; membalikkan urutan kata; menggunakan kata bukan / tidak; intonasi kalimat; kata tanya.
Djajasudarma (1999)
Partikel interogatif; membalikkan susunan kata; menggunakan kata bukan/tidak; intonasi naik.

Cara-cara ataupun strategi yang digunakan untuk membentuk kalimat inetrogatif seperti yang dikemukakan oleh Halim (1984), Moeliono & Dardjowijojo (1988), Djajasudarma (1999), Ultan (1978), dan Siemud (2001) di atas merupakan indikator yang dapat digunakan sebagai alat pembentuk kalimat interogatif.

-          Penggunaan Partikel

Partikel merupakan salah satu alat interogatif yang digunakan untuk membentuk kalimat interogatif. Partikel itu sendiri mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal (Kridalaksana dalam Tarmini, 2013: 104). Moeliono & Dardjowijojo dalam Tarmini (2013: 104) mengemukakan bahwa partikel interogatif –kah memiliki sifat manasuka bergantung pada macam kalimatnya. Berikut ini adalah kaidah pemakainya.

a.       Partikel –kah membentuk kalimat tanya
Diakah yang akan datang?
(Bandingkan: Dia yang akan datang.)
Hari inikah pekerjaan itu selesai?
(Bandingkan: Hari ini pekerjaan itu harus selesai.)

b.      Jika dalam kalimat tanya sudah ada kata tanya seperti apa, di mana, bagaimana, maka partikel –kah bersifat manasuka. Pemakaian –kah menjadikan kalimatnya lebih formal dan sedikit lebih halus.
Apakah ayahmu sudah datang?
Bagaimanakah penyelesaian soal ini?
Ke manakah anak-anak pergi?

c.       Jika dalam kalimat tidak ada kata tanya, maka –kah akan memperjelas bahwa kalimat itu adalah kalimat tanya. Kadang-kadang urutan katanya dibalik. Tanpa –kah, arti kalimatnya bergantung pada cara kita mengucapkannya dapat berupa kalimat berita atau kalimat tanya (Tarmini, 2013: 102-105).

Alwi, Hasan, dkk. (2010: 366-370) mengemukakan bahwa ada empat cara membentuk kalimat interogatif dari kalimat deklaratif: (1) dengan menambahkan partikel penanya apa, yang harus dibedakan dan  kata tanya apa, (2) dengan membalikkan susunan kata, (3) dengan menggunakan kata bukan(kah) atau tidak(kah), dan (4) dengan mengubah intonasi menjadi naik. Kalimat deklaratif dengan bentuk apapun (aktif, pasif, ekatransitif, dwitransitif, dan sebagainya) dapat diubah menjadi kalimat tanya dengan menambahkan partikel apa pada kalimat tersebut. Partikel –kah dapat ditambahkan pada partikel penanya itu mempertegas pertanyaan itu. Intonasi yang dipakai dapat sama dengan intonasi kalimat berita.

Perhatikan contoh berikut.
(29)   a. Dia istri Pak Bambang.
b. Apa dia istri Pak Bambang?
(30)   a. Pemerintah akan memungut pajak deposito.
b. Apa pemerintah akan memungut pajak deposito?
(31)   a. Suaminya ditangkap minggu lalu.
b. Apakah suaminya ditangkap minggu lalu?
(32)   a. Perbuatannya ketahuan istrinya.
b. Apakah perbuatannya ketahuan istrinya?

Semua kalimat (b) dalam contoh (29-32) memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Demikian pula, dengan contoh-contoh yang berikutnya.

Cara kedua, untuk membentuk kalimat tanya adalah dengan mengubah urutan kata dari kalimat deklaratif. Ada beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam hal ini:
1.   Jika dalam kalimat deklaratif terdapat kata seperti dapat, bisa, harus, sudah, dan mau, kata itu dapat dipindahkan ke awal kalimat dan ditambahkan partikel –kah.
   Perhatikan contoh berikut.
(33)   a. Dia dapat pergi sekarang.
b. Dapatkah dia pergi sekarang?
(34)   a. Narti harus segera kawin.
b. Haruskah Narti segera kawin?
(35)   a. Dia sudah selesai kuliahnya.
b. Sudahkah dia selesai kuliahnya?

Bentuk seperti sedang, akan, dan telah umumnya tidak dipakai dalam kalimat seperti ini.

2.   Dalam kalimat yang predikatnya nomina atau adjekiva, urutan subjek dan predikatnya dapat dibalikkan dan kemudian partikel –kah ditambahkan pada frasa yang telah dipindahkan ke muka.
   Perhatikan contoh berikut.
(36)   a. Masalah ini urusan Pak Ali.
b. Urusan Pak Alikah masalah ini?
(37)   a. Linda pacar Rudi.
b. Pacar Rudikah Linda?
(38)   a. Ayahnya sedang sakit.
b. Sedang sakitkah ayahnya?
(39)   a. Anaknya malas.
b. Malaskah anaknya?

3.    Jika predikat kalimat adalah verba taktransitif, ekatransitif, atau semitransitif, verba beserta objek atau pelengkapnya dapat dipindahkan ke awal kalimat dan kemudian ditambah partikel –kah.
Perhatikan contoh berikut:
(40)   a. Dia menangis kemarin.
b. Menangiskah dia kemarin?
(41)   a. Mereka bekerja di pabrik roti.
b. Bekerjakah mereka di pabrik roti?
(42)   a. Dia mencuri uang itu.
b. Mencuri uang itukah dia?
(43)   a. Orang itu membunuh adiknya.
b. Membunuh adiknyakah orang itu?

Perlu dicatat di sini bahwa meskipun kalimat-kalimat di atas terdapat bahasa kita, kalimat yang berobjek dan berpelengkap seperti ini lebih umum diubah menjadi kalimat tanya dengan memakai partikel apa(kah): Apa(kah) dia mencuri uang itu?
Cara ketiga, untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan menempatkan kata bukan/bukankah, (apa/atau) belum atau tidak. Perhatikan cara pemakaian kata-kata itu pada contoh berikut:
(44)   a. Dia sakit.
b. Dia sakit, bukan?
c. Bukankah dia sakit?
(45)   a. Atma Jaya sudah mulai kuliahnya.
b. Atma Jaya sudah mulai kuliahnya, bukan?
c. Bukankah Atma Jaya sudah mulai kuliahnya?
(46)   a. Para anggota tidak setuju.
b. Para anggota tidak setuju, bukan?
c. Bukankah para anggota tidak setuju?
(47)   a. Para peserta sudah datang.
b. Para peserta sudah datang, (apa/atau) belum?
(48)   a. Rahasianya sudah ketahuan.
b. Rahasianya sudah ketahuan, (apa/atau) belum?
(49)   a. Kamu mengerti soal ini.
b. Kamu mengerti soal ini, (apa/atau) belum?
(50)   a. Paket ini akan dikirim.
b. Paket ini akan dikirim, (apa/atau) belum?

Pada contoh-contoh di atas tampak bahwa kata-kata bukan, dan tidak ditempatkan di akhir kalimat dan didahului oleh koma. Kata belum dan tidak dapat didahului apa atau atau. Sementara itu, tampak bahwa kata bukankah seperti pada (44c), (45c), dan (46c) selalu ada di awal kalimat. Kalimat yang diakhiri dengan kata ingkar selalu ada di awal kalimat. Kalimat yang diakhiri dengan kata ingkar bukan, belum, atau tidak dinamakan kalimat interogatif embelan.

Cara keempat, yang dipakai untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan mempertahankan urutan kalimatnya seperti urutan kalimat deklaratif, tetapi dengan intonasi yang berbeda, yakni intonasi yang naik. Urutan dalam contoh yang berikut adalah urutan kalimat deklaratif. Tetapi, jika diucapkan dengan intonasi yang naik, maka berubahlah menjadi kalimat interogatif.
(51)   Jawabannya sudah diterima?
(52)   Dia jadi pergi ke Medan?
(53)   Penjahat itu belum tertangkap?
(54)   Ungi mengikuti kuliah di Jurusan Teknik?

            Cara terakhir, untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan memakai kata tanya seperti apa, berapa, siapa, kapan, dan mengapa. Sebagian besar dari kata tanya itu dapat menanyakan unsur wajib dalam kalimat seperti pada (55) dan (56), sebagian lain menanyakan unsur tak wajib seperti pada (57), (58), dan (59). Jawaban atas berbagai pertanyaan itu bukan “ya” atau “tidak”.

(55)   a. Dia mencari Pak Achmad.
b. Dia mencari siapa?
(56)   a. Pak Tarigan membaca buku.
b. Pak Tarigan membaca apa?
(57)   a. Minggu depan mereka akan berangkat ke Amerika.
b. Kapan mereka akan berangkat ke Amerika?
(58)   a. Keluarga Daryanto akan pindah ke Surabaya.
b. Keluarga Daryanto akan pindah ke mana?
(59)   a. Dia memecahkan masalah itu dengan baik.
b. Bagaimana dia memecahkan masalah itu?

            Letak sebagian besar kata tanya itu dapat berpindah tanpa mengakibatkan perubahan apa pun. Dengan demikian, kalimat Keluarga Daryanto akan pindah ke mana? Dapat diubah menjadi Ke mana keluarga Daryanto akan pindah?, dan seterusnya. Sebagian yang lain, seperti bagaimana, mempunyai letak yang tegar, yakni di awal kalimat. Jadi, kalimat (59b) tidak dapat diubah menjadi Dia memecahkan masalah itu bagaimana?.

            Kalimat interogatif yang memakai kata tanya siapa atau apa yang juga menggantikan unsur wajib dalam kalimat mengakibatkan perubahan struktur kalimat jika dipindahkan ke bagian depan. Perhatikan kembali kalimat (55b) dan (56b) di atas. Jika siapa dan apa kita pindahkan ke depan, seluruh konstruksi kalimat beruah. Bandingkan dengan (a) dan (b) berikut:
(60)   a. Dia mencari siapa?
b. Siapa yang dia cari?
(61)   a. Pak Tarigan membaca apa?
b. Apa yang dibaca Pak Tarigan?

            Penempatan siapa dan apa di awal kalimat mengakibatkan dua hal: (1) kata sambung relatif yang harus muncul dan (2) kalimat sesudah kata sambung itu harus dalam bentuk pasif. Sebagai akibat dari perpindahan itu, urutannya menjadi predikat dan subjek seperti terlihat pada diagram berikut.
Siapa yang dia cari?
    P              S
Apa yang sedang dibaca Pak Ton?
   P                           S

          Kata tanya siapa dan apa pada contoh di atas menggantikan objek kalimat yang kemudian dipindahkan ke depan. Ada pula pemakaian lain dari kedua kata itu, yakni untuk menggantikan subjek kalimat. Perhatikan contoh yang berikut:

(62)   a. Icuk memenangi pertandingan itu.
b. Siapa yang memenangi pertandingan itu?
(63)   a. Topan Susie menghancurkan desa mereka.
b. Apa yang menghancurkan desa mereka?

          Pada contoh (b) di atas, siapa dan apa masing-masing menggantikan subjek Icuk dan topan Susie. Akan tetapi, dari contoh di atas tampak pula bahwa kata sambung yang umumnya juga harus muncul. Perlu dicatat bahwa apa dan siapa dalam kalimat (62b) dan (63b) itu menjadi predikat, sedangkan sisa kalimat menjadi subjek.

          Perlu dicatat pula bahwa jika kalimat interogatif dijadikan bagian dari kalimat deklaratif, kalimat interogatif itu kehilangan sifat keinterogatifannya sehingga tanda baca yang dipakai pun adalah tanda titik, dan bukan tanda tanya.
Perhatikan contoh berikut.
(64)   Saya tidak tahu kapan mereka akan berangkat.
(65)   Kami mengerti bagaimana perasaan dia.
(66)   Pak Menteri tidak peduli apa Anda setuju atau tidak.













BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan

a.       Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia merupakan kalimat yang mengandung maksud    memberitakan sesuatu kepada lawan tutur. Sesuatu yang diberitakannya, umumnya, merupakan pengungkapan suatu peristiwa atau suatu kejadian, baik dalam bentuk tuturan langsung maupun tidak langsung.
b.      Kalimat imperatif adalah kalimat yang bertujuan memberikan perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Biasanya diakhiri dengan tanda seru (!). Dalam bentuk lisan, kalimat perintah ditandai dengan intonasi tinggi.
c.       Kalimat interogatif adalah kalimat yang dibentuk untuk mendapatkan responsi berupa jawaban. Secara formal, kalimat tanya ditandai oleh hadirnya kata tanya seperti apa, siapa„berapa, kapan, dan juga diakhiri oleh tanda tanya (?) pada bahasa tulis, sedangkan pada bahasa lisan, ditandai dengan intonasi naik jika ada kata tanya atau intonasi turun.

3.2 Saran

Adapun saran yang ingin disampaikan dalam makalah ini adalah agar dalam penggunaan kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan kalimat interogatif dalam bahasa Indonesia harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

Dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tulis, kita sebenarnya tidak mengunakan kata-kata secara lepas. Akan tetapi, kata-kata itu terangkai mengikuti aturan atau kaidah yang berlaku sehingga terbentuklah rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan. Rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan itu dinamakan kalimat. Memberi definisi suatu kata dapat bertujuan untuk memperjelas maksud suatu kata tertentu. Memberikan definisi pada suatu kata sering ditulis atau disajikan dalam suatu proposal, karya tulis, karya ilmiah, tesis, skripsi, ceramah, seminar, dan kegiatan lainnya. Dengan adanya definisi yang jelas, suatu pembicaraan atau uraian kalimat akan lebih mudah diterima dan dicerna oleh pembaca atau pendengar. Selain itu definisi juga berfungsi untuk memberikan batasan-batasan suatu teori atau permasalahan yang sedang diteliti atau diuraikan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mencari definisi suatu kata dengan menggunakan kamus yang berupa buku. Tentunya cara tersebut dirasa masih kurang praktis karena harus membuka lembar demi lembar untuk mencari definisi atau arti dari kata yang sedang dicari. Jika anda sedang bekerja berhadapan dengan komputer, tentu akan lebih enak mencari definisi kata menggunakan media online yang langsung akan memberikannya kepada anda tanpa harus bersusah payah. Definisi yang disajikan dapat berupa kata dalam bahasa Indonesia maupun kata dalam bahasa lain khususnya bahasa Inggris.

 




















DAFTAR PUSTAKA


Tarmini, 2013. Sintaksis Bahasa Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI CORONA

CORONA Karya Asep Perdiansyah Corona datang menyerang Dunia menjadi tak tenang Tempat keramaian seketika menghilang Matahari b...