Senin, 05 Februari 2018

KELAS KATA VERBA DALAM BAHASA INDONESIA















KELAS KATA VERBA DALAM BAHASA INDONESIA



 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Chaer dan Agustina (2010: 14), bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Dengan bahasa, manusia mampu menyampaikan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan. Proses pembentukan bahasa ini melibatkan proses yang lama. Pada zaman dahulu, bahasa yang digunakan masih sangat sederhana. Seiring dengan perkembangan waktu, bahasa mengalami perubahan menyesuaikan situasi dan kondisi. Terjadi penambahan kosa kata untuk hal-hal yang baru. Kosa kata yang sudah tidak relevan diganti dengan kosa kata yang baru. Sehingga perkembangan bahasa sendiri bersifat dinamis, menyesuaikan kebutuhan masyarakat yang menggunakan bahasa itu.
Di indonesia sendiri, bahasa Indonesia mengalami perkembangan. Bahasa Indonesia dahulunya berasal dari Bahasa Melayu. Mengapa Bahasa Melayu yang digunakan? Karena struktur Bahasa Melayu lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa yang lain dan pemakaiannya di Indonesia pada saat itu pun mencapai jumlah terbanyak dibandingkan dengan bahasa yang lain.
Dalam Bahasa Indonesia sendiri, ada bidang pembahasan seperti fonologi, morfologi, nomina (kata benda), verba (kata kerja), adjektiva (kata sifat), adverbia,  kata tugas, afiks, kata majemuk, semantik, frasa, klausa, kalimat, dan lain sebagainya. Agar lebih memudahkan pembahasan, penulis memilih salah satu bidang bahasan dalam Bahasa Indonesia yaitu “ Kelas Kata Verba dalam Bahasa Indonesia.Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat, dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis, seperti ciri kala, aspek, pesona, atau jumlah (Kridalaksana, 2008: 254). Penulis memilih bahasan topik tersebut karena dirasa penting bagi pengguna Bahasa Indonesia itu sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, akan sangat kesulitan bila berbicara tanpa menggunakan verba. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai verba dalam Bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini sebagai berikut.
1.      Apakah pengertian verba?
2.      Apa sajakah batasan dan ciri verba?
3.      Bagaimanakah verba dari segi perilaku semantisnya?
4.      Bagaimanakah verba dari segi perilaku sintaksisisnya?
5.      Bagaimanakah verba dari segi perilaku bentuknya?
6.      Bagaimanakah morfologi dan semantik verba transitif?
7.      Bagaimanakah morfologi dan semantik verba taktransitif?
8.      Bagaimanakah verba majemuk?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut.
1.      Menjelaskan pengertian verba.
2.      Menjelaskan batasan dan ciri verba.
3.      Menjelaskan verba dari segi perilaku semantisnya.
4.      Menjelaskan verba dari segi perilaku sintaksisisnya.
5.      Menjelaskan verba dari segi perilaku bentuknya.
6.      Menjelaskan morfologi dan semantik verba transitif.
7.      Menjelaskan morfologi dan semantik verba taktransitif.
8.      Menjelaskan verba majemuk.



 



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Verba
Verba mempunyai peranan yang amat penting dalam satu kalimat. Verba adalah poros kalimat yang menentukan jenis struktur kalimat yang dibentuknya. Menurut KBBI  (2007:  1260),  kata  kerja  adalah  kata  yang  menggambarkan  proses,  atau keadaan kata kerja. Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat, dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis, seperti ciri kala, aspek, pesona, atau jumlah (Kridalaksana, 2008: 254). Verba mempunyai peranan yang amat penting dalam satu kalimat. Verba adalah poros kalimat yang menentukan jenis struktur kalimat yang dibentuknya. Menurut KBBI  (2007:  1260),  kata  kerja  adalah  kata  yang  menggambarkan  proses,  atau keadaan kata kerja.

Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat, dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis, seperti ciri kala, aspek, pesona, atau jumlah (Kridalaksana, 2008: 254). Kridalaksana juga menambahkan bahwa kata kerja secara sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dari perilakunya dari satuan yang lebih besar; jadi sebuah kata dapat dikatan berkategori verba hanya dari perilakunya dalam frase, yakni dalam hal kemungkinannya satuan   itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di- atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak.

Menurut Ramlan (dalam Putrayasa, 2010: 73), kata kerja (verba) adalah kata yang menyatakan tindakan. Berdasarkan pengertian verba menurut ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa verba mempunyai peranan yang amat penting dalam satu kalimat. Verba adalah kelas kata yang menduduki fungsi sebagai predikat, verba atau kata kerja biasanya dibatasi dengan kata-kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.

2.2 Batasan dan Ciri Verba

Menurut Alwi, dkk. (2003: 91) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantisnya, (2) perilaku sintaksis, (3) bentuk morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama adjektiva karena ciri-ciri berikut ini.
a.         Verba memiliki memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat walaupun dapat juga mempunya fungsi lain.

Contoh:
(1) Pencuri itu lari.
(2) Mereka sedang belajar di kamar.
(3) Bom itu seharusnya tidak meledak.
(4)   Orang asing itu tidak akan suka masakan Indonesia.

Bagian yang dicetak miring adalah predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat itu. Fungsi dari bagian yang dicetak miring di atas adalah sebagai inti predikat.
b.        Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
c.         Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’. Verba seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati atau *tersuka.
d.        Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali (Alwi, dkk. (2003: 91).

2.3 Verba dari Segi Perilaku Semantisnya
Tiap verba memiliki makna inheren yang terkandung di dalamnya. Verba lari dan belajar pada contoh (1) dan (2) di atas, misalnya, mengandung makna inheren perbuatan. Verba seperti itu biasanya dapat menjadi jawaban untuk pertanyaanApa yang dilakukan oleh subjek? Verba lari, misalnya, dapat menjadi jawaban atas pertanyaan Apa yang dilakukan oleh pencuri itu?
Demikian pula verba belajar dan beberapa verba perbuatan berikut dapat menjawab pertanyaan seperti di atas.

mendekat
Mandi
mencuri
memberhentikan
membelikan
menakut-nakuti
memukuli
naik haji
                
                            
Verba meledak pada kalimat (3) di atas, dan banyak verba lainnya, mengandung makna inheren proses. Verba yang mengandung makna itu biasanya dapat menjawab pertanyaan Apa yang terjadi pada subjek? Pada contoh (3) di atas, kita dapat bertanya, Apa yang terjadi pada ‘bom itu’? Jawabannya: Bom itu meledak. Verba proses juga menyatakan adanya perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Membesar,misalnya, menyatakan perubahan dari keadaan yang kecil ke keadaan yang tidak kecil lagi.

Beberapa contoh verba proses yang lain adalah:
mati
meninggal
jatuh
kebanjiran
mengering
terbakar
mengecil
terdampar

Semua verba perbuatan dapat dipakai dalam kalimat perintah, tetapi tidak semua verba proses dapat dipakai dalam kalimat seperti ini. Misalnya, dari verba lari dapat dibentuk kalimat perintah Lari! Atau Larilah!. Namun, dari verba meledak tidak dapat dibentuk kalimat perintah *Meledak(lah), kecuali dalam kasus-kasus khusus seperti dalam pertunjukan sulap ketika penyulap, misalnya memerintahkan topinya untuk meledak (Alwi, dkk. (2003: 93).

Perbedaan makna inheren antara verba perbuatan dan verba proses itu perlu diperhatikan. Kita tidak dapat, misalnya, bertanya Apa yang terjadi pada pencuri itu? dan mendapat jawaban Dia lari. Demikian pula kita tidak dapat bertanya Apa yang dilakukan oleh bom itu? dengan jawaban Bom itu meledak.

Verba suka pada kalimat (4) di atas mengandung makna inheren keadaan. Verba yang mengandung makna keadaan umumnya tidak dapat menjawab kedua jenis pertanyaan di atas dan tidak dapat dipakai untuk membentuk kalimat perintah. Verba keadaan menyatakan bahwa acuan verba berada dalam situasi tertentu.

Verba keadaan sering sulit dibedakan dari adjektiva karena kedua jenis kata itu mempunyai banyak persamaan. Bahkan dapat dikatakan bahwa verba keadaan yang tidak tumpang-tindih dengan adjektiva jumlahnya sedikit. Satu ciri yang umumnya dapat membedakan keduanya ialah bahwa prefiks adjektiva ter- yang berarti ‘paling’ dapat ditambahkan pada adjektiva, tetapi tidak pada verba keadaan. Dari adjektiva dingin dan sulit, misalnya, dapat dibentuk terdingin (paling dingin) dan tersulit (paling sulit), tetapi dari sukatidak dapat dibentuk *tersuka. Contoh lain dari kelompok verba keadaan ini adalah mati dan berguna.

Makna inheren suatu verba tidak terikat dengan wujud verba tersebut. Artinya, apakah suatu verba berwujud kata dasar, kata yang tanpa afiks, atau yang dengan afiks, hal itu tidak mempengaruhi makna inheren yang terkandung di dalamnya. Dasar verba seperti beli menyatakan perbuatan; demikian pula verba asal pergi. Verba berafiks menguning menyatakan suatu proses perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.

Makna inheren juga tidak selalu berkaitan dengan status ketransitifan suatu verba. Suatu verba taktransitif dapat memiliki makna inheren perbuatan (misalnya, pergi) atau proses (misalnya, menguning). Sementara itu, verba transitifpada umumnya memang mengandung makna inheren perbuatan meskipun tidak semuanya demikian. Verba transitif mendengar atau melihat, misalnya, tidak menyatakan perbuatan.

Di samping ketiga makna inheren di atas, ada pula makna-makna lain yang terdapat pada verba-verba tertentu. Verba seperti mendengar atau melihat seperti
dicontohkan di atas berbeda makna inherennya dengan mendengarkan atau memperlihatkan. Mendengar dan melihat merujuk pada peristiwa yang terjadi begitu saja pada seseorang, tanpa kesengajaan atau kehendaknya. Seseorang yang mendengar nyanyian, misalnya, mengalami suatu peristiwa, yakni adanya suara yang masuk ke telinganya tanpa dia kehendaki. Peristiwa ini berbeda dengan mendengarkan karena dalam mendengarkan terkandung pengertian kesengajaan. Dengan demikian, kalimat Dia mendengar lagu itu berbeda makna dengan Dia mendengarkan lagu itu. verba sepertimendengar dan melihat dinamakan verba pengalaman. Verba tahu, lupa, ingat, menyadari, dan merasa,misalnya, juga tergolong dalam verba pengalaman (Alwi, dkk, 2003: 94).

Makna yang terkandung dalam verba dapat pula muncul karena adanya afiksasi. Apabila ada suatu verba dan pada verba itu kita tambahkan afiks tertentu, akan muncul makna tambahan. Verba membeli,misalnya, adalah verba perbuatan. Apabila ditambahkan sufiks –kan pada verba ini (sehingga menjadi membelikan), maka muncul makna tambahan, yakni ‘perbuatan itu dilakukan untuk orang lain. ‘Tambahan sufiks –i pada verba memukul (sehingga menjadi memukuli) memberikan makna tambahan ‘perbuatan itu dilakukan lebih dari satu kali. ‘Tambahan prefiks ter- pada bawa (sehingga menjadi terbawa) memberikan makna tambahan ‘tidak sengaja’, dan seterusnya.



2.4 Verba dari Segi Perilaku Sintaksisnya
Verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal verba perpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut. Verba mendekat mengharuskan adanya subjek sebagai pelaku, tetapi melarang munculnya nomina di belakangnya. Sebaliknya, verba mendekati mengharuskan adanya nomina di belakangnya. Perilaku sintaksis ini berkaitan erat dengan makna dan sifat ketransitifan verba (Alwi, dkk, 2003: 94).
2.4.1 Pengertian Ketransitifan
Di lihat dari sintaksisnya, ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor: (1) adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang berfungsi sebagai objek dalam kalimat aktif dan (2) kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Dengan demikian, pada dasarnya verba terdiri atas verba transitif dan verba taktransitif (Alwi, dkk, 2003: 94-95).
2.4.1.1  Verba Transitif
Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Contoh:
Ibu sedang membersihkan kamar itu.
Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur.
Verba yang dicetak miring adalah verba transitif. Masing-masing diikuti oleh nomina atau frasa nominal, yaitu kamar itu, pemimpin yang jujur. Nomina dapat juga dijadikan subjek pada kalimat pasif seperti
              Kamar itu sedang dibersihkan oleh ibu.
              Pemimpin yang jujur pasti dicintai oleh rakyat.




Menurut Alwi, dkk, (2003: 95-97), verba transitif terbagi lagi menjadi tiga:
a.      Verba Ekatransitif
Verba Ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek.
Contoh:
Saya sedang mencari pekerjaan.
               Ibu akan membeli baju baru.
Verba mencari dan membeli merupakan verba ekatransitif karena kedua verba ini hanya memerlukan sebuah objek (pekerjaan dan baju baru). Objek dalam kalimat yang mengandung verba ekatransitif dapat diubah fungsinya sebagai subjek dalam kalimat pasif.
b.      Verba Dwitransitif
Verba Dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua nomina, satu sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.
Contoh:
Saya sedang mencarikan adik sebuah pekerjaan.
Ibu akan membelikan kakak baju baru.
Verba mencarikan dan membelikan merupakan verba dwitransitif karena masing-masing memiliki objek (saya dan kakak), sedangkan sebagai pelengkapnya (sebuah pekerjaan dan baju baru)
c.       Verba Semitransitif
Verba Semitransitif adalah verba yang objeknya boleh ada dan boleh juga tidak.
Contoh:
Ayah sedang membaca koran
Ayah sedang membaca

Contoh di atas ada yang memakai objek seperti Ayah sedang membaca koran, ada juga yang tidak memakai objek seperti Ayah sedang membaca. Verba membaca adalah verba semitransitif karena verba itu boleh memiliki objek (koran), tetapi juga boleh berdiri sendiri tanpa objek. Jadi, objek untuk verba semitransitif bersifat manasuka.

2.4.1.2  Verba Taktransitif
Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif (Alwi, dkk, 2003: 97-99). Contoh:
Maaf, Pak, Ayah sedang mandi
Kami harus bekerja keras untuk membangun negara.
Petani di pegunungan bertanam jagung.
Verba mandi dan bekerja pada contoh di atas, adalah verba taktransitif karena tidak dapat diikuti nomina. Verba bertanam memang diikuti nomina jagung, tetapi nomina itu bukanlah objek karena tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Oleh karena itu, bertanam disebut verba taktransitif, sedangkan jagung adalah pelengkap.
Pelengkap tidak harus nomina. Dengan demikian, verba taktransitif dibagi atas dua macam, yaitu verba yang berpelengkap dan verba tak berpelengkap.
Perhatikan kalimat berikut.
1.      Rumah orang  kaya itu berjumlah dua puluh buah.
2.      Yang dikemukakannya adalah suatu dugaan.
3.       Dia sudah mulai bekerja.
4.      Anak itu kedapatan merokok.
5.      Dia berpendapat (bahwa) ekonomi negara itu akan membaik.
Verba berjumlah, mulai, dan berkedapatan adalah verba berpelengkap, dan pelengkap verba tersebut harus ada dalam kalimat. Jika pelengkap itu tidak hadir, kalimat yang bersangkutan tidak sempurna dan tidak berterima. Pelengkap seperti dua puluh buah dan suatu dugaan mengikuti verba tersebut. Karena pelengkap harus hadir, maka verba disebut juga verba taktransitif berpelengkap wajib. Verba berpendapat juga merupakan verba yang berpelengkap wajib, tetapi pelengkap verba tersebut bukan merupakan kata atau frasa, melainkan klausa yang didahului oleh konjungsi bahwa. Namun, dalam konteks pemakaian yang lain, ketiga verba dapat pula tidak diikuti oleh pelengkapnya.
Contoh:
Makin tua makin menjadi.
Pikiran yang dikemukakannya bernilai.
Film itu berwarna.

Pelengkap tidak selalu hadir, maka verba yang berpelangkap manasuka seperti di atas disebut verba taktransitif berpelengkap manasuka.

2.4.1.3  Verba Berpreposisi
Verba berpreposisi ialah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu, seperti yang terdapat dalam kalimat berikut.
Kami belum tahu akan/ tentang hal itu.
Saya sering berbicara tentang hal ini.

Verba tahu akan atau tahu tentang, berbicara tentang merupakan verba preposisi. Contoh lain dari verba preposisi adalah sebagai berikut.
cinta pada/akan
teringat akan/pada
suka akan/pada
tergolong dalam
terbagi atas
terkenang akan/pada
sejalan dengan
mirip dengan
serupa dengan
bercerita tentang
bertentangan dengan
bergantung pada
berlawanan dengan
keluar dari


Di antara verba yang berpreposisi, ada yang sama atau hampir sama artinya dengan verba transitif. Contoh sebagai berikut.


berbicara tentang         =          membicarakan
cinta pada/akan           =          mencintai
suka akan                     =          menyukai
tahu akan/tentang        =          mengetahui
bertemu dengan           =          menemui


2.5 Verba dari Segi Bentuknya
Kita harus menyadari bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat dua macam dasar yang dipakai dalam pembentukan verba: (1) dasar yang tanpa afiks apapun telah memiliki kategori sintaksis dan mempunyai makna yang mandiri, dan (2) dasar yang kategori sintaksis ataupun maknanya baru dapat ditentukan setelah diberi afiks. Dasar dari yang pertama dinamakan dasar bebas, sedangkan yang kedua disebut dasar terikat. Bentuk seperti marah, darat, dan pergi adalah dasar bebas. Bentuk juang, temu, dan selenggara adalah dasar terikat. Ketiga contoh terakhir tersebut belum dapat dimasukkan ke dalam kelas kata manapun dan belum pula mempunyai makna yang mandiri. Kelas dan makna ketiga bentuk itu ditentukan oleh afiks yang dibubuhkan padanya. Jika ditambahkan afiks ber- atau meng-kan, yang diperoleh adalah verba berjuang bertemu, dan menyelenggarakan dengan arti masing-masing. Berdasarkan kedua macam dasar tersebut, bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, yakni verba asal dan verba turunan (Alwi, dkk, 2003: 102).
2.5.1 Verba Asal
Verba asal ialah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Hal itu berarti dalam tataran yang lebih tinggi seperti klausa ataupun kalimat, baik dalam bahasa formal maupun bahasa nonformal (Alwi, dkk, 2003: 105). Contoh adalah sebagai berikut.
Di mana Bapak tinggal?
Segera setelah tiba di Jawa, kirimlah surat ke mari.
Kita perlu tidur sekitar enam jam sehari?

Makna leksikal, yakni makna yang melekat pada kata. Telah dapat pula diketahui dan verba semacam itu. Dalam bahasa Indonesia jumlah verba asal tidak banyak. Contohnya sebagai berikut.

ada
gugur
jatuh
mandi
bangun
hancur
kalah
mati
cinta
hidup
lahir
menang
datang
hilang
lari
minum
duduk
ikut
makan
muak
naik
rasa
tenggelam
tumbang
paham
sadar
terbit
tumbuh
pecah
suka
tiba
turun
pergi
tahan
tidur
tamat
pulang
tahu
tinggal
yakin
                                                                       
Daftar di atas mengandung juga sejumlah kata yang mempunyai ciri verba dan adjektiva sekaligus, misalnya hancur dan pecah.

2.5.2 Verba Turunan
Menurut Alwi, dkk, (2003: 94) verba turunan adalah verba yang dibentuk melalui transposisi, pengafiksan, reduplikasi (pengulangan), atau pemajemukan (pemaduan). Transposisi adalah proses penurunan kata yang memperlihatkan peralihan suatu kata dari kategori sintaksis yang satu ke kategori sintaksis yang lain tanpa mengubah bentuknya.dari nomina jalan, misalnya, diturunkan verba jalan.
Dasar
Verba Turunan
telepon
telepon
cangkul
cangkul
gunting
gunting
sikat
sikat
Pengafiksan adalah penambahan afiks pada dasar kata. Contohnya sebagai berikut:
Dasar
Verba Turunan
beli
membeli
darat
mendarat
besar
memperbesar
Sepeda
bersepeda
temu
bertemu
                       
Reduplikasi adalah pengulangan suatu dasar. Contohnya sebagai berikut:
Dasar
Verba Turunan
lari
lari-lari
makan
makan-makan
tembak
tembak-menembak
terka
menerka-nerka
                                
Kata turunan yang dibentuk dengan proses reduplikasi dinamakan kata berulang. Dengan demikian, verba turunan dapat juga disebut verba berulang.
Pemajemukan adalah penggabungan atau pemaduan dua dasar atau lebih sehhingga menjadi satu satuan makna.
Dasar
Verba Turunan
jual, beli
jual beli
jatuh, bangun
jatuh bangun
salah, sangka
salah sangka
salah, hitung
salah hitung
hancur, lebur
hancur lebur

Kata turunan yang terbentuk melalui pemajemukan disebut kata majemuk. Dengan demikian, verba turunan dapat pula disebut verba majemuk.
2.6 Morfologi dan Semantik Verba Transitif
Menurut Alwi, dkk, (2003: 121-137), ada verba transitif dalam bahasa Indonesia yang terbentuk dengan proses penurunan kata. Proses penurunan yang bisa mengakibatkan perubahan bentuk bentuk ini sering pula membawa perubahan atau tambahan makna. Penurunan verba beserta maknanya akan disajikan dalam bagian-bagian berikut.
1.       Penurunan verba Transitif
Verba transitif dapat diturunkan melalui transposisi, afiksasi, dan reduplikasi. Transposisi adalah pemindahan dari satu kelas kata ke kelas kata lain tanpa perubahan bentuk. Afiksasi adalah penambahan prefiks, infiks, atau sufiks pada dasar kata. Reduplikasi adalah pengulangan suatu dasar.

a.       Penurunan melalui Transposisi
Transposisi adalah pemindahan dari satu kelas kata ke kelas kata lain tanpa perubahan bentuk. Ada kelompok kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki kelas kata ganda, misalnya sebagai nomina atau pun sebagai verba. Misal kata seperti  jalan. Kata jalan dipakai sebagai verba dalam kalimat Mari kita jalan atau sebagai nomina seperti dalam kalimat Nama jalan ini apa? Berikut adalah contoh-contoh transposisi verba.
Nomina
Verba
Tak Formal
Formal
jalan
jalan
berjalan
cangkul
cangkul
mencangkul
telepon
telepon
menelepon
gunting
gunting
menggunting

karena bentuk nomina dan bentuk verbanya sama, patokan umum yang dipakai adalah bahwa bentuk yang maknanya tidak bergantung pada makna dari bentuk lain itulah yang dianggap sebagai sumber. Makna verba gunting (atau menggunting) tergantung pada nomina gunting, nomina gunting dianggap sebagai sumber transposisi dan verba gunting diturunkan dari nomina ini. Misalnya, kalimat Guntinglah kain itu!, yang artinya ‘potonglah kain itu dengan gunting.’

2.       Penurunan melalui Afiksasi
Verba transitif dapat diturunkan dari berbagai dasar dengan menggunakan prefiks meng-,termasuk meng- yang berkombinasi baik dengan sufiks –kan dan –i maupun dengan gabungan prefiks-sufiks per-kan dan per-i. Dalam kalimat pasif, prefiks meng  digantikan oleh prefiks di- atau ter-.

a.       Penurunan verba transitif dengan meng-
Verba transitif yang diturunkan dengan menambahkan prefiks meng- pada dasar. Verba dasar seperti belicari, dan ambil; tidak boleh dari dasar lain seperti nomina (misalnya, darat). Berikut adalah beberapa contoh.
beli            =>        membeli

cari            =>        mencari

lihat           =>        melihat

pakai         =>        memakai

ambil         =>        mengambil


b.      Penurunan verba transitif dengan –kan
Dalam wujud aktifnya, sufiks –kan dapat berkombinasi dengan prefiks meng- sehingga menghasilkan kombinasi meng- dan -kan. Sebagian dasar mutlak memerlukan kehadiran sufiks -kan karena hanya dengan meng- saja status verba tidak dapat dimunculkan. Dasar seperti kerja dan boleh tidak dapat diturunkan menjadi *mengerja, dan *memboleh. Untuk memperoleh status verba, sufiks –kan mutlak diperlukan. Dengan demikian, verbanya adalah mengerjakan, dan membolehkan.

Sebagian dasar yang lain dapat diturunkan menjadi verba dengan meng-kan tetapi sufiks –kan wajib ada hanya apabila verba tersebut harus bersifat transitif. Dengan kata lain, dengan prefiks meng- saja sebenarnya telah terbentuk verba, tetapi statusnya taktransitif. Pada umumnya dasar menurunkan verba seperti ini adalah adjektiva meskipun dasar lain seperti nomina atau pronomina juga dipakai. Dasar seperti kuning, misalnya, dapat diturunkan menjadi verba menguning, tetapi statusnya taktransitif. Bila status transitif dikehendaki, sufiks –kan wajib muncul sehingga terbentuklah verba transitifmenguningkan. Contoh lain seperti, besar-membesarkan, satu-disatukan, dan lain sebagainya.

Sebagian dasar yang lain lagi dapat diturunkan menjadi verba transitif dengan menambahkan meng-kan. Seperti halnya dengan kelompok di atas, sebenarnya tanpa sufiks–kan pun benruk ini telah dapat berfungsi sebagai verba. Perbedaan dengan kelompok di atas adalah bahwa dalam kelompok di atas verba yang hanya dengan meng- itu berstatus taktransitif (misalnya, melebar). Pada kelompok yang sekarang ini, verba yang hanya dengan meng- ini sudah berstatus transitif. Dengan ditambahkan sufiks –kan, statusnya berubah dari ekatransitif menjadi dwitransitif. Pada umumnya dasar yang dipakai telah berstatus verba pula. Dari dari dasar beli, misalnya, dapat diturunkan verba ekatransitif membeli dan dwitransitif membelikan. Pembentukan verba dengan sufiks –kan begitu produktif sehingga boleh dikatakan dasar apapun dapat dipakai, termasuk frasa preposisi, nama diri, dan akronim.
Contoh: 
ke depan menjadi mengedepankan.
Indonesia menjadi mengindonesiakan.
Berdikari menjadi memberdikarikan.
ABRI menjadi meng-ABRI-kan.

c.       Penurunan Verba Transitif dengan –i
Dalam bentuk aktifnya, verba transitif yang diturunkan dengan sufiks –i dapat pula berkombinasi dengan prefiks meng-. Ada sejumlah kata dasar yang mutlak memerlukan kehadiran sufiks 
–i ini untuk memperoleh status verba. Dasar seperti restu, misalnya, tidak dapat menjadi verba hanya dengan meng- saja sehingga tidak ada verba *merestu. Sufiks –i harus ditambahkan sehingga terbentuklah verba transitif merestui. Contoh lain dari kelompok ini adalah mengadili, menghendaki, membiayai, mewarnai, dan lain-lain.

d.      Penurunan Verba Transitif dengan per- dan –kan/i
Verba yang diturunkan dari bermacam-macam pangkal dengan afiks per-, per-kan, dan per-i dibicarakan bersama karena jumlah verba dalam kelompok ini tidak banyak. Dalam bentuk aktifnya, kebanyakan kata verba dalam kelompok ini dibentuk dengan menambahkan meng- dan per- saja.
Contoh: 
memperbanyak
mempermudah
memperbesar
memperketat
Sebagian dasar yang lain tidak cukup hanya dengan penambahan memper-tetapi masih memerlukan sufiks pula. Dalam hal ini, sufiks –kan banyak dipakai untuk menurunkan verba memper-kan. 
Contoh: 
memperbincangkan
mempermasalahkan
mempermainkan
mempersembahkan
mempertimbangkan, dan lain sebagainya.

Ada juga sufiks lain yang dipakai, yaitu –i. Contoh: memperbaiki, mempersenjatai, memperbarui, dan lain sebagainya.

e.       Penurunan Verba Transitif dengan di- dan ter-
Verba aktif transitif yang berprefiks meng-, baik dalam kombinasinya dengan prefiks lain maupun tidak, dapat diubah menjadi bentuk pasif dengan mengganti prefiks meng- dengan prefiks di-: memakai-dipakai, menembak-ditembak, memperbesar-diperbesar, dan sebagainya. Maknanya tentu saja berubah karena urutan sintaksisnya pun berubah .
Contoh:
Tuti memakai baju batik malam itu.
Baju batik dipakai oleh Tuti malam itu.

Verba yang berprefiks ter- pada umumnya erat berkaitan dengan verba yang berprefiks di-. Pembentukan dengan ter- juga produktif karena pada umumnya verba transitif yang berprefiks meng- bisa diubah menjadi verba dengan ter-.
Contoh:
membawa              => dibawa                   => terbawa

mengungkapkan    => diungkapkan          => terungkapkan





3.       Penurunan Melalui Reduplikasi

Verba transitif juga dapat diturunkan dengan mengulangi kata dasar, umumnya dengan afiksasi pula, bahkan ada yang dengan perubahan vokalnya. Contoh: menyobek-nyobek, menerka-nerka, menimang-nimang, mencorat-coret, dan sebagainya.

Makna umum dari pengulangan seperti ini adalah bahwa perbuatan yang dinyatakan oleh verba tersebut dilakukan lebih dari satu kali dan tanpa suatu tujuan yang khusus. Terdapat perbedaan makna antara kedua kalimat berikut.
Contohnya:
Halaman itu dia balik.
Halaman itu dia bolak-balik.
Pada contoh kalimat di atas, dia membalik halaman satu kali, sedangkan pada kalimat kedua dia membalik halaman lebih dari satu kali.
2.7 Morfologi dan Semantik Verba Taktransitif
Proses penurunan verba taktransitif tidak berbeda dengan yang transitif, yang berbeda hanyalah prefiks dan sufiks yang dipakai; itu pun tidak semuanya berbeda. Makna verba taktransitif juga dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu (a) dasar kata yang dipakai, (b) wajib tidaknya afiks, dan (c) ciri khusus semantik dari dasar kata.
Bentuk verba taktransitif ada yang berupakata asal yang monomorfemis, yang polimorfemis, dan ada pula yang diturunkan. Penurunan verba taktransitif sebagian kecil melalui transposisi, sedangkan kebanyakan yang lain melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan.
Sebagian verba taktransitif berwujud verba asal. Jumlah verba ini terbatas. Berikut ini didaftarkan beberapa contoh verba taktransitif yang terdiri atas dasar/pangkal saja.

ada
jadi
sampai
bangun
jatuh
terbit
duduk
kalah
tiba
datang
mati
tidur
hidup
pergi
timbul
hilang
punya
turun

Makna verba taktransitif asal harus dilihat dari tiap kata secara leksikal. Selain verba asal yang monomorfemis seperti di atas, verba asal dapat pula dijadikan bentuk majemuk dengan menambahkan kata lain. Jumlah verba majemuk ini terbatas juga. Di antaranya ada juga beberapa verba yang berbentuk perulangan dengan perubahan vokal.

Contoh:
naik banding
pulang pergi
naik haji
keluar masuk
naik turun
maju mundur
masuk angin
timbul tenggelam

Makna verba taktransitif majemuk ini sering bersifat idiomatik. Naik haji, misalnya perbuatan untuk menunaikan salah satu ibadah pada bulan tertentu di Mekah. Berikut ini adalah rincian penurunan verba taktransitif berikut makna-maknanya. Dari segi bentuknya akan dibedakan penurunan verba taktransitif dengan afiksasi dari penurunan verba tak transitif dengan reduplikasi.

1.      Penurunan Verba Taktransitif dengan Afiksasi

Penurunan verba taktransitif dengan afiksasi dikemukakan berdasarkan jenis afiks yang digunakan. Ada enam jenis afiks yang akan dibahas, yaitu meng-, ber-, ber- -kan, ber- -an, ter-, dan ke- -an.



a.       Penurunan Verba Taktransitif dengan meng-
Selain membentuk verba transitif, prefiks meng- juga dapat membentuk verba taktransitif. Kebanyakan verba turunan yang taktransitif dan berprefiks meng- diturunkan dari nomina atau adjektiva.
Contoh:
darat          =>        mendarat
bujang       =>        membujang
batu           =>        membatu
bengkak     =>        membengkak
kecil           =>        mengecil
luas            =>        meluas

Sebagian yang lain diturunkan dari dasar terikat, yakni dasar yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata tanpa afiksasi.
Contoh:
alir             =>        mengalir
baur           =>        membaur
inap           =>        menginap
erang         =>        mengerang
gigil           =>        menggigil


b.      Penurunan Verba Taktransitif dengan ber-
Verba taktransitif dengan prefiks ber- hanya ada tiga macam: (1) ber- dengan kata dasar, (2) ber- yang secara mana suka diikuti oleh –kan, dan (3) ber- yang harus diikuti oleh –an. Prefiks ber- tidak dapat bergabung dengan sufiks –I (Chaer, 2008: 106).
Contoh:
Beragama berdasar(kan) berjatuhan
Berkawan berisi(kan) bepergian
‘mempunyai’
atap          =>       beratap
istri           =>        beristri
hasil          =>        berhasil
suara         =>        bersuara
halangan   =>        berhalangan
keinginan =>        berkeinginan
cita-cita    =>        bercita-cita

‘menggunakan’
sepeda      =>        bersepeda
bedak       =>        berbedak
layar         =>        berlayar
ladang      =>        berladang
jalan          =>        berjalan

‘menghasilkan’
telur          =>        bertelur
kata          =>        berkata
bunyi        =>        berbunyi
anak          =>        beranak
kokok       =>        berkokok


Bila dasarnya adjektiva, sebagian verba dengan prefiks ber- menimbulkan makna yang berbeda dengan dasar adjektivanya, tetapi sebagian yang lain tidak menunjukkan perbedaan tersebut.
Contohnya:
hati-hati                =>        berhati-hati
terus terang          =>        berterus terang
bahagia                 =>        berbahagia


Makna ber- yang ditempelkan pada dasar verba atau nomina yang juga bisa berstatus verba hanyalah untuk menekankan status keverbaannya saja. Contohnya berjalan, bekerja, dan bersekolah. Misalnya tidak berbeda maknanya dengan jalan, kerja, dan sekolah; hanya tingkat kerformalannya yang berbeda. Atas dasar itu, verba dengan ber merupakan bentuk formal.

c.       Penurunan Verba Taktransitif dengan ber—kan
Sufiks –kan pada verba turunan ber- -kan selalu bersifat manasuka. Namun perilaku sintaksis verba dengan ber- dan verba dengan ber- -kan pada umumnya berbeda (Chaer, 2008: 115).
Contoh:
Bersenjata                         –          bersenjatakan
Berasas                  –          berasaskan
Beristri                  –          beristrikan
Berdasar                         berdasarkan

Tanpa sufiks verba-verba pada contoh di atas dapat diikuti, tetapi tidak harus diikuti nomina. Sebaliknya, apabila sufiks –kan digunakan harus ada nomina di belakang verba.
(1)   Waktu itu kami tidak bersenjata.
(2)   Waktu itu kami tidak bersenjata pistol.
(3)   Waktu itu kami tidak bersenjatakan pistol.
(4)   Waktu itu kami tidak bersenjatakan.
Kalimat (1) sampai (3) dapat berterima dengan atau tanpa nomina pistol. Sebaliknya kalimat (4), tidak berterima karena bersenjatakan tidak dapat dipakai tanpa ada nomina di belakangnya.
d.      Penurunan Verba Taktransitif dengan ber—an
Perbedaan antara verba yang diturunkan dari konfiks ber- -an dan verba yang berprefiks ber- yang ditambahkan pada bentuk yang sebelumnya telah memiliki sufiks –an. Misalnya, bepergian diturunkan dari dasar pergi dengan sufiks ber- -an, tetapi berhalangan diturunkan dengan prefiks ber- dari bentuk yang sudah memiliki sufiks –an, yakni halangan (Chaer, 2008: 112).

Penurunan verba taktransitif yang memakai konfiks ber- -an kurang produktif. Jumlah verbanya juga terbatas. Berikut adalah contoh konfiks ber- -an dengan dasar verba.

pergi          =>        bepergian
jatuh          =>        berjatuhan
gugur         =>        berguguran
datang       =>        berdatangan
lari             =>        berlarian
muncul      =>        bermunculan


verba berkonfiks ber- -an dapat pula diturunkan dengan dasar adjektiva atau nomina seperti di bawah ini.
jauh           =>        berjauhan
dekat         =>        berdekatan
sama          =>        bersamaan
batas          =>        berbatasan


e.       Penurunan Verba Taktransitif dengan ter-
Verba taktransitif dengan ter- kebanyakan diturunkan dari verba asal.
Contohnya:
duduk        =>        terduduk
tidur          =>        tertidur
jatuh          =>        terjatuh
bangun      =>        terbangun
benam        =>        terbenam

Walaupun demikian, tidak semua verba asal dapat dipakai dalam penurunan ini. Misalnya, verba terhilang, tertiba, terdatang.

f.       Penurunan Verba Taktransitif dengan ke- -an
Verba yang diturunkan dengan konfiks ke- -an dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni (1) bernomina satu, (2) bernomina dua dan wajib, (3) bernomina dua, tetapi nomina kedua sifatnya manasuka. Dasar yang dipakai dapat berupa verba, adjektiva, atau nomina.
Contoh:
1.      kelaparan         : Kami kelaparan.
kedinginan      : Mereka kedinginan.
kepanasan        : Anak itu kepanasan.
ketiduran         : Maaf, saya ketiduran tadi.
kesakitan         : Karena kesakitan, dia menangis.
kemalaman      : Kami kemalaman di Payakumbuh.
2.      Kejatuhan        : Petani itu kejatuhan kelapa.
Kehabisan       : Sekarang kami sudah kehabisan uang.
Kehilangan      : Kemarin saya kehilangan dompet.
Ketumpahan    : Celananya ketumpahan kopi.
Kemasukan     : Dia seperti kemasukan setan.

3.      Kebanjiran       : Kita kebanjiran (barang Jepang).
Kehujanan       : Kami kehujanan (salju).

2.8 Verba Majemuk
Menurut Alwi, dkk, (2003: 156-157), verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan kata yang lain.  Karena proses seperti ini dapat pula menimbulkan kelompok lain yang dinamakan idiom, maka perlu dijelaskan perbedaan antara verba majemuk dengan idiom. Dalam verba majemuk, penjejeran dua kata atau lebih itu menumbuhkan makna yang secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Sebagai contoh, kata terjun dan kata payung dapat digabungkan menjadi terjun payung. Makna dari perpaduan ini masih bisa ditelusuri dari makna kata terjun dan kata payung, yakni ‘melakukan terjun dari udara dengan memakai alat semacam payung.’ Perpaduan ini dinamakan pemajemukan dan verba yang dihasilkannya adalah verba majemuk.
Idiom juga merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari perpaduan ini tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing kata yang  tergabung. Kata naik, misalnya, dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik darah. Akan tetapi, perpaduan ini telah menumbuhkan makna tersendiri dalam bahasa Indonesia yang terlepas dari makna naik maupun darah. Makna  naik darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Kata-kata seperti naik haji, makan hati (dalam arti ‘menderita’), angkat kaki, dangulung tikar adalah idiom juga.
Kalau dipakai formula untuk membedakan idiom dengan verba majemuk, maka perbedaan itu adalah:
Idiom                 : A+B menimbulkan C
Verba majemuk : A+B menimbulkan AB
Salah satu ciri lain dari verba mejemuk adalah urutan komponennya seolah-olah telah menjadi satu sehingga tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Bentuk kolom kiri tidak dapat digantikan dengan bentuk kolom kanan.
temu wicara     *wicara temu
siap tempur      *tempur siap
tatap muka      * muka tatap
karena keeratan hubungannya, verba majemuk juga tidak dapat dipisahkan oleh kata lain. Bentuk temu wicara, siap tempur, dan tatap muka. Misalnya, tidak dapat diubah menjadi  *temu untuk wicara, *siapguna tempur, dan *tatap dengan muka.
Uraian berikut menyangkut verba majemuk dari segi bentuknya, yaitu tentang verba majemuk dasar, verba majemuk berafiks, dan verba majemuk berulang.
1.      Verba Majemuk Dasar
Verba majemuk dasar adalah verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat, seperti yang terdapat dalam ontoh-contoh berikut.
 Komisi II DPR akan temu wicara dengan wartawan.
 Kenapa kamu maju mundur terus?
Verba majemuk seperti temu wicara dan maju mundur adalah verba majemuk dasar.
Contoh lain:
mabuk laut
kurang makan
hancur lebur
gegar otak
berani mati
pulang pergi
jumpa pers
berani sumpah
hilang lenyap
terjun payung
salah dengar
ikut campur
tatap muka
salah hitung
jual beli
bunuh diri
kurang pikir
jatuh bangun

Sebagaimana dilihat pada contoh di atas, terdapat tiga pola majemuk dasar yang paling umum, yaitu (a) komponen pertama berupa verba dasar dan komponnen kedua berupa nomina dasar, seperti mabuk laut dan gegar otak; (b) komponen pertama berupa adjektiva dan komponen kedua berupa verba, seperti kurang makan dan berani mati; (c) kedua komponen berupa verba dasar, seperti hancur lebur dan pulang pergi.
2.      Verba Majemuk Berafiks
Verba majemuk berafiks adalah verba yang mengandung afiks tertentu, seperti yang terdapat dalam kalimat berikut.
Mereka menyebarluaskan berita itu ke seluruh desa.
Belakangan ini dia lebih banyak berdiam diri.
Anggota partai itu mengikutsertakan keluarganya.
Dia telah mendarmabaktikan segalanya kepada bangsa.
Orang yang berakal budi tidak akan bertindak demikian gegabah.
Pemerintah mungkin akan mengambil alih perusahaan itu.
Ejekan itu memerahpadamkan wajahnya.

Verba majemuk seperti di atas, menyebarluaskan, berdiam diri, mengikutsertakan, mendarmabaktikan, berakal budi, mengambil alih, dan memerahpadamkan adalah verba majemuk berafiks.

Jika diperhatikan dasar afiksasi pada contoh di atas, maka akan terlihat bahwa ada verba seperti sebar luas yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Kepaduan dasar seperti itu tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat, maka verba tadi harus selalu berafiks. Terdapat pula verba majemuk yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat tanpa afiks, seperti ambil alih, tetapi lebih biasa dipakai dengan afiks terutama dalam bahasa baku. Ada pula yang dasarnya berupa nomina majemuk, seperti darma bakti dan akal budi, dan adjektiva majemuk seperti merah padam.

3.      Verba Majemuk Berulang
Verba majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasikan jika kemajemukannya bertingkat dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat direduplikasikan pula.

Contoh:
naik pangkat                ->         naik-naik pangkat
pulang kampung          ->         pulang-pulang kampung
goyang kaki                 ->         goyang-goyang kaki
pindah tangan             ->         pindah-pindah tangan


Dari contoh di atas, tampaklah komponen verba yang mengalami reduplikasi.


 


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.      Verba adalah kelas kata yang menduduki fungsi sebagai predikat, verba atau kata kerja biasanya dibatasi dengan kata-kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.
2.      Ciri-ciri verba yaitu, (1) verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai initi predikat walaupun dapat juga mempunya fungsi lain, (2) verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas, (3) verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’, dan (4) pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan.
3.      Verba dari segi Perilaku semantisnya: tiap verba memiliki makna inheren yang terkandung di dalamnya.
4.      Verba dari segi perilaku sintaksisnya, yaitu verba transitif, verba taktransitif, dan verba berpreposisi.
5.      Verba dari segi bentuknya terdiri atas verba asal dan verba turunan.
6.      Morfologi dan semantik verba transitif, meliputi: penurunan verba tranposisi, penurunan verba afiksasi, dan penurunan verba reduplikasi.
7.      Morfologi dan semantik verba taktransitif, yaitu penurunan verba taktransitif dengan afiksasi.
8.      Verba majemuk meliputi verba majemuk dasar, verba majemuk berafiks, dan verba majemuk berulang.

 


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.

Kridalaksana,  Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Analisis Kalimat. Bandung: Refika Aditama.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI CORONA

CORONA Karya Asep Perdiansyah Corona datang menyerang Dunia menjadi tak tenang Tempat keramaian seketika menghilang Matahari b...