KELAS KATA/KATAGORI NOMINA, CIRI, BENTUK DAN MAKNA
GRAMATIKAL
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah fenomena yang menghubungkan dunia makna dengan
dunia bunyi. Lalu, sebagai penghubung di antara kedua dunia itu, bahasa dibangun
oleh tiga buah komponen, yaitu komponen leksikon, komponen gramatika, dan
komponen fonologi. Kalau bahasa itu merupakan suatu sistem, maka sistem bahasa
itu memiliki tiga buah subsistem, yaitu subsistem leksikon, subsistem gramatika, dan
subsistem fonologi.
Nomina
disebut sebagai kata benda. Nomina dari segi perilaku
semantisnya, tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung
fitur-fitursemantik yang secara universal melekat pada kata
tersebut. Nomina
dari segi perilaku sintaktisnya.Dengan
mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian tentang nomina dari segi perilaku sintaktisnya berikut
ini akan dikemukakanberdasarkan
posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa ada frasa nominal, nomina berfungsi sebagai inti atau poros
frasa.
Komponen makna berisi konsep-konsep, ide-ide,
pikiran-pikiran, atau pendapat-pendapat yang berada dalam otak atau pemikiran
manusia. Komponen leksikon dengan satuannya yang disebut leksem merupakan wadah
penampung makna secara leksika, juga bersifat abstrak. Komponen gramatika atau
subsistem gramatika terbagi lagi menjadi dua subsistem, yaitu subsistem
morfologi dan subsistem sintaksis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, masalah yang ada dalam makalahiniadalahsebagai berikut.
1. Apakahpengertiannomina?
2. Apakahciridanbentukdanmaknanomina?
3. Bagaimananaanalisisnominadalam
Tata Bahasa Indonesia
4. Makna, kalimat, contoh kalimat gramatikal,
dan mengidentifikasi makna
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Mendeskripsikanpengertiannomina
2. Mendeskripsikanciridanbentukdanmaknanomina
3. Analisisnominadalam
Tata Bahasa Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Nomina
Nomina
adalah nama seseorang, tempat, atau benda (Burton Roberts, 1997). Kata benda
adalah kategori yang secara sintaksis (1) tidak mempunyai potensi untuk
bergabung dengan partikel tidak, (2)
mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari (Kridalaksana, 1994). Menurut Ibnu Hajar, S.Pd. dalam Ikhtisar
Bahasa dan Sastra Indonesia,nomina
adalah kata yang mengacu pada menusia, benda, dan konsep atau pengertian (segi
semantis). Dalam kalimat berpredikat verba, nomina menduduki fungsi subjek,
objek atau pelengkap, nomina tidak dapat dijadikan bentuk ingkar tidak, tetapi
dengan kata bukan. Contoh: Dokter,
gambar, batang.
Dalam pengertian lain, menurut Prof. Dr. Ida Bagus, M, Pd. Dalam Analisis
Kalimat, nomina (kata benda) adalah nama seseorang, tempat atau benda.
Berdasar kategori sintaksis nomina tidak punya potensi untuk bergabung dengan
partikel tidak, tetapi memunyai potensi untuk didahului partikel dari(
Kridalaksana, 1994). Nomina di sini mencakup pada pronomina dan numeralia.
Selain itu, menurut Gorys Keraf,
kata benda adalah segala kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan
yang+kata sifat contah Ibu yang baik. Di samping itu segala kata yang
mengandung morfemterikat ke-an, pe-an,
pe-, -en, ke-. Contoh: ke-budayaan,
pelaku, makanan, peraturan.
2.
Ciri-ciri
nomina
Dari segi sintaksisnya, nomina
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a) Dalam kalimat
yang predikatnya berupa kata kerja (verba), nomina cenderung menduduki fungsi
subjek, objek, atau pelengkap. Kata pemerintah
dan perkembangan dalam kalimat pemerintah akan memantapkan pekembangan
adalahan nominal
Contoh lainnya Ayah sedang
mencari kunci inggris
Pada kalimat di atas, kata kunci inggris yang menduduki fungsi objek adalah kata benda.
b) Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Nomina hanya dapat diingkarkan
dengan kata bukan. Untuk
mengingkarkan kalimat ayah saya guru harus dipakai kata bukan,
sehingga menjadiAyah saya bukan
seorang guru.
c) Nomina biasanya
dapat diikuti oleh kata sifat (adjektiva) baik secara langsung maupun dengan
perantara ‘yang’.
Contoh: Kata ‘buku’
Dapat digabung dengan adjektiva: ‘buku tebal’. Dapat disisipi kata ‘yang’, misalnya ‘buku yang
tebal’.
Contoh lainnya ‘rumah’
Dapat digabung dengan adjektiva ‘rumah mewah dapat
disisipkan kata ‘yang’, menjadi ‘rumah yang mewah’
d) Nomina dapat mengalami
proses lain seperti proses reduplikasi ataupun proses pemajemukan dengan kata
lain.
Contoh: Reduplikasi,
misalnya: buku-buku, mobil-mobil, orang-orangan, kekanak-kanakan.
Kata majemuk, misalnya: bawah
tanah, peran serta, tumpang tindih.
3.
Bentuk
dan Makna Nomina
Dilihat dari segi bentuk
morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam,yakni(1) nomina berbentuk kata
dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina dilakukan dengan (a) afiksasi,
(b) perulangan, (c) pemajemukan (Alwi,et. al, 1998).
1.
Nomina
Dasar
Nomina
dasar adalah yang hanya terbagi atas satu morfem. Berikut adalah beberapa
contoh nomina dasar yang dibagi menjadi nomina dasar umum dan nomina dasar
khusus.
a. Nomina
Dasar Umum
gambar tahun
meja pisau
rumah tongkat
malam kesatria
minggu hukum
b. Nomina
Dasar Khusus
adik bawuk paman
atas farida pekalongan
batang selasa pontianak
bawah butir kamis
dalam muka maret
Nomina dasar umum meja dan rumah mengandung makna
tempat. Nomina dasar umum malam, minggu, dan tahun tidak memiliki ciri semantis yang mengacu pada tempat, tetapi
mengacu pada waktu. Karena ciri inilah maka nomina seperti itu dapat menjadi
keterangan waktu: malam senin, minggu
depan, tahun 1998. Sebaliknya, kodrat nomina seperti pisaudan tongkat mengacu pada
alat untuk melakukan perbuatan. Karena itu, kita dapat memakainya sebagai
keterangan alat: dengan pisau, dengan
tongkat. Selanjutnya, nomina seperti kesatria
dan hukum, tidak memiliki ciri
semantis tempat, waktu, ataupun alat, tetapi memiliki cirri yang mengacu pada
cara melakukan perbuatan. Dengan demikian, kita memperoleh frasa yang menjadi
keterangan cara seperti secara kesatria
dan secara hukum.
Ciri semantis yang melekat secara hakiki pada tiap
kata sangatlah penting dalam bahasa. Karena ciri itulah yang menentukan apakah
suatu bentuk dapat diterima oleh penutur asli atau tidak. Pembolak balikan
contoh diatas akan menyebabkan kita menolaknya. Bentuk yang berikut tidaklah
dapat kita terima: *secara minggu*, *secara tongkat*, *dengan tahun* atau
diatas tahun.
Dalam
kelompok nomina dasar khusus, ditemukan berbagai macam subkategori kata dengan
beberapa fitur semantiknya.
1. Nomina
yang diwakili oleh atas, dalam, bawah,
dan muka mengacu pada temppat seperti
di atas, di bawah, di dalam. Frasa
preposisional ini juga dapat bergabung dengan nomina lain sehingga menjadi
preposisi gabungan seperti di atas atap,
di bawah meja, di dalam rumah.
2. Nomina
yang diwakili oleh pekalongan dan Pontianak mengacu pada nama geografis.
3. Nomina
yang diwakili oleh butir dan batang menyatakan penggolongan kata
berdasarkan bentuk rupa acuannya secara idiomatic.
4. Nomina
yang diwakili oleh farida dan bawuk mengacu pada nama diri orang.
5.
Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada orang yang masih mmpunyai hubungan kekerabatan.
6. Nomina
yang diwakili oleh selasa dan kamis mengacu pada nama hari.
Secara sepintas pembagian seperti ini tidak berguna,
tetapi jika kita perhatikan benar perilaku bahasa pada umumnya dan bahasa
Indonesia pada khususnya, kita akan tahu bahwa pengertian mengenai cirri
semantis kata sangatlah penting. Jika ada kalimat yang melanggar cirri
semantisnya, kalimat itu akan kita tolak, kita beri arti yang unik, atau kita
angap aneh. Perhatikan pelanggaran cirri semantis dalam kalimat berikut
(5) Selasa
melempari rumah itu
(6)Yang datang ke rapat hanya tiga
butir
(7)Pak Nurdin akan mengawini adik kandungnya sendiri
Kalimat 5 kita tolak karena selasa sebagai nomina
mengacu pada waktu sehingga tidak mungkin dapat bertindak sebagai subjek dalam
kalimat itu. jika kalimat 6 mempunyai arti, nomina butir mempunyai pengertian
khusus pada orang yang datang ke rapat. Sekalipun gramatikal, kalimat 7 dalam
budaya kita sangatlah aneh karena dalam cirri semantis adik kandung menyiratkan
pengertian bahwa orang boleh kawin dengan seorang yang bukan kakak, adik,
paman, ayah dan kakeknya sendiri.
Dari gambaran diatas jelaslah bahwa cirri semantis
untuk tiap kata dalam bahasa sangat penting dan mempunyai implikasi sintaksis
yang membuat penutur asli memiliki kemampuan untuk menilai kebererimaan suatu
kalimat atau tuturan.
2.
Nomina
Turunan
Nomina dapat diturunkan melalui afiksasi, perulangan,
atau pemajemukan. Afiksasi nomina adalah suatu proses pembentukan nomina dengan
menambahkan afiks tertentu pada kata dasar. Dalam penurunan nomina dengan
afiksasi adalah nomina tersebut memiliki sumber penurunan dan sumber ini benlum
tentu berupa kata dasar. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan
nomina dengan afiksasi adalah bahwa nomina tersebut memiliki sumber ini belum
tentu berupa kata dasar. Nomina turunan seperti kebesaran memang di turunkan
dari kata dasar besar sebagai sumber, tetapi pembesaran tidak diturunkan dari
kata dasar yang sama, besar, tetapi dari verba membesarkan.
Misalnya,
nomina turunan kebesaran diturunkan
dari kata dasar besar, tetapi pembesaran (‘proses, pembuatan, atau
cara membesarkan’) dari verba turunan membesarkan.
Proses
yang sama juga terjadi pada penuruan nomina-nomina lain seperti terlihat dalam
contoh-contoh berikut.
Mendarat daratan
Darat
Mendaratkan pendaratan
Kekosongan
Kosong
Mengkosongkan Pengosongan
Satu kesatuan
Bersatu persatuan
Menyatukan penyatuan
Karna
keterkaitan makna merupakan dasar untuk menentukan sumber, maka dalam
kebanyakan hal tiap nomina turuan mempunyai sumbernya sendiri-sendiri.
Pertemuan diturunan seperti pertemuan dan penemuan, misalnya, tidak diturunkan
dari sumber yang sama, yajni, temu, tetapi dari dua verba yang berbeda.
Pertemuan diturunkan dari verba bertemu, sedangakan penemuan dari verba
menemukan. Penemuan juga tidak diturunkan dari verba menemui karena antara
menemui dengan penemuan tidak ada keterkaitan makna.
Dalam
bahasa Indonesia sering ada dua verba yang maknanya sangat dekat. Verba
membesarkan dan memperbesar, misalnya, sama-sama mengandung makna menyebabkan
sesuatu menjadi besar atau lebih besar. Karna hal yang seperti ini, maka nomina
turunan pembesaran tidak mustahil diturunkan baik dati verba membesarkan maupun
memperbesar
A. Afik
dalam penuruan nomina
Pada dasarnya ada tiga prefik dan
satu sufiks yang dipakai untuk menurunkan nomina, yaitu prefix ke, per dan peng
serta sufiks an. Karena prefis dan sufiks dapat bergabung, seluruhnya ada tujuh
macam afiksasi dalam penuruan
Nomina:
1) Ke-
2) Per-
3) Peng-
4) An-
5) Peng-an-
6) Per-an-
7)
Ke-an-
Prefix per mempupunyai prefix
alamorf, yakni per, pel, dan pe. Prefiks peng mempunyai alomorf: pem, pen, peny,peng,penge dan pe karena karena prefis per dan peng mempunyai alomort yang wujutkan sama, yakni pe maka dalam menentukan keanggotaan
prefiks ini kita harus hati-hati. Nomina berikut diturunkan dengan memakai dua
prefiks yang berbeda meskipun ujudnya sama:
a) Pewaris
Pelukis pe adalah alomorf dari peng
Pemasak
1. Morfologi
dan Semantis Turunan
Terdapat banyak kata yang dapat
bergabung dengan dua macam afiks atau lebih, yang mungkin sekali bentukan itu
berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya, dari kata dasar satu diperoleh nomina kesatuan: dari verba bersatu, menyatukan diperoleh nomina persatuan,
penyatuan. Berikut ini beberapa nomina turunan.
a.
Nomina
dengan ke-
Nomina
turunan dengan prefikske- ternyata
amat terbatas, yaitu ketua, kehendak,
kekasih, dan kerangka karena proses itu tidak produktif lagi. Ada beberapa
nama tumbuhan dan binatang yang dimulai dengan ke-, misalnya kelapa, kenari,
kemiri, kepiting, kepinding, dan kekelawar.
b.
Nomina
dengan per-, pel-, dan pe-
Nomina turunan dengan prefiksper- berkaitan bentuk dan maknanya
dengan verba yang berafiks ber-.
Namun, di dalam perkembangannya banyak nomina dengan prefiksper- yang tidak lagi memiliki /r/-, yang
muncul hanya nomina dengan pe- saja.
Nomina yang masih dengan prefiksper-
sangat terbatas, yaitu:
Pertapa
|
←
|
Betapa
|
Persegi
|
←
|
Bersegi
|
Pertanda
|
←
|
Bertanda
|
perlambang
|
←
|
berlambang
|
Nomina
yang diturunkan dengan pel- hanya
terbatas pada kata dasar ajar → pelajar.
Nomina lain yang berkaitan dengan verba berprefiks ber-, tetapi muncul dengan prefikspe-, misalnya:
Petani
|
←
|
bertani
|
Pedagang
|
←
|
berdagang
|
Petinju
|
←
|
bertinju
|
Pejuang
|
←
|
Berjuang
|
petambang
|
←
|
Bertambang
|
penyanyi
|
←
|
bernyayi
|
pelari
|
←
|
berlari
|
pemain
|
←
|
bermain
|
c.
Nomina
dengan peng-
Prefikspeng- (pem-, pen-, peny-, pe-, peng-,
penge-) merupaka prefiks yang sangan produktif. Nomina dengan peng-
memiliki arti seperti berikut.
a) ‘Orang
atau sesuatu yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba’, seperti pembeli ‘yang membeli’.
b) ‘orang
yang pekerjaannya melakukan kegiatan yang dinyatakan oleh verba’, seperti penyanyi dan pengajar (yang menunjukkan
suatu profesi).
c) ‘Orang
yang bersifat seperti yang dinyatakan oleh adjectiva dasarnya’, seperti pemarah yaitu orang yang (bersifat)
mudah marah.
d)
‘Alat untuk melakukan atau orang yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba’, seperti penghapus ‘alat untuk menghapus’.
Makna ‘pelaku’ juga tidak selalu
dinyatakan dalan bentuk peng-.
Seperti, ‘orang yang mengajar’ dapat disebut guru atau pengajar dan ‘orang yang mengemudi mobil’ dapat disebut
sopir atau pengemudi.
d.
Nomina
dengan -an
Nomina
turunan dengan sufiks –an pada
umumnya berasal dari verba walaupun kata dasarnya dari kelas kata lain. Kata asinan, loakan, meteran, dan manisan, berkaitan
dengan sumber mengasinkan, mengilokan,
meloakkan, memaniskan. Arti umum nomina sufiks –an adalah ‘hasil tindakan’ atau ‘yang di-‘ sepertianjuran ‘hasil menganjurkan’ atau ‘yang
dianjurkan’.
Nomina dengan sufiks –an ada yang berkaitan dengan makna lokasi, seperti tepian ‘tempat menepi’. Selain itu, ada
juga yang mengacu pada waktu berkala, seperti (disewakan) jam-jaman dan (surat kabar) harian.
Kelompok nomina lain yang merujuk pada buah-buahan, seperti durian yaitu buah yang kulitnya berduri.
Nomina dengan sufiks –an ada yang
diturunkan dari nomina. Maknanya adalah ‘kumpulan atau berbagai nomina itu’,
seperti sayuran yaitu ‘kumpulan atau
berbagai bahan sayur’ dan lautan
yaitu ‘laut yang luas’.
e.
Nomina
dengan peng-….-an
Nomina dengan peng-….-an pada umumnya diturunkan dari verb meng- yang transitif. Apabila ada dua verba dengan kata dasar yang
sama dan salah satu di antaranya berupa verba transitif (yang lainnya
taktransitif), yang menjadi sumber nomina turunan peng-….-an adalah verba transitif. Misalnya, dalam bahasa Indonesia
kita temukan verba bersatu dan menyatukan Nomina Penyatuan tidak diturunkan dari verba taktraktif bersatu tetapi dari verba transitif menyatukan. Kesimpulan ini diambil
karena
1. Adanya
keterkaitan makna penyatuandan menyatukan, yakni bahwa penyatuan adalah
suatu perbuatan menyatuka
2. Nominalisasi
ini mempunyai keselarasan sintaktis.
Perhatikan
contoh berikut:
A. Hayam
wuruk menyatukan seluruh tanah jawa.
B. Seluruh
tanah jawa bersatu
C. Penyatuan
tanah jawa dilakukan oleh hayam wuruk
D.
Persatuan
tanah
jawa dilakikan oleh hayam wuruk
Dari contoh di atas tampak bahwa
nomina penyatuan merupakan suatu
perubahan yang dilakukan oleh subjek (Hayam Muruk). Penolakan terhadap kalimat
lebih mendukung lagi kesimpulan bahwa nomina peng-anditurunkan dari verba transitif.
Seperti halnya dengan nomina dengan
peng, nomina dengan peng-an juga mempunyai alomorf: peng-an, pen-an, pem-an, penge-an, peny-an,
dan pe-an. Untuk kata dasar yang bersuku satu, bentuk peng-an juga dipakai. Makna yang umum adalah ’perbuatan yang
dimyatakan oleh verba’
Contoh:
Pemberontakan - perbuatan memberontak
Pendaftaran - perbuatan mendaftar
Pengunduran - perbuatan mengundurkan
Penyajian - perbuatan menyajikan
Pelampiasan - perbuatan melampiaskan
Pengeboman - perbuatan mengebom
Pengeboran - perbuatan mengebor
Di samping makna umum’perbuatan’,
ada pula nomina peng-an yang
mengandung makna’hasil perbuatan’ hal yang dinyatakan verba’
Contoh:
Pengakuan - hasil
perbuatan mengakui
Penghargaan - hasil
perbuatan menghargai
Penyelesaian - hasil
perbuatan menyajikan
Pengumuman - hasil
perbuatan mengumumkan
Penderitaan - hasil
perbuatan memberitakan
f.
Nomina
dengan per-….-an
Nomina dengan per-….-an juga diturunkan dari verba, tetapi umumnya dari verba
taktransitif dan berawalan verba ber-. Misalnya, perjanjian berkaitan dengan
verba berjanji. Di samping itu, terdapat juga nomina per-….-an yang berkaitan dengan verba meng- atau memper- yang
transitif, seperti perlawanan ← melawan,
permintaan ← meminta, pergelaran ← mempergelarkan, pertahanan ← mempertahankan,
pertemuan ← bertemu, mempertemukan, dan perjuangan ← berjuang, memperjuangkan.
g.
Nomina
dengan ke-….-an
Nomina dengan ke-….-an dapat diturunkan dari sumber verba, adjektiva, atau
nomina. Apabila sumbernya verba, maknanya adalah hal atau keadaan yang
berhubungan dengan yang dinyatakan verba, sepertikepergian ‘hal yang berhubungan dengan pergi’. Sama halnya ke-….-an dengan verba, ke-….-an dengan adjektiva juga bermakna
hal atau keadaan yang berhubungan dengan yang dinyatakan adjektiva.
Analisis
Nomina dalam Berbagai Teks Bahasa Indonesia
Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah
Kebersihan lingkungan sekolah adalah
salah satu faktor terpenting untuk menciptakan kenyamanan, baik di lingkungan
rumah maupun di lingkungan sekitar. Setiap sekolah selalu mengajarkan anak
didiknya untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Bahkan, kebersihan
sekolah banyak dilombakan untuk menarik minat sekolah agar mereka peduli
kebersihan. Cara untuk menjaga kebersihan sekolah, di antaranya membuang sampah
pada tempatnya, menghapus papan tulis, menyapu ruang kelas, dan lain-lain.
Pembagian piket kelas menjadi salah
satu cara untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Petugas piket biasanya
melakukan tugas membersihkan ruang kelas. Seperti menyapu kelas, menghapus
papan tulis, dan menyiapkan spidol atau kapur tulis. Selain itu, setiap hari
jum’at selalu digunakan untuk melakukan kerja bakti membersihkan sekolah
setelah pelajaran pertama selesai. Banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan
“Jum’at Bersih”. Selain lingkungan sekolah bersih, hubungan murid dan guru juga
bisa semakin akrab dengan adanya kerja sama.
Analisis teks “Menjaga Kebersihan Lingkungan
Sekolah”
1.
Nomina dasar
a. Nomina
Dasar Umum
1) Nomina
‘lingkungan’ mengacu pada keterangan
tempat, misalnya lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat, lingkungan kerja, dan lingkungan sekolah.
2) Nomina
‘sekolah’ mengacu pada jenjang
pendidikan, misalnya Sekolah Taman
kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah
Atas.
3) Nomina
‘ruang’ mencakup banyak tempat,
misalnya ruang tamu, ruang keluarga,
ruang kepala sekolah, ruang kelas, dan ruang rapat.
4) Nomina
‘kelas’ mengacu pada tingkatan,
misalnya kelas IV, kelas VII, dan kelas
X.
b. Nomina
Dasar Khusus
1) Nomina
yang diwakili oleh rumah mengacu pada
tempat tinggal.
2) Nomina
yang diwakili oleh jum’at mengacu
pada nama hari.
3) Nomina
yang diwakili oleh murid dan guru mengacu pada orang yang melakukan
sistem belajar mengajar di dalam kelas.
4) Nomina
yang diwakili oleh spidol mengacu
pada alat menulis.
2. Nomina
Turunan
1) Penurunan
Nomina dengan ke-…-an
a. ‘Kebersihan’
diturunkan dari sumber adjektiva (bersih)
yaitu ke- bersih –an yang mempunyai
makna hal yang berhubungan dengan bersih.
b. ‘kenyamanan’ diturunkan dari simber adjektiva
(nyaman) yaitu ke- nyaman –an yang mempunyai makna hal yang berhubungan dengan
nyaman.
2) ‘Mengajarkan’
diturunkan dari kata dasar ajardimana
‘mengajarkan’ memiliki makna
memberika ilmu
3) Menarik diturunkan dari kata dasar verbal ‘tarik’
4) Menciptakan merupakan turunan dari kata dasar cipta.
Cipta → menciptakan (melakukan
sesuatu) → pencipta, turunan dari menciptakan
5)
Membuang diturunkan dari kata dasar verbal
yaitu ‘buang’ yang mempunyai makna ‘melakukan sesuatu’.
6) Penurunan Nomina dengan pem- yaitu ‘pembagian’ yang memiliki kata dasar bagian dimana pem- dengan
penambahan bagian.
7) ‘Petugas’ bukan penurunan dari tugas, tetapi penurunan melalui menugaskan. ‘Petugas’ memiliki makna orang yang menjalankan tugas
3.
Nomina dari Segi Perilaku Semantisnya
Tiap kata dalam bahasa mana
pun mengandung fitur-fitur semantik yang secara
universal melekat pada kata tersebut. Nomina tidak
terkecualikan. Makna yang dalam bahasa Indonesia dinyatakan oleh
kata seperti kuda dalam budaya mana pun memiliki
fitur-fitur semantik yang universal; misalnya, kakinya
yang empat, adanya mata yang jumlahnya ada dua, warna tubuhnya
yang bisa hitam, putih, coklat, atau abu-abu.
Jalur
semantik tampaknya hanya bersifat kodrati dan sering tidak
diperhatikan. Akan tetapi, fitur-fitur seperti ini penting dalam
bahasa karena penyimpangan dan sifat kodrati ini akan menimbulkan
keganjilan. Karena warna badan kuda hanya bisa hitam, putih, cokelat,
atau abu-abu (dan mungkin pula belang-belang
atau campuran dari warna-warna itu), maka sangatlah aneh bila kita berkata Kuda saya hijau karena
fitur semantik hijautidak ada pada kuda Demikian pula halnya dengan fitur mata. Sangatlah lumrah
kalau orang berkata Kuda saya ada belangnya. Akan
tetapi, sangat ganjil kalau
kita berkata Kuda saya ada matanya karena mata merupakan bagian yang talc terpisahkan dari
pengertian kuda.
Fitur
semantik untuk kuda mencakup pula pelbagai kegiatan yang
bisa dilakukan oleh kuda seperti berdiri, lari, jatuh, dan makan. Ada
kegiatan-kegiatan lain yang tidak dilakukan oleh kuda seperti berdoa,
membaca, dan merokok.
Kata jeruk, misalnya,
mengandung fitur semantik yang mencakup, antara lain, warna,
ukuran, berat, dan bentuk yang bundar. Tidak ada
jeruk yang bentuknya memanjang. Kalau sekarang kegiatan seekor
kuda dikaitkan dengan jeruk lalu kita ciptakan kalimat
(1) Kuda hijau saya
merokok selusin jeruk.
maka kita lihat bahwa dari
segi sintaksis kalimat (1) di atas memenuhi semua persyaratan sebagai
kalimat. Akan tetapi, dari segi makna atau semantik kalimat (1)
tidak bisa diterima karena (a) tidak ada kuda yang berwarna
hijau,(b) kalaupun ada, kuda tidak melakukan perbuatan
merokok, dan (c) kalaupun ada kuda yang merokok, bukan jeruk
yang dirokok.
Perhatikan
pentingnya kita menyadari adanya fitur semantik yang kodrati
pada kata seperti pada contoh berikut: meja, laci, dan rumah. Meja adalah
suatu benda yang secara kodrati memiliki permukaan yang rata. Sebaliknya, laciadalah
suatu benda yang mengandung rongga; dan rumah adalah
suatu rongga (atau ruangan) pula, tetapi dengan ukuran yang jauh
lebih besar daripada laci. Karena sifatsifat seperti ini, frasa di
meja pada umumnya diartikan sebagaidi atas meja. Dengan kata lain, di
meja dan di atas meja mempunyai makna yang sama. Kata laci juga
mempunyai perilaku semantik yang
paralel denganmeja. Karena laci mengandung fitur
"rongga", frasa di
laci sama maknanya dengan iii dalam laci. Tidak
mungkin di lad diartikan sebagai di atas laci.Pengertian
adanya rongga bisa pula
menyangkut besar-kecilnya rongga tersebut. Sebuah rumah mempunyai rongga (ruangan) yang tentunya jauh
lebih besar daripada laci.
Kenyataan ini menyebabkan adanya perbedaan makna antara di rumah dengan di dalam rumah.
Dari
ketiga contoh ini saja tampaklah bahwa pemakaian preposisi di,
di dalam, dan di atas dipengaruhi
oleh fitur semantik yang ada pada nomina porosnya. Suatu
benda yang rata seperti meja tentunya tidak mempunyai rongga
untuk penyimpanan dan, akibatnya, tidak mungkin dapat digabung
dengan preposisi dalam. Frasa *di dalam meja tidak
bisa kita terima. Sebaliknya, laci dan rumah mempunyai rongga
dan juga mempunyai tempat di mana sesuatu dapat berada di
atasnya. Karena itu, baik di, dalam, maupun atas dapat
semuanyadipakai
tentunya dengan makna yang berbeda-beda.
Karena
bahasa tumbuh dalam suatu masyarakat yang memiliki budaya
tersendiri, maka kata-kata dalam bahasa sering pula dipengaruhi
oleh budaya masyarakat yang bersangkutan. Kata dalam bahasa
mengandung fitur-fitur semantik yang sifatnya konvensional, yakni
yang tumbuh dari tata budaya setempat. Misalnya, karena dalam
tata budaya Indonesia peran lelaki lebih dominan daripada peran
wanita, nomina seperti gadis dapat melakukan banyak perbuatan,
tetapi ada pula perbuatan yang umumnya tidak dilakukan oleh
seorang wanita. Karena kendala semantik ini, kalimat (2) tidak lumrah;
kalaupun dipakai ada makna tambahan yang muncul seperti
keagresifan atau kekayaan gadis tersebut. Alih-alih kalimat (2),
orang umumnya memakai kalimat (3) atau (4).
1) Gadis itu akan
mengawini Achmad minggu depan.
2) Gadis itu akan
kawin dengan Achmad minggu depan.
3) Achmad akan
mengawini gadis itu minggu depan.
4.
Morfofonemik Afiks Nomina
Karena
morfofonemik berkaitan dengan perubahan fonem antara akhir
suatu suku dengan permulaan dari suku lain yang mengikutinya dan
dalam hal penurunan nomina fonem akhir afiks nomina sama dengan
fonem akhir afiks verba, maka morfofonemik afiks nomina sama
dengan morfofonemik afiks verba. Misalnya, bila dalam verba prefiks meng- berubah
menjadi men- waktu ditempelkan pada suku yang
mulai dengan fonem /d/ (meng- + dapat — mendapat), maka hal yang sama juga
terjadi pada nomina: peng- berubah menjadi pen- bila diikuti /d/ (peng + datang -> pendatang). Lihat
selanjutnyamorfofonemik verba pada
Bab IV.
5.
Morfologi dan Semantik Nomina Turunan
Dalam
bahasa Indonesia, kata dasar tertentu dapat langsung menjadi nomina dengan
memakai afiks tertentu. Kecuali untuk menyatakan makna barang yang
atau alat untuk (verbs)', yang umumnya dinyatakan dengan
prefiks peng-, masing-masing kata dasar
atau sumber mempunyai afiks sendiri-sendiri. Kata seperti menang dan berani dapat
dijadikan nomina hanya jika afiks yang dipakai adalah ke-an sehingga
tercipta nomina kemenangandan keberanian.
Sebaliknya, verba seperti memeriksa dan menghargai
hanya dapat ditautkan dengan peng-an:
pemeriksaan, penghargaan. Demikian pula halnya denganper-an yang
umumnya bertaut dengan kata seperti berjuang dan berdagangsehingga
kita peroleh nomina seperti perjuangan dan perdagangan. Karena
kecenderungan yang saling menolak
itu, dalam bahasa Indonesia tidak kita temukan nomina seperti *permenangan, *keperiksaan, dan *penjuangan.
Namun,
tidak juga benar bahwa tidak ada kata dasar lain yang memiliki keanggotaan
rangkap. Bahkan sebaliknya, cukup banyak kata yang dapat bergabung dengan dua macam afiks
atau lebih meskipun kalau diurut
bentukan ini berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya, dari kata dasarsatu (dengan
verbanya bersatu dan menyatukan) kita
temukan nominakesatuan, persatuan, dan penyatuan.
6.
Kontras Antarnomina
Karena
kata dasar dapat diberi afiks yang berbeda-beda, banyak nomina
dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu benarbenar
mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. Perhatikan
contoh-contoh berikut.
(a) penyerahan - perbuatan
menyerahkan *serahan
(b) pengosongan -
perbuatan mengosongkankekosongan -
keadaan kosong
(c) perbedaan -keadaanberbeda; hasil
membedakan
pembedaan - perbuatan membedakan
pembedaan - perbuatan membedakan
pembeda - hal atau faktor yang
membedakan bedaan bedaan
(d) satuan - yang berciri satu
persatuan - keadaan bersatu
penyatuan - perbuatan menyatukan kesatuan - hasil
menyatukan
(e) persediaan - cadangan, hal bersedia
penyediaan - perbuatan menyediakan
penyediaan - perbuatan menyediakan
kesediaan - keadaan bersedia untuk
melakukan sesuatu
Dari
contoh di atas tampak bahwa beberapa nomina dengan dasar yang
sama dalam bahasa kita menimbulkan makna yang berbedabeda.
Tampak pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak atau belum ada
dalam bahasa kita. Karena makna sufiks -an adalah hasil yang dinyatakan
verba (lukisan hasil melukis'), maka hasil menyerahkan'
harusnya adalah serahan. Dalam bahasa Indonesia bentuk ini belum dipakai
meskipun sebenarnya potensial. Orang mencari cara lain untuk
mengungkapkan makna ini, misalnya, dengan mengatakan "yang kami
serahkan ini sekadar tanda Mata."
Tidak munculnya suatu bentuk yang potensial
dapat juga karena adanya bentuk lain yang kebetulan
telah dipakai di dalam masyarakat. Dalam bahasa kita, bentuk *bedaantidaklazim dipakai. Hal
ini tampaknya karena dalam bahasa kita telah ada nomina perbedaan yang
telah memikul makna yang seharusnya dinyatakan oleh *bedaan.
7.
Nomina dengan
Dasar Polimorfemis
dua kelompok
kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak menanggalkan
prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang
lebih lanjut. Perhatikan contoh yang berikut.
(a) bersama kebersamaan
berangkat keberangkatan pemberangkatan
berhasil keberhasilan
(b) seragam keseragaman penyeragaman
seimbang keseimbangan penyeimbangan
sesuai kesesuaian penyesuaian persesuaian
(c) terpadu keterpaduan
terlibat keterlibatan
terlaksana keterlaksanaan
(d) mempersatukan
pemersatuan
Mempercepat pemercepatan
memperhatikan pemerhati
memperhatikan pemerhati
Selanjutnya masih ada contoh nomina turunan yang juga
menjadi sumber bagi penurunan yang lebih lanjut.
(e) memimpin pemimpin kepemimpinan
menduduki penduduk kependudukan
mendidik pendidik kependidikan
Gejala
yang dicontohkan di atas mulai disenangi orang meskipun pada
saat ini belum semua bentuk yang berprefiks seperti itu dapat diturunkan
menjadi nomina berdasarkan kaidah itu.
8.
Penurunan
Nomina dengan -El-, -Er-, -Em-, dan -In‑
Penurunan
nomina dengan memakai infiks, yakni imbuhan yang disisipkan, tidaklah
produktif lagi dalam bahasa Indonesia. Kita temukan kini beberapa
contoh yang sudah membatu dan oleh banyak orang dianggap
sebagai kata yang monomorfemis.
Contoh:
Nomina
|
El
|
tunjuk
|
Telunjuk
|
patuk
|
pelatuk
|
gembung
|
gelembung
|
tapak
|
Telapak
|
gigi
|
Geligi
|
Nomina
|
Er
|
sabun
|
serabut
|
uling
|
seruling
|
Gigi
|
gerigi
|
Nomina
|
Em
|
kuning
|
Kemuning
|
Kelut
|
Kemelut
|
Kilau
|
Kemilau
|
Nomina
|
Im
|
Kerja
|
Kinerja
|
Sambung
|
Sinambung
|
Tambang
|
tinambung
|
9.
Penurunan Nomina dengan -Wan/Wati
Nomina
dengan afiks -wan/-wati mengacu kppada (a) orang yang ahli
dalam bidang tertentu, (b) orang yang mata pencarian atau pekerjaannya
dalam bidang tertentu, atau (c) orang yang memiliki barang
atau sifat khusus. Sufiks -wan mempunyai alomorf -man dan -wati. Pada
masa lampau alomorf -man diletakkan pada dasar yang berakhir
dengan fonem /i/ seperti terlihat pada kata budiman dan seniman. Sufiks
-man tidak produktif lagi; pembentukan nomina Baru
sering mempergunakan -wan.
Alomorf -wati dipakai
untuk mengacu pada perempuan. Seorang pekerja perempuan,
misalnya, dinamakan karyawati, sedangkan rekan
prianya dinamakan karyawan. Dalam perkembangan .bahasa Indonesia,
orang mulai memakai bentuk dengan -wan untuk merujuk baik
pria maupun wanita. Bila ingin secara khusus merujuk pada kewanitaannya,
barulah dipakai -wati.Dengan kata lain, wartawati pastilah
seorang jurnalis wanita, tetapiwartawan bisa mengacu pada
yang pria ataupun yang wanita. Berikut ini disajikan beberapa contoh.
a. ilmuwan -orang yang ahli di bidang
ilmu
budayawan - orang yang ahli di bidang budaya sejara(h)wan
budayawan - orang yang ahli di bidang budaya sejara(h)wan
- orang yang ahli di bidang
sejarah rohaniwan
- orang yang ahli di bidang rohani bahasawan
- orang yang ahli di bidang bahasa
b. karyawan - orang yang mata pencariannya berkarya (sebagai pegawai)
wartawan - orang yang pekerjaannya dalam bidang pewartaan
usahawan -
orang yang pekerjaannya dalam bidang usaha
olahragawan - orang yang secara khusus memahirkan
diri dibidang olahraga
c. dermawan - orang yang suka berderma
hartawan - orang yang memiliki banyak harta
rupawan - orang yang memiliki rupa elok
bangsawan - orang yang berbangsa/berketurunan
orangmulia
Dengan adanya
kemungkinan membentuk nomina lewat penambahan
sufiks -wan/wati, pemakai bahasa Indonesia berpeluang memilih cara pembentukan nomina dengan
prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks -wan/-wati.Kaidah untuk
menentukan bentuk mana yang
dipakai bersifat idiomatis; artinya, pilihannya hanya berdasar pada adat bahasa. Orang yang hidup
dari, atau yang bergerak di
bidang seni, secara idiomatis disebut seniman, dan bukan*peseni. Demikian pula kita dapati
kata budiman, hartawan, Ilmuwan yangsudah baku
dan mantap sehingga kita menolak bentuk lain sep " *pembudi, *pengharta dan *pengilmu.
10.
Penurunan Nomina dengan -At/-In dan
-A/-I
Dalam
bahasa Indonesia ada kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan
sufiks -at dan -in yang maknanya
berkaitan dengan perbedaan jenis
kelamin atau jumlah.
Contoh:
Tunggal/pria Tanggal/wanita Jamak/pria-wanita
muslim muslimat muslimin
mukmin mukminat mukminin
hadirat hadirin
Rujukan
pada pria dan wanita sangat umum di dalam bahasa kita.
Di samping contoh-contoh di atas, kita temukan pula bentuk yang
perbedaannya hanya terletak pada alternatif antara fonem /a/ untuk
pria dan /i/ untuk wanita pada akhir kata.
Contoh:
dewa "
dewi
putra " putri
pemuda " pemudi
mahasiswa " mahasiswi
Seperti
halnya -wan dan -wati, ada kecenderungan pada masa kini
untuk memakai bentuk /i/ khusus untuk wanita, sedangkan bentuk
/a/ untuk pria maupun wanita. Seseorang yang bertanya "Putra
Ibu berapa?" bisa mendapat jawaban "Tiga,
Pak; dua laki-laki dan satu perempuan." Sebaliknya,
pertanyaan "Dari tiga itu, yang putri
berapa?" jelas menanyakan berapa jumlah anak
perempuan dalam keluarga tersebut. Demikian pula
pernyataan "Diuniversitas kami
ada sekitar 8.500 mahasiswa" merujuk
pada mahasiswaataupun mahasiswi yang terdaftar. Akan tetapi,
pernyataan "Dari jumlah 8.500,
mahasiswinya 4.125 orang" mengungkapkan
jumlah wanita yang kuliah di sana.
. 11. Makna
Gramatikal
Makna gramatikal (gramatical
meaning), atau makna fungsional (fungsional meaning), atau makna
struktural (structural meaning), atau makna internal (internal
meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam
kalimat (Pateda, 1996:103). Makna gramatikal adalah makna yang hadir
sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Makna sebuah kata (kata dasar maupun kata jadian) bergantung pada
konteks kalimat atau konteks situasi, maka makna gramatikal ini disebut makna
kontekstual atau makna situasional. Namun bisa pula disebut makna struktural
karena proses dan satuan-satuan gramatikal selalu berkenaan dengan struktur
ketatabahasaan (Chaer, 2009: 60). Satuan kebahasaan yang baru dapat
diidentifikasi setelah satuan itu bergabung dengan satuan kebahasaan yang lain
disebut makna gramatikal (Wijana dan Rohmadi, 2011: 14).
Kata mata mengandung
makna leksikal alat atau indra yang terdapat
di kepala yang berfungsi untuk melihat. Namun, setelah kata mata ditempatkan
dalam kalimat, misalnya. “Hei, mana matamu?” kata mata tidak
mengacu lagi pada makna alat untuk melihat atau tidak menunjuk pada indra untuk
melihat, tetapi menunjuk pada cara bekerja, cara mengerjakan yang hasilnya
kotor, tidak baik. Belum lagi kata mata digabungkan dengan
kata lain yang menghasilkan urutan kata: air mata, mata duitan, mata
keranjang, mata pisau, telur mata sapi, yang semuanya mengandung makna
yang sudah lain dengan makna kata mata. Dengan contoh ini
terlihat bahwa maksud katamata bergeser.
Makna gramatikal bermacam-macam,
setiap bahasa memiliki sarana atau alat tertentu untuk menyatakan makna-makna
gramatikal. Untuk menyatakan makna ‘jamak’ dalam bahasa Indonesia menggunakan
proses reduplikasi, seperti kata buku yang bermakna (sebuah
buku) menjadi buku-buku yang bermakna (banyak buku). Dalam bahasa
Inggris makna ‘jamak’ hanya dengan menggunakan penambahan morfem (s) atau
menggunakan bentuk khusus. Misalnya book (sebuah buku)
menjadi books (banyak buku).
Penyimpangan makna dan bentuk-bentuk
gramatikal yang sama terjadi pula dalam bahasa Indonesia. Misalnya, kata menakutkan, serta mengalahkan yang
bermakna ‘membuat jadi’ dibentuk dari kelas kata dan imbuhan yang sama dengan
katamemenangkan, menggalakkan memiliki makna berbeda yakni bermakna
‘memperoleh kemenangan’, ‘menggiatkan’. Proses komposisi atau proses
penggabungan dalam bahasa Indonesia juga banyak melahirkan makna gramatikal.Contohnya,
makna sotoayam dan soto Madura merupakan
komposisi yang berbeda walaupun menggunakan kata soto karena soto
ayam menyatakan ‘bahan dasar atau asal bahan’, sedangkan soto
Madura menyatakan ‘asal tempat’. Terkadang makna gramatikal dapat
diketahui tanpa mengenal makna leksikal unsur-unsurnya. Misalnya klausa malalat, lolo-lolo yang
tidak diketahui makna leksikal unsur-unsurnya, namun kontruksi klausa tersebut bermaknamalalat ‘tujuan,
pasien’, lolo-lolo mengandung makna ‘pelaku perbuatan’.
Charles Carpenter Fries membedakan
tiga macam fungsi semantik gramatikal atau semantik struktural sebuah kalimat.
Ketiga macam fungsi makna itu ialah: (1) makna butir-butir gramatikal, hususnya
makna/fungsi gramatikal dari partikel, dan makna kategori-kategori gramatikal,
misalnya, kategori jumlah, genus, atau kategori aspek, modus dan sebagainya;
(2) makna fungsi-fungsi garamatikal misalnya (subjek, predikat, objek, keterangan)
dan makna peran gramatikal misalnya (agens, benefaktif, faktitif); (3) makna
yang berhubungan dengan nosi-nosi umum kalimat, seperti kalimat berita, kalimat
tanya, dan kalimat perintah.
Makna gramatikal merupakan perangkat makna kalimat yang bersifat tertutup. Ini
berarati makna gramatikal setiap bahasa terbatas dan tidak dapat berubah atau
digantikan dalam waktu yang lama. Itu sebanya makna gramatikal bahasa dapat
dikaidahkan. Ia bersifat tetapsesuai dengan keberterimaan masyarakat pemakai bahasa
itu. Itulah tata bahasa.
12. Proses Gramatikal
Proses gramatikal
seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula terjadinya
perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan
makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan
proses tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.
13.
Makna Gramatikal dan Makna Leksikal
Melalui
berbagai sumber, dapat berbagai istilah untuk menanamkan jenis atau tipe makna.
Pateda (Chaer, 1986:59) secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis
makna, yaitu makna efektif, makna denotatif, makna deskriftif, makna
ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna idealisiovnal, makna intensi,
makna gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna konseptual, makna
konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktonal, makna proposisional,
makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna
tematis. Sedangkan Leech haer, 1976:59) yang karyanya banyak dikutip
orang dalam hal semantis membedakan adanyatujuh tipe makna, yaitu (1) makna
konseptual,(2)
Makna
konotatif, (3) makna stilistika, (4) makna afektif, (5) makna reflektif, (6)
makna kolokatif, (7) makna tematik. Dengan catatan makna konotatif,
stilistika, afektif, reflektif, dan kolokatif masuk dalam kelompok
yang lebih besar yaitu makna asosiatif.
Berikut
akan dibahas mengenai jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah
dikemukakan oleh para ahli bahasa.
14.
Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna
leksikal (bahasa Inggris lexical meaning, semantic meaning, eksternal
meaning) adalah makna unsur-unsur sebagai lambing benda, peristiwa, dan
lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri,
lepas dari konteks. Misalnya, kata culture (bahasa
inggris) ‘budaya’, di dalaam kamus Shadily & Echols disebutkan
sebagai nomina (kb) dan artinya: (1) kesopanan, kebudayaan; (2)
perkembangbiakan (biologi);sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia I, budaya
adalah nomina, dan maknanya; (1) pikiran, akal budi; (2) kebudayaan;
(3) yang mengenai kebudayaan, yang sudah berkembang (beradab,maju). Semua
makna, baik bentuk dasar maupun bentuk turunan yang ada dalam kamus disebut
makna leksikal.
Masih
dalam hal makna, Djajasudarma (Bateda, 1993) lebih lanjut menjelaskan makna
gramatikal yang merupakan bandingan bagi makna leksikal. Makna gramatikal (bahasa
Inggris grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal
meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intrabahasa, atau makna
yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat.
Mengenai
dua jenis makna ini, Kridalaksana (Chaer, 1993) menjelaskan makna leksikal (lexical
meaning, semantic meanin, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa
sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini dipunyai
unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. Selanjutnya, makna
gramatikal (grammatical meaning, functional meaning, structural meaning,
internal meaning) adalah hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam
satuan-satuan yang lebih besar; misalnya, hubungan antar kata dengan kata lain
dalam frase atau klausa.
Dengan
demikian, makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem atau
kata meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda, memiliki makna leksikal
‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem pensilmempunyai
makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan
leksem air memiliki makna leksikal ‘ sejenis barang cair yang
biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jadi, kalau dilihat dari
contoh-contoh tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya.
Lain
dari makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal,
seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Misalnya, proses
afiksasi prefix ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan
atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna
gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
15.
Makna Leksikal
Makna
leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya
dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat). Makna leksikal adalah
makna kata yang terdapat dalam leksikal (kamus). Makna leksikal bersifat umum
atau lugas artinya makna kata yang tidak dipengaruhi oleh bentuk lain.
Leksikal
adalah makna yang bersifat leksikon, yang sesuai dengan referennya, atau makna
yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna leksikal merupakan
gambaran nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata tersebut.
Sebuah kata yang memiliki makna leksikal sudah jelas bahwa tanpa konteks pun
memiliki referen atau makna langsung (Chaer, 2013: 59).
Memang
benar jika tidak semua kata dalam bahasa indonesia memiliki makna. Kata cantik,
tidur dan lain-lain disebut kata tugas, walaupun memang memiliki makna
leksikal
Contoh:
Rumah
: Bangunan untuk tempat tinggal manusia
Makan
: Mengunyah dan menelan sesuatu
Makanan
: Segala sesuatu yang boleh dimakan
Mata
: Indra untuk melihat (makna leksikal)
16.
Makna Gramatikal
Makna
gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses
gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan). Makna gramatikal ialah
makna yang timbul akibat peristiwa tata bahasa, yaitu proses melekatnya bentuk
kata (morfem) yang satu dengan bentuk yang lain.
Bentuk
(morfem) / ber / , / me-l / secara lepas atau berdiri sendiri belum memiliki
makna. Morfem tersebut memiliki makna setelah bergabung dengan bentuk lain,
peristiwa ini disebut proses morfologi.
Makna
gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat dari proses gramatika seperti
afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Makna gramatikal bergantung pada konteks
yang membawanya.
Contoh:
Berumah
: Mempunyai rumah
Bermata
: Memiliki mata (makna gramatikal)
Memata-matai
: Mengamati secara diam-diam (makna gramatikal)
Implikasinya
salah satunya awalan ter- atau imbuhan lainnya, tentunya tidak mempunyai makna.
Sebuah imbuhan baru dapat memiliki makna atau kemungkinan memiliki makna
apabila sudah berproses dengan kata lain. Kata ‘terangkat’ memiliki kemungkinan
makna dapat atau tidak sengaja tergantung konteks kalimat yang membawanya. Ada
tiga macam proses morfologi:
17.
Afiksasi
Proses melekatnya afiks (imbuhan) kepada
bentuk dasar. Akibat melekatnya afiks kepada kata dasar akan menimbulkan fungsi
dan makna baru.
Macam-macam afiks bahasa Indonesia:
Macam-macam afiks bahasa Indonesia:
a. Prefiks
(awalan) :
di, me, ber, pe, ter dan sebagainya
b. Infiks
(sisipan)
: in, el
c. Sufiks
(akhiran) :
an, kan, i, lah
d. Konfiks
(afiks gabung) : pe - an, ke - an, se – nya
e. Simulfiks
(afiks berurutan) =me - kan, me - i, di – kan
18.
Reduplikasi
Proses
pembentukan kata baru dengan cara mengulang bentuk dasar.
Bentuk perulangan kata meliputi:
Bentuk perulangan kata meliputi:
a. Kata
ulang utuh/penuh : gedung-gedung
b. Kata
ulang sebagian :
berlari-lari
c. Kata
ulang berimbuhan : anak-anakan
d. Kata
ulang berubah bunyi : sayur mayor
e. Kata
ulang
semu
: kupu-kupu, kunang-kunang
19. Komposisi
Gabungan dua kata atau
lebih yang menimbulkan makna baru.
Contoh:
Rumah
makan : rumah digunakan untuk makan
Rumah
sakit : rumah digunakan untuk mengobati orang sakit
Rumah
dinas : rumah yang digunakan untuk kepentingan dinas
20.
Jenis Perubahan makna
Dalam
bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam
bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya:
a.
Perubahan Meluas
Yang
dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau
leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena
berbagai factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna
ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga
dalam kurun waktu yang lama. Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil
perluasan makna itu masih berada dalam lingkup poliseminya artinya masih ada
hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada kata saudara yang dahulu hanya
mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan sekarang berkembang menjadi
bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu siapa saja yang
sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara bermakna siapapun
orang tersebut dapat disebut saudara.
b.
Perubahan Menyempit
Perubahan
menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada
mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas
hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang
pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja
yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun
seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau bukan tamatan perguruan
tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana. Sebaliknya serendah berapapun
indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan
disebut sebagai sarjana.
c.
Perubahan Total
Yang
dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau
berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang
dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal tapi
keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata seni yang
mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang digunakan sebagai istilah untuk
sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus seperti seni lukis, seni tari,
seni suara.
d.
Penghalusan (ufemia)
Penghalusan
dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya
kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau
lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan
makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia.
Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan
diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah
pembantu rumah tangga.
e.
Pengasaran (disfemia)
Pengasaran
yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau
bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran
ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam
keadaan jengkel. Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata
memasukkan, kata mendepak untuk menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.
21. Kalimat Gramatikal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 461), gramatikal
diartikan sesuai dengan tata bahasa. Dimana makna katanya mengalami proses
afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Makna dari gramatikal
sendiri adalah kata yang berubah-ubah sesuai dengan konteks (berkenaan dengan
situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa) pemakainya.
Berdasarkan arti gramatikal di atas, maka kalimat gramatikal
adalah kalimat yang makna katanya berubah-ubah karena mengalami proses
pengimbuhan, pengulangan ataupun pemajemukan yang disesuaikan menurut tata
bahasa serta terikat dengan konteks pemakainya.
22. Contoh Kalimat Gramatikal
1.
Minuman,
minum-minum, peminum (makna gramatikal). Contoh :
a.
Polisi
menyita beberapa peti minuman keras dari dalam toko itu.
b.
Pagi,
siang, malam, kerjanya hanya duduk dan minum-minum saja.
c.
Seluruh
orang di kampung ini tahu, kalau ia seorang peminum.
2.
Rumah
dinas, rumah duka, merumahkan, perumahan (makna gramatikal). Contoh :
a.
Sejak
terpilih menjadi bupati di kota lain, kini ia tinggal di rumah dinas.
b.
Setiap
hari rumah duka itu tidak pernah sepi pengunjung.
c.
Beberapa
bulan terakhir ini perusahaan telah merumahkan puluhan karyawannya.
d.
Pemerintah
tengah gencar membangun perumahan untuk kalangan menengah ke bawah.
3.
Ibu
guru, keibuan, ibu-ibu (makna gramatikal). Contoh :
a.
Wanita
yang berpapasan denganku di gerbang sekolah tadi pagi ternyata ibu guru baru
kami.
b.
Walaupun
sudah melahirkan dua anak, sikap keibuannya sedikitpun tak tampak.
c.
Hari
ini di puskesmas terlihat ramai dengan kehadiran ibu-ibu PKK.
4. Makan-makan, makanan, makan siang
(makna gramatikal). Contoh :
a.
Gaji
pertamanya habis untuk makan-makan bersama teman-teman sekantornya.
b.
Jangan
membuang-buang makanan, banyak saudara kita yang kelaparan di luar sana.
c.
Setiap
jam istirahat, warteg menjadi pilihan tempat makan siangnya.
5.
Mobil-mobilan,
mobil ambulance, permobilan (makna gramtikal). Contoh :
a.
Adik
menabung uang jajannya untuk membelimobil-mobilan kesukaannya.
b.
Korban
kecelakaan lalu lintas sore tadi sudah di bawa mobil ambulance ke rumah sakit
terdekat.
c.
Kakakku
bercita-cita ingin membuka permobilan sendiri saat lulus kuliah nanti.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nomina
disebut sebagai kata benda. Nomina dari segi perilaku
semantisnya, tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung
fitur-fitursemantik yang secara universal melekat pada kata
tersebut. Nomina
dari segi perilaku sintaktisnya.Dengan
mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian tentang nomina dari segi perilaku sintaktisnya berikut
ini akan dikemukakanberdasarkan
posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa ada frasa nominal, nomina berfungsi sebagai inti atau poros
frasa.
Dilihat
dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam,
yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan.
Penurunan nomina ini dilakukan dengan (a) afiksasi, (b)perulangan,
atau (c) pemajemukan. Karena morfofonemik berkaitan dengan
perubahan fonem antara akhir suatu suku dengan permulaan dari suku
lain yang mengikutinya dan dalam hal penurunan nomina fonem akhir
afiks nomina samadengan fonem akhir afiks verba, maka
morfofonemik afiks nomina sama dengan morfofonemik afiks verba.
Dalam
bahasa Indonesia, kata dasar tertentu dapat langsung menjadi nomina dengan
memakai afiks tertentu. Karena kata dasar dapat
diberi afiks yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa
Indonesia yang pemakaiannya perlu benarbenar mempertimbangkan
perbedaan bentuk dan maknanya. dua kelompok kata
turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak menanggalkan
prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang
lebih lanjut.
Penurunan
nomina dengan memakai infiks, yakni imbuhan yang disisipkan, tidaklah
produktif lagi dalam bahasa Indonesia.Nomina dengan afiks -wan/-wati mengacu
kepada (a) orang yang ahli
dalam bidang tertentu,
(b) orang yang mata pencarian atau pekerjaannya dalam bidang
tertentu, atau (c) orang yang memiliki barang atau sifat khusus.
Sufiks -wan mempunyai alomorf -man dan -wati.Dalam
bahasa Indonesia ada kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan
sufiks -at dan -in yang maknanya
berkaitan dengan perbedaan jenis
kelamin atau jumlah.Mula-mula nomina
dengan sufiks -isme dan -tas dipungut
dari bahasa asing. Akan tetapi;
lambat laun afiks itu menjadi produktif sehingga bentuk -isme, -(is)asi, -logi,dianggap layak
diterapkan juga pada dasar kata Indonesia.
3.2
Saran
Sehubungan dengan hasil pembahasan makalah ini, penulis
berharap agar pembaca mau mempelajari isi dari makalah untuk pengetahuan
tentang kelas kata/katagorinomina, ciri, bentukdanmaknagramatikal.
Daftar Pustaka
Alwi Hasan, 2002. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Arifin Zaenal,
Junaiyah. 2009. Morfologi. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia
Chaer Abdul, 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Kridalaksana
Harimukti. 1994. Kelas Kata Dalam Bahasa
Indonesia. Edisi Kedua.
Jakarta: Gramedia
Putrayasa Ida Bagus, 2008. Kajian Morfologi. Singaraja: Rafika Aditama
Putrayasa Ida Bagus,
2010. Analisis Kalimat. Singaraja:
Rafika Aditama
Putrayasa Ida Bagus, 2010. Analisis Kalimat. Bandung: Aditama
https://www.youtube.com/watch?v=sFW8vDGdJBw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar