Rabu, 31 Januari 2018

KAJIAN KLAUSA, KALIMAT AKTIF, DAN PASIF






KAJIAN KLAUSA, KALIMAT AKTIF, DAN PASIF



I.                        PENDAHULUAN


Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, tujuan, dan permasalahan. Pembahasan secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut.

1.1              Latar Belakang
Pembicaraan mengenai klausa tidak dapat dilepaskan dengan masalah kalimat. Klausa merupakan sebuah konstruksi ketatabahasaan yang dapat dikembangkan menjadi kalimat.
Tata bahasa tradisional mendasarkan analisisnya pada arti. Kalimat ditentukan berdasarkan arti sebagai susunan kata-kata yang menyatakan suatu maksud, perasaan, atau buah pikiran. Fungsi-fungsi unsur kalimat juga ditentukan berdasarkan arti. Subjek dijelaskan sebagai hal atau sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan dan predikat dijelaskan sebagai unsur kalimat yang memberi keterangan pada predikat. 
Kalimat aktif dan kalimat pasif dalam tata bahasa tradisional ditentukan berdasarkan arti. Kalimat aktif ialah kalimat yang subjeknya melakukan tindakan dan kalimat pasif ialah kalimat yang subjeknya menderita akibat tindakan yang tersebut pada predikat. Makalah ini mencoba menguraikan materi kajian klausa Bahasa  Indonesia, kajian kalimat aktif dan pasif bahasa indonesia.

Permasalahan
1.                  Apakah pengertian klausa itu?
2.                  Apa sajakah unsur fungsional klausa?
3.                  Apa sajakah unsur kategorial klausa?
4.                  Bagaimanakah unsur peran klausa?
5.                  Bagaimanakah analisis klausa?
6.                  Apakah pengertian kalimat aktif?
7.                  Bagimanakah contoh kalimat aktif?
8.                  Apakah pengertian kalimat pasif?
9.                  Bagaimanakah contoh kalimat pasif?

1.2       Tujuan
1.      Unuk mengetahui pengertian klausa.
2.      Untuk mengetahui unsur fungsional klausa.
3.      Untuk mengetahui unsur kategorial klausa.
4.      Untuk mengetahui unsur peran klausa.
5.      Unuk menganalisis klausa.
6.      Untuk mengetahui pengertian kalimat aktif.
7.      Untuk mengetahui contoh kalimat aktif.
8.      Untuk mengetahui pengertian kalimat pasif.
9.      Untuk mengetahui contoh kalimat pasif.


           















II.                PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan mengetahui pengertian klausa, unsur fungsional klausa, unsur kategorial klausa, unsur peran klausa, analisis klausa, pengertian kalimat aktif, contoh kalimat aktif, pengertian kalimat pasif, contoh kalimat pasif.

2.1       Kajian Klausa Bahasa Indonesia
Kajian klausa bahasa Indonesia ini terdiri atas pengertian klausa, unsur fungsional klausa, unsur kategorial klausa, unsur peran klausa, analisis klausa.
2.1.1    Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata yang sekurang kurangnya terdiri dari subjek dan predikat. Dapat juga dikatakan, bahwa klausa adalah kalimat atau kalimat-kalimat yang menjadi bagian dari kalimat majemuk. Ramlan (1987:89) mengemukakan, klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari S P baik disertai O, PEL, dan KET ataupun tidak. Dengan ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.

Klausa merupakan sebuah konstruksi ketatabahasaan yang dikembangkan menjadi kalimat. Dengandemikian, klausa dapat pula sebagai kalimat dasar. Kalimat dasar merupakan kalimat deklarasi yang memiliki struktur predikasi. (Kushartanti,2005:131 dalam Tarmini, 2013) menggolongkan klausa berdasarkan statusnya, yaitu:
(i)                 Klausa bebas, yaitu klausa yang dapat berdiri sendiri menjadi suatu kalimat.
(ii)               Klausa terikat, yaitu klausa yang tidak dapat berdiri sendiri di sebuah kalimat. Dalam hal ini kita dapat menandai keberadaannya sebagai konjungsi tertentu, seperti bahwa atau sehingga.

Sebagai contoh, kalimat berikut terdiri atas satu klausa bebas dan klausa terikat.
Kami datangsebelum pertunjukan dimulai
klausa bebas                klausa terikat

Dalam kajian sintaksis, klausa merupakan unsur dasar pembentuk kalimat. Akan tetapi, ada kalimat-kalimat yang tidak terbentuk dari klausa. Kalimat-kalimat seperti ini lazim disebut kalimat tanklausa atau kalimat minor.
Contoh:
Selamat siang !
Pagi !
Setan !
Ayo!
Untuk membedakan klausa dari kalimat, ada semacam konvensi dalam kajian sintaksis, bahwa penulisan klausa tidak diawali dengan huruf besar dan tidak diakhiri dengan tanda baca titik, tanya, atau seru. sebagaimana diatur dalam ejaan, penulisan kalimat diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik, tanya, atau seru. Pemakaian tanda baca ini bergantung pada jenis kalimat tersebut. Kalimat berita diakhiri dengan tanda titik, kalimat tanya diakhiri dengan tanda tanya, dan kalimat seru diakhiri dengan tanda seru. Seperti halnya kalimat, klausa juga memiliki unsur-unsur fungsional, kategorial, dan peran. Unsur – unsur tersebut dapat diuraikan pada bagian berikut.
2.1.2    Unsur Fungsional Klausa
Klausa memunyai unsur-unsur fungsional, seperti Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Komplemen(Kom) , dan Keterangan (K). Kelima unsur tersebut memang tidak selalu  bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang, satu klausa hanya terdiri atas S dan P, kadang-kadang terdiri dari S, P, dan O, kadang-kadang terdiri dari S, P, dan Pel, kadang-kadang terdiri dari S, P, dan KET, kadang-kadang terdiri dari S, P, PEL, dan KET, kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P, unsur-unsur lain mungkin ada, mungkin juga tidak ada (Ramlan, 1987).
Contoh :
-          Rusa ituberlari.
-          Pahlawan itumenyerang musuh
-          Mereka bermain bola.
-          Adikbermaindi serambi  depan.
-          Murid itumengerjakantugasdi dalam kelas
-          Merekabermainlayang-layangdi lapangan.
-          Pergi!Unsur kategorial adalah jenis/kelas kata yang menjadi inti frasa. Kategori frasa menduduki masing –masing unsur fungsional klausa. Pada pembicaraan tentang penamaan unsur – unsur frasa tersebut, sebenarnya kategori frasa
2.1.3    Unsur Kategorial Klausa
Unsur kategorial klausa dapat digolongkan menjadi lima bagian, yaitu (a) frasa nominal ; (b) frasa verba ; (c) frasa adjektif; (d) frasa bilangan; dan (e) frasa depan ( frasa proposisi). Frasa-frasa inilah yang berfungsi mengisi unsur fungsional klausa. Untuk memperjelas kaitan unsur fungsional dengan unsur kategorialnya, perhatikanlah konstruksi klausa siswa itu akan membacakan sebuah puisi di depan kelas.  Klausa tersebut terdiri atas unsur fungsional S (siswa itu), P (akan membacakan), O (sebuah puisi), dan K ( di depan kelas). Masing –masing unsur fungsional ini diduduki oleh frasa yang berkategori nominal, verbal, nominal, dan preposisi. Hubungan ini dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut.
Klausa             : siswa ituakan membacakansebuah puisidi depan kelas
Unsur Fungsi   :      S                   P                           O                K
Kategori          : Nomina         verba                nomina          preposisi


2.1.4    Unsur Peran Klausa
Unsur peran merupakan salah satu pengisi unsur fungsional. Unsur peran ini berkaitan dengan makna gramatikal/sintaksis. Dengan pengisian unsur peran ini, dapatlah diketahui makna yang ada pada masing-masing unsur fungsional tersebut. Dalam hubungannya dengan pengisi kategori, pengisi peran berkaitan dengan makna (semantis), dan pengisian kategori berkaitan dengan kelas kata (jenis kata).
Kaitan ketiga unsur klausa, yaitu fungsi, kategori, dan peran dapat dijelaskan sebagai berikut. Unsur fungsional klausa, seperti S,P,O,Kom, dan Ket. Di isi dengan frasa yang berkategori tertentu dan yang bermakna gramatikal tertentu pula. Hubungan ketiga unsur klausa ini dapat dicontohkan berikut ini.
Klausa             : Franciscamembunuhtikus di kamar
Fungsi                         :        S                P             O          K
Kategori          : nomina          verba       nomina   preposisi
Peran               : pelaku        perbuatan   sasaran    tempat
Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang menganalisis klausa berdasarkan fungsi, kategori, dan peran, secara rinci dapat disimak pada uraian analisis kalimat pada bagan ini.
Ramlan (1987:37) mengemukakan makna pengisi unsur klausa yang dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut.
Subjek
Predikat
objek
pelengkap
keterangan
Pelaku
Alat
Sebab
Penderita
Hasil
Tempat
Penerima
Pengalam
Dikenal
terjumlah
Perbuatan
Keadaan
Keberadaan
Pengenal
Jumlah

Penderita
Penerima
Tempat
Alat
hasil
Penderita
alat
Tempat
Waktu
Cara
Penerima
Peserta
Alat
Sebab
Pelaku
Keseringan
Perbandingan
Perkecualian

Kridaklasana (2002:79) dalam tarmini mengemukakan pembedaan unsur klausa dengan istilah peran. Jenis-jenis peran yang dikemukakan, sebagai berikut.
1.      Penanggap
Peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa yang lingkungannya atau yang mengalami proses psikologis penanggapan berupa ‘yang mengingini’, ‘yang mencintai’, yang menghargai menderita penghinaan’, cemooh’, dan sebagainya.
Contoh            : mereka sangatbahagia.
                        Anak itu pandai.
                          Yatim piatu itu kehilangan orang tuanya.

2.      Pelaku
Peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa atau mendorong suatu proses untuk bertindak.
Contoh : Rahmat memegang tongkat.

3.      Pokok
Peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa atau tak bernyawa yang diterangkan oleh benda lain.
Contoh            : Karedok  adalah makanan khas Jawa Barat.
                       
4.      Ciri
Peran yang bersangkutan dengan benda yang menerangkan benda lain, dalam hal ini pokok.
Contoh            : Karedok  adalah makanan khas Jawa Barat.
                          Pak Ali guru saya.

5.      Sasaran
Peran yang berhubungan dengan benda yang membatasain perbuatan dan tindakan yang mengalami perubahan atau yang berubah tempatnya atau letaknya.
Contoh            : Tuti sangat mencintai ayahnya.

6.      Hasil
Peran yang bersangkutan dengan  benda yang menjadi hasil tindakan prediktor.
Contoh            : Ibu menanak nasi
                        Dia menulis novel
7.      Pengguna
Peran yang bersangkutan dengan benda yang mendapat keuntungan dari predikator.
Contoh            : Ibu menjahitkan adik baju.

8.      Ukuran
Peran yang bersangkutan dengan benda yang mengungkapkan ukuran benda lain.
Contoh            : bayi itu beratnya 4kg

9.      Alat
Peran yang bersangkutan dengan benda tak bernyawa yang dijadikan untuk menyelesaikan suatu perbuatan atau mendorong suatu yang menimbulkan untuk terjadinya sesuatu.
Contoh : Ibu memotong kue dengan pisau.

10.  Tempat
Peran yang bersangkutan dengan benda di mana, ke mana ialah predicator atau perbuatan terjadi.
Contoh : Kaoal Tampomas II tenggelam di laut Masalembo.

11.   Sumber
Peran yang bersangkutan dengan memiliki atau benda pemilihtukar –menukar
Contoh : Koko memberi Kiki bunga.

12.  Jangkauan
Peran yang bersangkutan dengan benda yang menjadi ruang lingkup predikator.
Contoh : Bandarlampung meliputi Tanjung Karang, Teluk Betung, dan Panjang.

13.  Penyerta
Peran yang bersangkutan dengan benda yang mengikuti pelaku.
Contoh : Dosen itu pergi ke Bali dengan mahasiswanya.

14.  Waktu
Peran yang bersangkutan dengan waktu terjadinya predikator.
Contoh : Kemarin ia datang.

15.  Asal
Peran yang bersangkutan dengan bahan terjadinya benda.
Contoh : Cincin itu terbuat dari platina.

Seperti halnya dengan fungsi sintaksis, fungsi semantis menyangkut pula interaksi di antara satu unsur dengan unsur lain. Artinya satu satuan gramatikal dikatakan berfungsi tertentu hanya bila ada fungsi lain. Jadi, secara ilmiah fungsi gramatikal ini diwujudkan dalam konstruksi. Interaksi semantis diantara satuan-satuan gramatikal dapat dirumuskan sebagai hubungan di antara predikator dengan argument dalam suatu proposidi (Kridaklasana, 2002:59 dalam Tarmini, 2013).
2.1.5        Analisis Klausa
                 Klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu :
1.             Berdasarkan fungsi unsur-unsurnya.
2.             Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya.
3.             Berdasarkan makna unsur-unsurnya.

                 2.1.5.1 Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya

Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, PEL dan KET. Kelima unsur itu memang tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P, Kadang-kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdiri dari S, P, dan PEL, Kadang-kadang terdiri dari S, P, dan KET, kadang-kadang terdiri dari S, P, O, dan KET, kadang-kadang terdiri dari S, P, PEL dan KET, kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P; unsur-unsur yang lain mungkin ada, mungkin juga tidak ada.

2.1.5.2     S dan P.
Sebelum dijelaskan apa yang dimaksud dengan S dan P dan dasar penentuannya, lebih dahulu marilah kita perhatikan dua kalimat di bawah ini :
(1)            Ibu tidak berlari-lari.
(2)            Badannya sangat lemah.

Dengan demikian, unsur ibu merupakan S klausa itu, dan unsur tidak berlari-lari merupakan P-nya, atau dengan kata lain, unsur ibu menempati fungsi S dan unsur tidak berlari-lari  menempati fungsi P.

Unsur badanya merupakan S klausa itu, dan unsur sangat lemah merupakan P-nya, atau dengan kata lain, unsur badanya menduduki fungsi S, dan unsur sangat lemah  menduduki fungsi P.

Berdasarkan strukturnya, S dan P dapat dipertukarkan tempatnya, maksudnya S mungkin terletak di muka P, atau sebaliknya P mungkin terletak di muka S. Kalimat (1) dan (2) di atas dapat diubah susunan unsur klausanya menjadi :
(3)          Tidak berlari-lari ibu.
(4)          Sangat lemah badannya.

Unsur tidak berlari-lari (3) dan sangat lemah (4) menduduki fungsi P, sedangkan unsur ibu (3) dan badannya (4) mengduduki fungsi S.

2.1.5.3O dan PEL.
P mungkin terdiri dan golongan kata verbal transitif, rnungkin terdiri dan golongan kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdiri dari golongan-golongan kata yang lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu. Misalnya:
(5)            Pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni.
Kalimat (5) di atas terdiri dan klausa pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni, yang terdiri dari tiga unsur fungsional, yaitu pemerintah sebagai S, unsur akan menyelengarakan sebagai P, dan unsur pesta senisebagaiO, yang di sini disebut O1. Disebut O1 karena ada kata verbal transitif yang menuntut hadirnya dua buah O sehingga di samping O1 terdapat O2. O1 selalu terletak di belakang P yang terdiri dan kata verbal transitif. Karena P itu terdiri dari kata verbal transitif, maka klausa itu dapat diubah menjadi klausal pasif. Apabila dipasifkan, kata atau frase yang menduduki fungsi O1 menduduki fungsi S.

PEL mempunyai persamaan dengan O, baik O1 maupun O2, yaitu selalu terletak di belakang P. Perbedaannya ialah O selalu terdapat dalam klausa yang dapat dipasifkan, sedangkan PEL terdapat dalam klausa yang tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif atau rnungkin juga terdapat dalam klausa pasif. Misalnya
(6)            Orang itu selalu berbuat kebaikan.
(7)            Anak itu dibelikan baju baruoleh Pak Sastro.
Kata kebaikan pada kalimat (6) di atas menduduki fungsi PEL karena kata itu selalu terletak di belakang P yang terdiri dari kata verbal intransitit sehingga klausa itu tidak dapat diubah menjadi klausa pasif. Frase baju baru pada kalimat (7) juga menduduki fungsi PEL karena frase itu selalu terletak di belakang P dalam klausa pasif. Sedangkan, frase oleh Pak Sastro menduduki fungsi KET karena unsur ini mempunyai letak yang bebas, dapat terletak di depan S P. bahkan dapat juga dipindahkan ke tempal antara S dan P :
2.1.5.4.     KET
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P,O, dan PEL dapat diperkirakan menduduki fungsi KET. Berbeda dengan O dan PEL yang selalu terletak di belakang P. dalam suatu klausa KET pada umumnya mempunyai letak yang bebas artinya dapat terletak di depan SP, dapat terletak di antara S dan P, dan dapat juga terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O dan di antara P dan PEL karena O dan PEL boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang P, setidak-tidaknya rnempunyai kecenderungan demikian. Misalnya :
(8)            Akibattaufandesa-desa itu musnah.
Dalam kalimat (8) di atas unsur yang menduduki fungsi KET ialah unsur akibattaufan yang terletak di muka S P. Unsur KET itu dapat dipindahkan ke antara S dan P, dan dapat juga dipindahkan ke belakang S P, menjadi :
(9)            Desa-desa ituakibat taufanmusnah.
(10)          Desa-desa itu musnah akibattaufan.

2.1.5.5 Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase  yang Menjadi Unsurnya.

Analisis klausa berdasarkan kategori kata atau frasa yang menjadi unsur-unsur klausa itu di sini disebut analisis kategonial. Sudah tentu analisis kategorial itu tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan sesungguhnya merupakan lanjutan dari analisis fungsional. Sebagai contoh, misalnya diambil kalimat :
       
(1)       AkU sudah menghadap komandan tadi.
       
Klausa kalimat (1) di atas jika dianalisis secara fungsional,
hasilnya sebagai
berikut
             
Aku
Sudah menghadap
komandan
Tadi
S
P
O1
KET

Unsur aku menduduki fungsi S, unsur sudah menghadap menduduki fungsi P, unsur komandan menduduki fungsi O1, dan unsur tadi menduduki fungsi KET. Jadi, jika klausa itu dianalisis secara fungsional dan kategorial, hasilnya sebagai berikut

aku
Sudah menghadap
Komandan
Tadi
F
S
P
O1
KET
K
N
V
N
Ket
       
Dari pengamatan terhadap bahasa Indonesia, dapat disimpulkan bahwa S selalu terdiri dari kata atau frase yang termasuk kategori N.

PEL tidak sarna dengan O. Kalau O selalu terdiri dari kata atau frase yang termasuk kategoni N, sebaliknya PEL rnungkin terdiri dari kata atau frase yang termasuk kategoti N, V dan mungkin juga Bil. Misalnya:
(1)       Dahulu mereka bersenjatakan bambu runcing.
(2)       Anak itu sedang belajar berjalan.
(3)       Harimaunya bertambah satu.
Pada kalimat (1) PEL-nya bambu runcing yang termasuk kategori N, pada kalimat (2) unsur berjalan yang termasuk kategori V, dan pada kalimat (3) unsur satu yang termasuk kategori Bil. KET mungkin terdiri dari kata atau frase yang termasuk kategori Ket, mungkin terdiri dari FD, mungkin terdiri dan kata atau frase golongan N, dan mungkin pula terdiri dan kata atau frase golongan V. Misalnya
(1)       Kini Inggris menjadi negara sosialis yang kuat.
(2)       Lusa kita akan mengadakan rapat pula.
(3)       Ia membasuh tangannya dengan air hangat.
(4)       Koperasi mengumpulkan modal secara gotong royong. 
Pada kalimat (1)dan (2) PEL terdiri dan kata golongan Ket, yaitu kata kini dan lusa; Pada kalimat (3) dan (4) terdiri dan FD, yaitu dengan air hangat dan secara gotong royong;
Jika analisis kategorial itu diikhtisarkan, akan diperoleh ikhtisar sebagal berikut:     S                      : N
            P                  : N/V/Bit/ED
            O                 : N
            PEL             : N/V/Bil
            KET             : Ket/FD/N
Maksudnya S terdiri dan N; P terdiri dan N, atau V, atau Bil, atau FD; O terdiri dan N; PEL terdiri dan N, atau V, atau Bil; dan KET terdiri dan Ket, atau FD, atau N.


2.1.5.6 Penggolongan Klausa Berdasarkan Struktur Internnya
Klausa yang terdiri atas S dan P disebut klausa lengkap sedangkan klausa yang tidak ber-S disebut klausa tak lengkap. Klausa lengkap, berdasarkan struktur internnya, dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
a)      Klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P disebut klausa lengkap susun biasa,
Contoh :1.  badan orang itusangat besar
                        S                      P
              2.  Para tamumasuklah ke ruang tamu
                        S                   P                  K
Contoh klausa (1) dan (2) di atas disebut klausa lengkap susun. Klausa yang memiliki unsur fungsional SP contoh klauasa (1) dan SPK pada contoh (2).
b)      Klausa lengkap yang S-nya terletak di belakang P disebut klausa lengkap susun balik atau  klausa inversi,
Contoh : 3. sangat besarbadan orang itu.
                           P                        S
               4. masuklahpara tamuke ruang tamu
                        P                 S                   K
Selanjutnya, pada klausa (3) dan (4) berikut ini disebut klausa susun balik atau klausa inversi dengan unsul fungsional yang terdiri atas PS dan PSK.

c)      Klausa tidak lengkap sudah tentu terdiri atas unsur P, disertai O, Kom., K, atau tidak.
Contoh : 5.  sedang bermain-main
                                    P
  6. menulissurat
P           O
             7. telah berangkatke Jakarta.
                        P                            K
2.1.5.7      Penggolongan klausa berdasarkan ada-tidaknya kata negatif yang  secara gramatik mengaktifkan P

Berdasarkan ada-tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan atau mengingkarkan P, klausa dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.      Klausa positif
2.      Klausa negatif
2.1.5.8      Klausa positif
Klausa positif ialah klausa yang tidak memiliki kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P. Kata-kata negatif itu ialah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan. Misalnya:
a.       Mereka diliputi oleh perasaan senang
b.      Mertua itu sudah dianggapnya sebagai ibunya
c.       Muka mereka pucat-pucat
d.      Ia teman akrab saya

2.1.5.9        Klausa negatif
Klausa negatif ialah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P. Seperti telah disebutkan di atas, kata-kata negatif itu ialah tidak, tak, tiada, bukan, belum dan jangan.
Berdasarkan artinya kata negatif ialah kata yang mengingkarkan kata lain dan secara gramatik kata negatif itu ditentukan oleh adanya kata penghubung melainkan yang menuntut adanya kata negatif pada klausa yang mendahuluinya. Misalnya:
1.      Dia tidak langsung pulang, melainkan berputar-putar di jalan Thamrin dan Jenderal Sudirman.
Kata tidak pada kalimat dia atas tidak dapat dibuangkan sehingga kalimat di bawah ini merupakan kalimat yang tidak gramatik.
2.      Dia langsung pulang, melainkan berputar-putar di jalan Thamrin dan Jenderal Sudirman.
Dari kalimat a dan b di atas jelaslah bahwakata penghubung melainkan menuntut adanya kata negatif pada klausa yang mendahuluinya.
Kata negatif tidak yang kadang-kadang di pendeekkan menjadi tak digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata atau frase golongan V dan FD. Misalnya:
3.      Anak-anak tidak naik kelas
4.      Mereka tidak malas
5.      Orang tuanya tidak di rumah
6.      Anaknya sudah lama tidak mau makan
7.      Pekarangan rumah itu tak terpelihara
Kata negatif tiada mula-mula berarti ‘tidak ada’. Misalnya:
8.      Orang tuanya sudah tiada
9.      Harta bendanya sudah habis, tiada bekasnya
Disamping itu, kata negatif tiada, kadang-kadang digunakan sejajar dengan penggunaan kata negatif tidak. Misalnya:
10.  Anak-anak tiada naik kelas
11.  Mereka tiada malas
12.  Orang tuanya tiada di rumah
13.  Anaknya sudah lama tiada mau makan
14.  Pekarangan rumah itu tiada terpelihara
Penggunaan kata tiada seperti dalam klausa (10-14) di atas pada waktu sekarang jarang sekali kita temui.
Kata negatif bukan digunakan untuk menegatifkan P yang terdirri dari kata atau frase golongan N. Misalnya:
15.  orang itu bukan tetangga saya
16.  dia bukan pegawai negeri
17.  gedung itu bukan gedung pertemuan
18.  yang dicari bukan dia
dalam kalimat luas kata bukan dugunakan juga di muka kata atau frase golongan V, FD, dan Bil, apabila klaausa-klausanya dihubungkan dengan kata penghubung melainkan. Misalnya:
19.  Ia bukan membaca melainkan hanya melihat gambar-gambar.
20.  Ibu bukan ke pasar melainkan ke ruumah sakit.
21.  Kambingnya bukan lima melainkan lima belas.
Kata bukan dalam kalimat-kalimat (19-21) tidak menyatakan maknaa ‘ingkar’ melainkan menyatakan makna ‘sangkalaan’
Kata negatif belum digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri daru kata atau frase golongan V, FD, dan Bil. Bedanya dengan kata negatif tidak ialah bahwa dengan kata negatif belum suatu perbuatan atau peristiwa akan dilakukan ataau terjadi. Misalnya:
22.  Kami belum berangkat
23.  Mereka belum membaca buku itu
24.  Ia belum tua benar
25.  Ibu belum ke pasar
26.  Ayah belum tidur
27.  Anaknya belum sepuluh
Kata negatif jangan dipakai untuk menegatifkanPyang terdiri dari kata atau frase golongan V atau FD. Berbeda dengan kata tidak, kata negatif ini digunakan untuk melarang. Misalnya:
28.  Jangan lari
29.  Jangan mengobrol saja
30.  Jangan ke pasar dahulu
Secara gramatik kata negatif yang terletak di depan P itu menegatifkan P tetapi sesungguhnya secara semantik belum tentu demikian. Memang dalam kalimat
31.  Ia tidak membeli
Kata tidak secara gramatik dan semantik menegatifkan P ialah membeli  tetapi dalam kalimat
32.  Ia tidak membeli buku
Secara semantik kata tidak mungkin menegatifkan kata buku. Hal itu menjadi jelas apabila kalimat (32) itu diperluas menjadi
33.  Ia tidak membeli buku melainkan membeli pensil.
Dari kalimat (33) di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kata tidak  pada kalimat (32) dan (33) secara semantik menegatifkan kata buku.
Dalam kalimat
34.  Ia tidak membeli buku di toko buku itu.
Secara semantik kata tidak dapat menegatifkan kata buku dan dapat juga menegatifkan di toko buku itu. Kalimat (34) itu mungkin menyatakan bahwa ‘di toko buku itu ia tidak membeli buku’ melainkan membeli yang lain’, mungkin pula menyatakan bahwa ‘iaa tidak membeli buku di toko buku itu melainkan di toko buku lain’.
2.1.5.10      Penggolongan Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang Menduduki Fungsi P
Di atas dikemukakan bahwa P mungkin terdiri dari kata atau frase golongan N, V, Bil, dan FD. Maka berdasarkan golongan atau kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat digolongkan menjadi empat  golongan, yaitu :
1. Klausa nominal
2. Klausa verbal
3. Klausa bilangan
4. Klausa depan.
2.1.5.11      Klausa Nominal
Klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frasa golongan N. Misalnya :
(1) ia guru
(2) rumah-rumah itu rumah dinas Departemen Penerangan
(3) yang dibeli orang itu sepeda
(4) yang diperjuangkan kebenaran
Kata golongan N ialah kata-kata yang secara gramatik mempunyai perilaku sebagai berikut :
I . Pada tataran klausa dapat menduduki fungsi S, P, dan O.
2. Pada tataran frase tidak dapat dinegatifkan dengan kata tidak, melainkan dengan kata bukan, dapat diikuti kata itu sebagai atributnya, dan dapat mengikuti kata depan di atau pada sebagai aksisnya.
Misalnya kata buku. Pada tataran klausa kata ini dapat menduduki fungsi S, misalnya pada klausa buku sangat berguna, dapat menduduki fungsi P, misalnya pada klausa itu buku, dan dapat menduduki fungsi 0, misalnya pada klausa ia membawa buku. Pada tataran frase kata buku tidak dapat dinegatifkan dengan kata tidak, melainkan dengan kata bukan, dapat diikuti kata itu sebagai atributnya, dan dapat mengikuti kata. depan ‘di atau pada sebagai aksisnya: tidak buku, bukan buku, buku itu, di / pada buku.
Frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan N disebut frase nominal. Misalnya frase rumah dinas Departemen penerangan; karyawan suatu perusahaan swasta di Jakarta; sepeda baru; suatu kebenaran; buku itu; dan sebagainya.
2.1.5.12Klausa Verbal
Klausa verbal ialah klausa yang P nya terdiri atas kata atau frasa verbal.
(1) petani mengerjakan sawahnya dengan tekun.
                        P
                        V
(2) Dengan rajin, bapak guru sedang memeriksa karangan murid.
                                                            P
                                                            FV
Kata golongan V ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki fungsi P dan pada tataran frasa dapat dinegatifkan dengan kata tidak.
Berdiri                                     tidak berdiri
Gugup                                     tidak gugup
Menoleh                                  tidak menoleh
Berhati-hati                             tidak berhati-hati
Membaca                                 tidak membaca
Tidur                                       tidak tidur
Kurus                                      tidak kurus
Berdasarkan kemungkinannya diikuti frasa dengan sangat ...sebagai keterangan cara,  kata verbal digolongkan menjadi dua golongan, yaitu  kata kerja dan kata sifat. Selanjutnya, bedasarkan kemungkinan diikuti O, kata kerja dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kata kerja transitif dan kata kerja intransitif; berdasarkan hubungan antara S dan P. kata keria dapat digolongkan menjadi kata kerja aktif dan kata kerja pasif, kata kerja refleksif, dan kata kerja resiprokal.
Misalnya :
(1) petani mengerjakan sawahnya dengan tekun
(2) denga rajin bapak guru memeriksa karangan murid
(3) tanah Persawahan di Delanggu subur
(4) udaranya panas
Kata goIongan V ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki fungsj P dan pada tataran frase  dapat, dinegatifkan dengan kata tidak. Misalnya kata.kata berdiri, gugup, menoleh, berhati-hati , membaca , tidur, kurus, dan sebagainya.
Berdasarkan kemungkinannya diikut frase dengan sangat….. sebagai keterangan cara, kata verbal dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu I. kata kerja, dan 2. kata sifat. Kata kerja ialah kata verbal yang dapat diikuti frase dengan Sangat..... sebagai keterangan cara. Dari kata-kata verbal di atas, Yang termasuk golongan kata kerja ialah kata berdiri, menoleh, membaca dan tidur. Kata-kata yang lain, yaitu gugup, berhati-hati dan kurus termasuk golongan kata sifat
 Frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan V djsebut  frasa verbal. Misalnya sedang mengerjakan, sedang memeriksa, sangat  subur, panas sekali, dan sebagainya.
Kata verbal dapat digolongkan menjadi beberapa golongan. Di atas telah dikemukakan bahwa kata verbal dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kata kerja dan kata sifat. Penggolongan itu berdasarkan kemungkinannya diikut frase dengan sangat…..  sebagai keterangan cara. Selanjutnya. berdasarkan kemungkinannya dikuti 0, kata kerja dapat digolongkan menjadi dua golongan pula, yaitu kata kerja transitif dan kata kerja intransitive. Kata kerja transitif ialah kata kerja yang dapat diikuti 0 dan sudah barang tentu dapat diubah menjadi bentuk pasif. Misalnya kata-kata membaca, mengarang. Mempertajam, mendudukkan, menduduki, menyelenggarakan, menerbitkan, menjual, dan sebagainya. Terdapat pula kata kerja transitif yang djikuti dua o, misalnya kata kerja membelikan, membacakan, menjadikan, memberi. Kata kerja yang dapa t diikuti dua 0 itu disebut kata kerja  dwitransitif. Kata kerja intransitif ialah kata kerja yang tidak dapat diikuti 0, dan sudah barang tentu tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif. Misalnya kata-kata berdiri datang, berbicara, bersandar, menjadi, bermain, dan sebagainya. Di samping itu, berdasarkan hubungan antara S dan P, kata kerja dapat digolongkan menjadi kata kerja aktif, kata kerja pasif, kata kerja refleksif dan kata kerja resiprokal. Kata kerja aktif ialah kata kerja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang ‘pelaku’-nya menduduki fungsi S. Kata kerja ini pada umumnya berbentuk meN-, misalnya mernbaca, mengarang, dan sebagainya. Kata kerja pasif ialah kata kerja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang ‘pelaku’-nya tidak menduduki fungsi S, melainkan menduduki fungsi KET atau melekat pada kata kerja itu. Bentuknya mungkin berupa kata kerja bentuk di-, kata kerja bentuk diri-, kata kerja bentuk ter-, dan mungkin pula berupa kata kerja bentuk ke-an. Misalnya didengar, kudengar, kaudengar, terdengar, kedengaran, dan sebagainya. Kata kerja refleksif  ialah kata kerja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendiri. Kata kerja ini diikuti kata diri. Misalnya memanaskan diri, menggantungkan diri,, menyombongkan diri, me ghempaskan diri, dan sebagainya, dan yang terakhir kata kerja resiprokal, yaitu kata kerja yang menyatakan ‘kesalingan’. Bentuknya ialah saling men-, (saling) ber/an dengan proses pengulangan atau tidak dan (saling) men-, misalnya saling memukul, (saling) berpandang-pandangan, (saling) ejek-mengejek.
Dengan demikian, berdasarkan golongan-golongan kata verbal itu, klausa verbal dapat digolongkan sebagai berikut.
1.                  klausa verbal adjektif
2.                  klausa verbal intransitif
3.                  klausa verbal aktif
4.                  klausa verbal pasif
5.                  klausa verbal refleksif
1.klausa verbal adjektif
klausa ini P-nya terdiri dari kata golongan V yang termasuk golongan kata sifat, atau terdiri dari frase golongan V yang unsure pusatnya berupa kata sifat, misalnya :
 (1) tanah Persawahan di Delanggu sangat subur
(2) udaranya Panas sekali
(3) anaknya Pandai-pandai
(4) harga buku sangat mahal
(5) jalannya pembangunan lancar sekalj
(6) keamanan di daerah itu kurang memuaskan
2. klausa verbal interansitif
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja interansitif atau terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja interansitif  misalnya :
(1) burung-burung berterbangan diatas permukaan air laut
(2) anak-anak sedang bermain-main di teras belakang
(3) orang tua anak itu berada diluar negeri
(4) para pekerja sedang beristirahat
(5) pedagang itu berjualan pisang goring
3. Klausa verbal aktif
Klausa ini P-nya terdiri dari  kata verbal yang termasuk golongan kata kerja transitif, atau terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja transitif. Misalnya :
(1) Arifin menghirup kopinya
(2) ia  hanya menuntun skuternya
(3) mula-mula Ia mempelajari seni dan musik
(4) Ahmad sedang membaca buku novel
(5) anak itu membuatkan adiknya mainan dari tanah liat
4. Klausa verbal pasif
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja pasif, atau terdiri dan frase verbal yang unsure pusatnya berupa kata kerja pasif. Misalnya
(1) tepat di muka pintu aku disambut oleh seorang petugas
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR untuk jangka waktu lima tahun
(3) semangat ini harus kita pelihara
(4) saya sesalkan keputusan itu
(5) para wisatawan akan terpikat oleh keagungan alam
(6) di kota seperti Jakarta itu kita akan terdorong untuk bekerja dengan kekuatan yang berlipat
(7) kedengaran bunyi  Ombak turun  naik ke Iopak-lopak di antara karang tiada putus-putusnya
(8) bohongnya ketahuan juga
Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat adanya empat macam bentuk kata kerja pasif, yaitu 1) kata kerja pasif bentuk di (1-2)  2) kata kerja pasjf bentuk diri- (3-4)  3) kata kerja bentuk  ter- (5-6), dan  4) kata kerja pasif bentuk ke-an  (7-8).
Kata kerja pasif bentuk di- digunakan apabila  Pelaku perbuatannya persona ketiga, yaitu kata-kata ia, dia, beliau, mereka, dan kata-kata yang menunjuk persona ketiga :
(1) suara anak itu didengar (oleh)-nya kemarin
(2) suara anak itu didengar (oleh) beliau kemarin
(3) suara anak itu didengar (oleh) mereka kemarin
(4) suara anak itu didengar (oleh) bapak kemarin
Apabila pelakunya terdiri dari persona ketiga dan persona atau kedua, digunakan juga kata kerja pasif bentuk di-. Misalnya:
(5) suara anak itu didengar oleh mereka, bapak, ibu, dan juga olehku.
(6) suara anak itu didengar oleh mereka, bapak, ibu, dan juga olehmu, bukan?
Kata kerja pasif bentuk diri- pada umumnya digunakan apabila pelaku perbuatannya persona
Kesatu atau kedua, atau kata-kata yang menunjuk kedua persona itu :
(7) suara anak itu kudengar kemarin
(8) suara anak itu saya dengar kemarin
(9) suara anak itu kami dengar kemarin
(10) suara anak itu kau dengar kemarin
Kadang-kadang pelaku perbuatan persona ketiga juga menggunakan kata kerja pasif bentuk diri-
(11) suara anak itu dia dengar kemarin
(12) suara anak itu Ia dengar kemarin
(13) suara anak itu beliau dengar kemarin
(14) suara anak itu mereka dengar kemarin
Pelaku perbuatan pada klausa pasif bersifat manasuka kecuali pada klausa pasif yang kata kerjanya berupa kata kerja pasif  bentuk diri- seperti terlihat pada klausa-klausa, Iebih-Iebih pada klausa pasif yang kata kerjanya berupa kata kerja pasif bentuk ter- dan ke-an, pelaku perbuatan itu pada umumnya tidak disebutkan. Hal itu disebabkan karena pada klausa pasif pelaku perbuatan menjadi unsur yang kurang dipentingkan.
5. Klausa verbal yang refleksif
Klausa ini  P-nya terdiri dari  kata verbal yang termasuk golongan kata kerja refleksif, yaitu kata kerja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendinj. Pada umumnya kata kerja ini berbentuk kata kerja meN- diikutj kata diri. Misalnya :
(1) orang itu beberapa waktu lamanya mengasingkan diri di Tawangmangu
(2) Ia tidak dapat lagi menahan diri
(3) seorang gadis menggantung diri di kamar pondokkannya
(4) aku tidak mau menodai diri dengan perbuatan kantor itu
(5) mereka sedang mempersiapkan diri sebaik-baiknya
6. Klausa verbal yang resiprokal
 Klausa ini P-nya terdjrj dan kata verbal yang termasuk golongan kata kerja resiprokal kerja yaitu kata kerja yang menyatakan “kesalingan”.  Bentuknya ialah saling meN-, (saling) ber-an dengan proses pengulangan atau tidak, dan (saling –meN-. Misalnya :
(1) pemuda dan gadis itu saling berpandang-pandangan
(2) mereka saling memukul
(3) anak-anak itu selalu ejek-mengejek
(4) dua orang pemuda itu saling rnemperolokkan
2.1.5.13  Klausa Bilangan
Klausa bilangan atau klausa numeral ialah klausa yang P-nya terdiri dari  kata atau frase golongan Bil. Misalnya :
1.      roda truk itu enam
                                   P
                                  NUM
2.       anaknya dua orang
                                    P
                                    FNUM
3.      sapi petani itu hanya dua ekor
                                                P
                                                FNUM
Kata bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti oleh kata penyukat, yaitu kata-kata orang, ekor, batang, keping, buah, kodi, helai, dan masih banyak lagi. Misalnya kata satu, dua, dan seterusnya; kedua, ketiga, dan seterusnya; beberapa, setiap, dan sebagainya; sedangkan frase bilangan ialah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan, misalnya dua ekor, tiga batang, lima buah, setiap jengkal, beberapa butir dan sebagainya.
2.1.5.14  Klausa Depan
Klausa depan atau klausa preposisional ialah klausa yang P-nya terdiri dan frase depan, yaitu frase yang diawali oleh kata depan sebagai penanda. Misalnya
(1) beras itu dari Delanggu
(2) kredit itu untuk para pengusaha lemah
(3) pegawai itu ke kantor setiap hari
(4) orang tuanya di rumah
2.2                Kajian Kalimat aktif dan Pasif Bahasa Indonesia
Kalimat aktif adalah kalimat dasar sedangkan kalimat pasif merupakan kalimat ubahan dari kalimat aktif. Penglihatan pada kalimat aktoif dan pasif dalam suatu kalimat sebenarnya bertolak dari kerangka pemikiran relasi antara subjek dan predikat yang dilihat dari segi peran apa yang dilakukan oleh subjek terhadap perbuatan yang dinyatakan pada predikat.Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau aktor sedangkan kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita.

2.1.1 kalimat aktif
(i)                 Kalimat Aktif Transitif
S : Pelaku
P
O : Sasaran
Pel
K
Saya
Mengirimkan
Lamaran
-
Ke kantor
Dia
Memasukkan
Kedua tanganya
-
Ke kantong jaketnya
Beberapa Bank
Memberi
Kemudahan
-
Kepada nasabah
Pengusaha itu
Meminjami
Ayah
Uang
-
Dia
Membelikan
Kami
Sepeda
-
Debi
Membawakan
Saya
Oleh-oleh
-
Kamu
Harus menghemat
Uang belanja



Dari contoh-contoh kalimat yang terdapat pada table di atas, terlihat bahwa predikat kalimat-kalimat itu berupa verba. Verba yang mengisi predikat kalimat aktif itu dinamakan verba aktif. Jadi, kalimat aktif juga ditandai oleh jenis verba yang mengisi predikat, yaitu verba pada umumnya ditandai oleh awalan me- (N), seperti menulis, memasuki, membaca, membesarkan, membawa, mempercepat, mencatat, mencubit, memperluas, mencium, mencoba, melamar, menguji, menjalani, menjalankan, memudahkan, memukul, menjahit, menolong, melaporkan, dan seterusnya.
Verba tersebut jika digunakan dalam kalimat sebagai predikat menuntut kehadiran subjek sebagai pelaku dan objek sebagai sasaran, misalnya verba menuls memerlukan pelaku siapa yang menulis dan sasaran apa yang ditulis.
Disamping verba berawalan meN-, ada beberapa verba yang tidak berawalan meN- sudah dapat menempati predikat kalimat aktif, seperti verba minum dan makan. Perhatikan contoh kalimat berikut.
(99) mereka minum kopi.
(100) kami makan gado-gado.
Verba jenis ini sangat terbatas jika dibandingkan dengan verba aktif yang berawalan meN-.
(ii)               Kalimat Aktif Intransitif
Kalimat aktif intransif adalah kalimat yang tidak berobjek yang dapat ditandai oleh predikat verba berawalan meN-, predikat verba berawalan beR-, dan juga verba yang tidak berawalan yang termasuk verba aktif. Perhatiakn contoh kalimat yang terdapat pada tabel berikut.
P : verba berawalan meN-
S : pelaku
P
K
Anak kecil itu
Menangis
-
Dia
Tidak mau menyerah
Kepada musuhnya
Saya
Melangkah
Tanpa bicara
Mereka
Menari
-
Kami
Melapor
Kepada guru



P : verba berawalan beR-
K
S : Pelaku
P
Pel
K
-
Mahasiswa itu
Berjalan
-
Setiap pagi
-
Dia
Berolah raga
Tenis
Setiap minggu
Waktu kuliah
Dia
Selalu bertanya
-
Kepada dosennya
-
Dia
Belum bekerja
-
-

P : verba aktif tidak berawalan
S : pelaku
P
K
Tokoh favorit itu
Kembali
Ke negerinya
Dia
Dating
Setelah kematian suaminya
Rakyatnya
Bangkit
Di bawah kepemimpinannya
Lawan politiknya
Pergi
Tanpa pertumpahan darah

2.3                Kajian Kalimat Pasif Bahasa Indonesia
Kalimat pasif
Subjek suatu kalimat tidak berperan sebagai pelaku tetapi sasaran perbuatannya yang dinyatakan predikat, kalimat itu disebut kalimat pasif. Kalimat semacam ini merupakan kalimat ubahan dari kalimat aktif.
Di dalam bahasa indonesia ada dua macam bentuk verba pasif, yaitu (i) verba pasif berawalan di- dan (ii) verba pasif tanpa awalan di-. Perhatikan tipe-tipe kalimat pasif berikut ini.
Kalimat Pasif Tipe I
Kalimat pasif tipe I dibentuk dari kalimat aktif yang dijadikan kalimat pasif dengan cara mengubah fungsi objek menajadi subjek. Pengubahan tersebut akan mengakibatkan perubahan bentuk verba berawalan me(N)- menjadi berawalan di- Perhatikan contoh kalimat berikut.
(1)   Ayahmembacakoran   (kalimat aktif)
    S           P           O
    N         V aktif    N
(2)   Korandibacaoleh ayah            (kalimat pasif)
         S           P            K
         N          V aktif   N
Dalam kalimat pasif tidak terdapat peran semantik pelaku karena peran pelaku berfungsi sebagai keterangan. Peran pelaku bukan merupakan unsur yang wajib hadir dalam kalimat pasif. Perhatikan contoh kalimat dalam tabel berikut.
S : sasaran
P
Pel
K
Ayah
dipinjami
uang
Oleh pengusaha
Saya
dibawakann
oleh-oleh
Oleh Debi
Masalah harga
sedang dibicarakan
-
Di Jerman
Sebagaian
diturunkan
-
-

Sebaliknya peran pelaku wajib hadir di dalam kalimat aktif karena peran pelaku berfungsi sebagai subjek. Pada umumnya orang cenderung memilih bentuk kalimat pasif di dalam ragam ilmu karena dalam kalimat pasif pelaku tidak ditonjolkan. Perhatikan kalimat berikut ini.
(3)   Dalam bab pendahuluan ini akan dibicarakan masalah latar belakang penelitian.
(4)   Dalam bab pendahuluan ini, saya akan membicarakan masalah latar belakang penelitian.
Selain itu, kalimat pasif dapat digunakan untuk menyelamatkan kesalahan struktur kalimat yang disebabkan tidak adanya subjek dalam kalimat aktif. Perhatikan contoh kalimat berikut.
(5)   Pada bab penutup mengemukakan simpulan dan saran
Kalimat (5) termasuk kalimat aktif yang ditandai verba aktif mengemukakan. Namun informasi pelaku perbuatan tidak terdapat dalam kalimat itu sehingga dapat diubah menjadi kalimat pasif. Dengan pengubahan dari aktif ke pasif, kalimat (5) menjadi kalimat gramatikal seperti pada contoh kalimat (6) berikut.
(6)   Pada bab penutupdikemukakansimpulan dan saran.
K                     P                              Pel.

Kalimat Pasif Tipe 2
Kalimat pasif yang berasal dari kalimat aktif dengan unsur pelaku pronominal person (kata ganti orang) pertama, kedua, dan ketiga (saya, kita, kami, engkau, kamu, dan mereka) mempunyai bentuk yangberbeda dengan kalimat pasif tipe 1. Pada kalimat pasif tipe 1, predikat berupa verba pasif berawalan di- sedangkan pada tipe kalimat pasif 2, predikat tidak berupa pasif berawalan di-. Pada kalimat pasif tipe 2 ini verba pengisi fungsi predikat adalah verba yang diperoleh dari verba aktif dengan menanggalkan awalan me-(N)-. Sebagai pengganti awalan di- (penanda verba pasif) digunakan pronominal persona atau nomina dengan peran pelaku pada kalimat aktifnya. Perhatikan contoh kalimat dalam tabel berikut.
S: sasaran
P
K
Lamaran
saya kirimkan
ke kantor
Produksi dalam negeri
kami gunakan
-
Pengeluaran uang
harus engkau hemat
-
Berbagai usaha
telah dia lakukan
demi masa depan anaknya
Peningkatan
sudah mereka coba

Masalah itu
sudah Bapak katakan
kemarin
Semua itu
sudah Ani lakukan
sejak awal tahun ini

Kalimat-kalimat dalam tabel di atas berasal dari kalimat aktif berikut.
(7)   Saya mengirimkan lamaran kantor.
(8)   Kami menggunakan produksi dalam negeri.
(9)   Engkau harus menghemat pengeluaran uang.
(10)    Dia telah melakukan berbagai usaha demi masa depan anaknya.
(11)    Mereka sudah mencoba peningkatan.
(12)    Bapak sudah mengatakan masalah itu kemarin.
(13)    Ani sudah melakukan semua itu sejak awal tahun ini.
Berdasarkan contoh-contoh kalimat tersebut, dapat dicatat bahwa predikat dalam kalimat pasif tipe 2 ini berbeda dengan kalimat pasif tipe 1. Pada kalimat pasif tipe 1 tidak pernah terjadi penggunaan aspek sudah, belum, akan sedang atau modalitas ingin, hendak, mau dalam pengisi fungsi predikat verba. Misalnya,
dilakukan menjadi di (ingin) lakukan
ditulis menjadi di (sudah) tulis
dibesarkan menjadi di (akan) besarkan
penggunaan predikat verba di atas terjadi karena verba berupa sebuah kata penanda pasif (awalan di-) melekat pada verba transitif tanpa awalan me(N)-. Pada kalimat pasif tipe 2, verba pasif tidak berupa sebuah kata melainkan berupa gabungan dua kata, yaitu verba transitif tanpa awalan di- atau me(N) dan unsur pelaku yang dalam kalimat aktif berfungsi sebagai subjek. Oleh karena kedua unsur itu berupa dua kata yang ditulis secara terpisah, sering terjadi kesalahan penggunaan kalimat pasif tipe 2 ini. Kesalahan itu terjadi adanya penyisipan unsur aspek dan modalitas di antara kedua kata itu. Kalimat pasif tipe 2 di atas sering muncul seperti kalimat-kalimat berikut ini.
P
S : sasaran
Kami selalu gunakan
Produksi dalam negeri
Engkau harus hemaat
Pengeluaran uang
Kami sudah coba
Meningkatkan ekspor nonmigas
Bapak sudah katakan
Masalah itu

Kalimat-kalimat itu sebenarnya adalah pola kalimat pasif tipe 2 dalam hal ini terjadi perubahan urutan
(predikat mendahului subjek). Oleh karena kalimat itu termasuk kalimat pasif tipe 2 di antara nomina pelaku dan verba transitif tanpa awalan di- ataupun awalan me(N) itu tidak dapat disisipi unsur lain. Seharusnya kalimat-kalimat tersebut adalah sebagai berikut.
(14)                       Selalu kami gunakan produksi dalam negeri.
(15)                       Harus engkau hemat pengeluaran uang.
(16)                       Sudah kami coba peningkatan ekspor nonmigas.
(17)                       Sudah bapak katakan masalah itu kemarin.
Pronomina kedua engkau mempunyai bentuk pendek kaudan pronomina kesatu aku mempunyai bentuk pendek ku. Kedua pronomina kau dan ku  di tulis serangkai pada verba. Pronomina ketiga tunggal diadalam bentuk pasif lebih banyak ditemukan berwujud awalan di-. Perubahan dia menjadi di- menyebabkan unsur pelakunya menjadi tidak terlihat. Oleh karena itu, orang menempatkan unsur persona ketiga tunggal dalam bentuk pendeknya setelah verba. Penulisannya pun disatukan dengan verba sehingga kalimat seperti itu akan lebih banyak ditemukan. Perhatikan contoh kalimat berikut.
(18)                       Berbagai usaha telah dilakukannya demi masa depan anaknya.
Kalimat Pasif Tipe 3
Ada sejumlah kalimat pasif yang ditandai oleh predikat verba pasif berawalan ter. Kalimat-kalimat yang berpredikat verba berawalan ter berikut menunjukkan bahwa subjek dikenai sasaran perbuatan yang dinyatakan predikat dan mempunyai makna tidak sengaja.
S: Sasaran
P
K
Kaki saya
terinjak
orang
Telunjuknya
teriris
pisau
Anak kecil itu
tersandung
batu
Dia
terjatuh
ke saluran air
Mereka
tertipu
orang



Selain contoh di atas, kalimat pasif yang memiliki makna tidak disengaja dapat juga ditandai oleh kata kena, seperti dalam contoh berikut.
S : Sasaran
P
K
Mereka
Kena tipu
Orang
Adik
Kena tusuk
Duri
Dia
Kena pukul
Temannya
Dia
Kena peras
-

S: Sasaran
P
Pel
K
Anak-anak
  Kehujanan
-
Sepanjang jalan
Mereka
Kedinginan
-
Dari tadi
Si amat
Kejatuhan
Durian
-
anaknya
Kepanasan


Selain berciri verba awalan ter- dan kata kena, kalimat pasif tipe 3 ini juga ditandai oleh predikat dengan afiks ke-an





PUISI CORONA

CORONA Karya Asep Perdiansyah Corona datang menyerang Dunia menjadi tak tenang Tempat keramaian seketika menghilang Matahari b...