KALIMAT DEKLARATIF, KALIMAT IMPERATIF, DAN KALIMAT
INTEROGATIF
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bahasa
adalah fenomena yang menghubungkan dunia makna dengan dunia bunyi. Lalu,
sebagai penghubung di antara kedua dunia itu, bahasa dibangun oleh tiga buah
komponen, yaitu komponen leksikon, komponen gramatika, dan komponen fonologi. Kalau
bahasa itu merupakan suatu sistem, maka sistem bahasa itu memiliki tiga buah
sibsistem, yaitu subsistem leksikon, subsistem gramatika, dan subsistem
fonologi. Komponen makna berisi konsep-konsep, ide-ide, pikiran-pikiran, atau
pendapat-pendapat yang berada dalam otak atau pemikiran manusia. Komponen
leksikon dengan satuannya yang disebut leksem merupakan wadah penampung makna
secara leksika, juga bersifat abstrak. Komponen gramatika atau subsistem
gramatika terbagi lagi menjadi dua subsistem, yaitu subsistem morfologi dan
subsistem sintaksis.
Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam
satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Kalimat umumnya berwujud rentetan
kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Setiap kata termasuk kelas
kata atau kategori kata, dan mempunyai fungsi dalam kalimat. Pengurutan
rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam
kalimat yang dihasilkan. Jika ditinjau dari segi bentuknya, kalimat dapat
berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk. Sedangkan jika dilihat dari segi
maknanya kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat deklaratif (kalimat berita),
kalimat imperatif (kalimat perintah), dan kalimat interogatif (kalimat tanya).
Dilihat
dari namanya, sudah tampak makna macam-ragam kalimat itu : kalimat berita menyampaikan
berita pernyataan, kalimat
perintah memberikan perintah kepada yang bersangkutan kalimat tanya mengajukan
pertanyaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada makalah
ini akan dipaparkan masalah yang berkaitan dengan kalimat deklaratif, kalimat
imperatif, dan kalimat interogarif.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah
yang ada dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah
pengertian kalimat deklaratif?
2. Apakah
pengertian kalimat imperatif?
3. Apakah
pengertian kalimat interogatif?
1.3 Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan
pengertian kalimat deklaratif.
2. Mendeskripsikan
pengertian kalimat imperatif.
3. Mendeskripsikan
pengertian kalimat interogatif.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Kalimat
Deklaratif
Kalimat deklaratif,
yang juga dikenal dengan nama kalimat berita dalam buku-buku tata bahasa
Indonesia, secara formal, jika dibandingkan dengan ketiga jenis kalimat yang lainnya,
tidak ber-markah khusus. Dalam
pemakaian bahasa bentuk kalimat deklaratif umumnya digunakan oleh
pembicara/penulis untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita
bagi pendengar atau pembacanya. Jika pada suatu saat kita mengetahui ada
kecelakaan lalu lintas dan kemudian kita menyampaikan peristiwa itu kepada
orang lain, maka kita dapat memberitakan kejadian itu dengan menggunakan
bermacam-macam bentuk kalimat deklaratif (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 360).
Kalimat
deklaratif adalah kalimat yang isinya menyampaikan pernyataan yang ditujukan
kepada orang orang lain sehingga orang lain tersebut diharapkan menanggapinya
melalui respon yang dapat tercermin dari pandangan mata atau mimik dan kadang
disertai anggukan atau ucapan ya (Tarmini, 2013: 98). Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat deklratif adalah kalimat yang berisi
pernyataan tentang kejadian yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat atau
dikenal dengan kalimat berita.
Perhatikan contoh kalimat berikut.
a. Tadi pagi
ada tabrakan mobil di dekat Monas.
b. Saya lihat
ada bus masuk Ciliwung tadi pagi.
c. Waktu ke
kantor, saya lihat ada Jip menabrak becak sampai hancur.
d. Saya ngeri
melihat tabrakan antara bus PPD dan sedan Fiat tadi pagi.
e. Tadi pagi
ada sedan Fiat mulus yang ditabrak bus PPD.
Dan segi bentuknya, kalimat di atas bermacam-macam. Ada yang
memperlihatkan inversi, ada yang berbentuk aktif, ada yang pasif, dan
sebagainya. Akan tetapi, jika dilihat fungsi komunikatifnya, maka kalimat di
atas adalah sama, yakni semuanya merupakan kalimat berita. Dengan demikian, kalimat berita
dapat berupa bentuk apa saja, asalkan isinya merupakan pemberitaan. Dalam
bentuk tulisnya kalimat berita dengan tanda titik. Dalam bentuk lisan, suara
berakhir dengan nada turun
(Alwi, Hasan, dkk., 2010: 361).
2.2
Kalimat
Imperatif
Kalimat imperatif adalah kalimat perintah atau suruhan dan permintaan
jika ditinjau dari isinya (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 361). Kalimat
imperatif adalah kalimat yang meminta pendengar atau pembaca melakukan suatu
tindakan. Kalimat imperatif ini dapat berupa kalimat perintah, kalimat
himbauan, dan kalimat larangan
(Tarmini, 2013: 113). Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kalimat imperatif adalah kalimat yang berisi kalimat perintah untuk
melakukan sesuatu, sehingga menimbulkan suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang.
Perintah
atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi
enam golongan:
1. Perintah
atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu;
2. Perintah
halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba
atau mempersilahkan lawan bicara sudi berbuat sesuatu;
3. Permohonan
jika pembicara, demi kepentingannya, minta lawan bicara berbuat sesuatu;
4. Ajakan
dan harapan jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu;
5. Larangan
atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan dilakukan sesuatu;
6. Pembiaran
jika pembicara minta agar jangan dilarang.
Kalimat imperatif memiliki ciri formal,
seperti berikut.
1. Intonasi
yang ditandai nada rendah di akhir tuturan.
2. Pemakaian
partikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan
larangan.
3. Susunan
inversi sehingga urutannya menjadi tidak selalu terungkap predikat-subjek jika
diperlukan, dan
4. Pelaku
tindakan tidak selalu terungkap.
Kalimat imperatif dapat diwujudkan,
sebagai berikut.
1. Kalimat
yang terdiri atas predikat verbal dasar atau adjektiva, ataupun frasa
preposisional saja yang sifatnya taktransitif, dan
2. Kalimat
lengkap yang berpredikat verbal taktransitif atau transitif, dan
3. Kalimat
yang dimarkahi oleh berbagai kata tugas modalitas kalimat.
2.2.1 Kalimat Imperatif Taktransitif
Kalimat
imperatif taktransitif dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat dipredikat verba dasar, frasa adjektival,
dan frasa verbal yang berfrefiks ber- atau meng-
ataupun frasa preposisional. Perhatikan contoh berikut:
(1) a.
Engkau masuk.
b. Masuk!
(2) a.
Engkau tenang!
b. Tenang.
Kalimat
imperatif (1b) dan (2b) dapat dilengkapi dengan kata panggilan atau vokatif.
(3) Masuk,
Narko!
(4) Tenang,
anak-anak!
Kalimat
imperatif taktransitif yang dijabarkan dari kalimat deklaratif yang verba
predikatnya berawalan ber- dan meng- dapat dilihat pada contoh (5) dan (6) berikut:
(5) a.
Kamu berlibur
ke tempat nenekmu!
b. Berliburlah ke tempat nenekmu!
(6) a.
Engkau menyebrang dengan hati-hati.
b. Menyebranglah dengan hati-hati.
Pada contoh-contoh di
atas tampak bahwa baik predikat verba dasar dan predikat-predikat adjektival (masuk, tenang) maupun verba turunan
(berlibur dan menyebrang) tidak mengalami perubahan
apa-apa.
Kalimat
imperatif taktransitif yang diturunkan dari kalimat deklaratif yang predikatnya
frasa preposisional dapat dilihat pada contoh (7) yang berikut:
(7) a.
Engkau kesana!
b. Kesanalah!
2.2.2
Kalimat Imperatif
Transitif
Kalimat imperatif yang
berpredikat verba transitif mirip dengan konstruksi kalimat deklaratif pasif.
Petunjuk bahwa verba kalimat dapat dianggap berbentuk pasif ialah kenyataan
bahwa lawan bicara yang dalam kalimat deklaratif berfungsi sebagai subjek
pelaku menjadi pelengkap pelaku, sedangkan objek sasaran dalam kalimat
deklaratif menjadi subjek sasaran dalam kalimat imperatif. Kalimat (a) berikut
adalah kalimat berita, sedangkan (b) kalimat perintah.
(8) a.
Engkau mencari pekerjaan apa saja.
b. Carilah
pekerjaan apa saja!
(9) a.
Kamu membelikan adikmu sepatu baru.
b. Belikanlah
adikmu sepatu baru!
(10) a. Anda memperbaiki sepeda
mini itu.
b. Perbaikilah
sepeda mini itu.
(11) a. Saudara memberangkatkan
kereta itu sekarang.
b. Berangkatkanlah
kereta itu sekarang.
(12) a. Kamu menganggap dia orang
gila.
b. Anggaplah
dia orang gila.
(13) Kontrak ini dikirimkan sekarang!
(14) Konsep
perjanjian itu diketik serapi-rapinya, ya!
(15) Dijual
saja mobil tua seperti itu olehmu.
Pemakaian bentuk pasif
dalam kalimat imperatif sangat umum dalam Bahasa Indonesia. Hal itu mungkin
berkaitan dengan keinginan penutur untuk meminta agar orang lain melakukan
sesuatu untuknya, tetapi tidak secara langsung. Tentu saja kalimat (13),
misalnya, dapat memiliki padanan Kirimkan
kontrak ini sekarang!, tetapi bentuk pasif dengan di- akan terasa lebih halus
karena yang disuruh seolah-olah tidak merasa secara langsung diperintah untuk
melakukan sesuatu. Si penyuruh hanya menekankan pada kenyataan bahwa kontrak
itu harus sampai kepada yang bersangkutan.
2.2.3 Kalimat Imperatif Halus
Disamping
bentuk pasif yang baru saja dibicarakan, bahasa Indonesia juga memiliki
sejumlah kata yang dipakai untuk menghaluskan isi kalimat imperatif. Kata
seperti tolong, coba, silahkan, sudilah, dan
kiranya sering dipakai untuk maksud
itu. Perhatikan contoh sebagai berikut.
(16) a. Tolong kirimkan kontrak
ini.
b. Tolong
kontrak ini dikirimkan segera.
c. Tolonglah mobil saya dibawa ke
bengkel.
d. Tolong bawalah mobil saya ke
bengkel.
(17) a. Coba panggil Kepala Bagian Umum.
b. Cobalah panggil Kepala Bagian
Umum.
c. Coba
panggillah Kepala Bagian Umum.
(18) a. Silahkan masuk, Bu.
b. Silahkan
menunggu sebentar.
c. Silahkan mengisi formulir ini.
d. Silahkan ke situ dulu.
(19) a. Sudilah Bapak mengunjungi
pameran kami.
b. Sudi apalah
kiranya menerima usul saya.
(20) a. Kiranya Anda tidak
keberatan.
b. Pembatalan
itu kiranya dapat ditinjau kembali.
Perhatikan letak
partikel –lah pada contoh-contoh di
atas. Pada kalimat (16c, 17b, 19a-b) partikel itu dapat diletakkan pada kalimat
penghalus atau pada verbanya (16d, 18c). Pada kalimat dengan verba di-, partikel –lah hanya dapat ditempelkan pada kalimat penghalus saja (16c).
2.2.4 Kalimat
Imperatif Permintaan
Kalimat imperatif juga
digunakan untuk mengungkapkan permintaan.
Kalimat seperti itu ditandai oleh kata minta atau mohon. Subjek
pelaku kalimat imperatif permintaan
ialah pembicara yang sering tidak dimunculkan. Perhatikan contoh berikut.
(21) a. Minta perhatian, saudara-saudara!
b. Minta ampun!
c. Minta maaf, Pak!
(22) a. Mohon memperhatikan aturan ini.
b. Mohon surat ini ditandatangani.
c. Mohon diterima dengan baik.
2.2.5 Kalimat
Imperatif Ajakan dan Harapan
Di dalam kalimat imperatif, ajakan dan harapan tergolong
kalimat yang biasanya didahului kata ayo(lah),
mari(lah), harap, dan hendaknya.
Perhatikan contoh berikut:
(23) a. Ayolah, masuk!
b. Ayo, cepat!
c. Ayo, kita beristirahat sebentar.
(24) a. Mari kita makan.
b. Mari ke sini sebentar.
c. Marilah kita bersatu.
(25) a. Harap duduk dengan tenang.
b. Harap membaca dulu.
(26) a. Hendaknya Anda pulang saja.
b. Hendaknya nasihat ini Anda
turuti.
2.2.6 Kalimat
Imperatif Larangan
Kalimat imperatif dapat
bersifat larangan dengan adanya kata jangan(lah).
Perhatikan contoh berikut:
(27) a. Jangan (kamu) naik.
b. Jangan (kamu) marah.
c. Janganlah (kamu) ke sana dulu.
d. Jangan berangkat hari ini.
e. Janganlah membaca di tempat
gelap.
f. Jangan duduki bantal ini.
g. Janganlah kau hiraukan tuduhannya.
2.2.7 Kalimat
Imperatif Pembiaran
Yang juga termasuk
golongan kalimat imperatif ialah pembiaran yang dinyatakan dengan katra biar(lah) atau biarkan(lah). Sebetulnya dapat diartikan bahwa kalimat itu menyuruh
membiarkan supaya sesuatu terjadi atau berlangsung. Dalam perkembangannya
kemudian pembiaran berarti minta izin agar sesuatu jangan dihalangi. Perhatikan
contoh berikut.
(28) a. Biarlah saya pergi dulu, kau tinggal di sini.
b. Biarlah kita bekerja di kebun
sekarang.
c. Biarkan saya yang menggoreng
ikan.
d. Biarkanlah saya menanyai orang
itu.
2.3 Kalimat Interogatif
Kalimat interogatif,
yang juga dikenal dengan nama kalimat tanya, secara formal ditandai oleh
kehadiran kata tanya seperti apa, siapa,
lerapa, kapan, dan bagaimana
dengan atau tanpa partikel –kah
sebagai penegas. Kalimat interogatif diakhiri dengan tanda tanya (?) pada
bahasa tulis dan pada bahasa lisan dengan suara naik, terutama jika tidak ada
kata tanya atau suara turun. Bentuk kalimat interogatif biasanya digunakan untuk
meminta (1) jawaban “ya” atau “tidak”, atau (2) informasi mengenai sesuatu atau
seseorang dari lawan bicara atau pembaca (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 366).
Kalimat interogatif
adalah kalimat yang mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Jawaban bisa berupa ya atau tidak atau berupa
paparan yang panjang lebar. Halim dalam Tarmini (2013: 100) dalam bukunya yang berjudul Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa
Indonesia menyinggung perihal interogatif yang dikaitkan dengan intonasi.
Halim mengemukakan bahwa kalimat interogatif merupakan kalimat tanya yang
bergantung dengan jenis jawaban yang
dikehendaki atau yang diharapkan. Ada dua
tipe jawaban, pertama, jawaban yang menghendaki orang yang ditanya menjawab ya atau tidak dan kedua, jawaban yang menghendaki orang yang ditanya
menjawab dengan pemaparan berupa informasi
yang ditanyakan.
Kalimat yang berjawab
ya-tidak dalam bahasa Indonesia dihasilkan melalui salah satu tiga cara: (i)
dengan menggunakan indikator kata tanya apa dengan atau tanpa sufiks
interogatif –kah; (ii) dengan
menggunakan interogatif –kah; dan
(iii) dengan menggunakan intonasi. Selanjutnya tipe kalimat interogatif kedua
memerlukan penggunaan kata tanya apa,
siapa di mana, berapa, kapan, sebagainya bergantung kepada masalahnya untuk
mencari informasi baru. Halim mengemukakan bahwa kata tanya ini mengisi gatra
sebutan kalimat yang bersangkutan.
Selanjutnya, Lapoliwa
dalam Tarmini (2013:
100) mengemukakan perihal interogatif dalam bagian tulisan disertasinya yang
berjudul Klausa Pemerlengkapan dalam
Bahasa Indonesia. Lapoliwa berpendapat bahwa kalimat interogatif
berdasarkan tujuan komunikatifnya dibedakan menjadi dua tipe kalimat
interogatif yaitu (i) kalimat interogatif informatif dan (ii) kalimat
interogatif konfirmatoris. Jenis kalimat interogatif informatif menuntut
pendengar memberikan informasi kepada pembicara, sedangkan jenis kalimat
interogatif konfirmatoris menuntut pendengar supaya menyatakan setuju mengenai
suatu (hal) yang diungkapkan oleh kalimat tersebut.
Kridalaksana dalam
Tarmini (2013:
101) berpendapat bahwa interogatif merupakan bentuk verba atau tipe kalimat
yang dipergunakan untuk mengungkapkan pertanyaan. Kridalaksana menyinggung
perihal interogatif sehubungan dengan pembahasannya mengenasi kelas kata dalam bahasa Indonesia. Interogativa
adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu
yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui
oleh pembicara. Kridalaksana membagi interogativa menjadi tiga bagian, yaitu
interogativa dasar dan interogativa turunan. Interogativa dasar, seperti apa, bila, bukan, kapan, ,mana, masa; Interogativa
turunan, seperti apabila, apakah, apaan,
apa-apaan, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah,
bukankah, dengan apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain,
siapa, yang mana, masakan; Interogativa terikat, seperti-kah dan –tah.
Moeliono dan
Dardjowijojo dalam Tarmini (2013:
101) mengemukakan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya menanyakan
sesuatu atau seseorang. Demikian halnya, Djajasudarma dalam Tarmini (2013: 101) mengemukakan bahwa makna kalimat diwujudkan
dari tanggapan pendengar atau pembaca kalimat tersebut dan dikemukakan pula
bahwa bentuk kalimat interogatif biasanya digunakan untuk meminta (i) jawaban
ya/tidak dan (ii) informasi sesuatu ataus eseorang dari kawan bicara atau
pembaca. Berdasarkan pendapat di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang berisi kalimat
tanya yang dapat menghasilkan jawaban ya,
tidak, atau sebuah informasi tentang sebuah kejadian.
Dengan demikian, pakar bahasa Indonesia
umumnya membagi interogatif menjadi dua bentuk, yaitu (i) bentuk kalimat yang
digunakan untuk mengungkapkan pertanyaan dengan jawaban ya/tidak dan (ii)
bentuk kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan pertanyaan dengan jawaban
berupa informasi. Berikut ini adalah bagan tipe interogatif yang dapat
dikemukakan berdasarkan pakar bahasa tersebut.
Bagan Tipe Interogatif
Sumber:
Halim (1984); Moeliono & Dardjowijojo (1988);
Lapoliwa
(1990); Kridalaksana (1944); Djajasudarma (1999).
|
-
Sistem
interogatif
Konstruksi interogatif
bahasa Indonesia memiliki kode/ciri interogatif tersendiri. Halim dalam Tarmini
(2013:
102) mengemukakan bahwa tipe interogatif ya/tidak dalam bahasa Indonesia
dihasilkan melalui salah satu dari tiga cara: (i) dengan menggunakan indikator
kata tanya apa dengan atau tanpa
sufiks interogatif -kah, (ii) dengan
menggunakan interogatif –kah, dan (iii) dengan menggunakan intonasi.
Tipe kalimat interogatif dapat dibentuk melalui penggunaan kata tanya apa, siapa, di mana, berapa, kapan, dan
sebagainya bergantung kepada masalahnya untuk mencari informasi baru. Halim
mengemukakan bahwa kata tanya ini mengisi gatra sebutan kalimat yang
bersangkutan.
Selanjutnya, Moeliono
& Dardjowijojo dalam Tarmini (2013: 103) mengemukakan bahwa ada lima cara untuk
membentuk kalimat tanya atau kalimat interogatif, yaitu (i) dengan menambahkan
kata apa(kah), (ii) dengan
membalikkan urutan kata, (iii) dengan memakai kata bukan atau tidak, (iv)
dengan mengubah intonasi kalimat, dan (v) dengan memakai kata tanya. Demikian
halnya, Djajasudarma dalam Tarmini (2013: 103) mengemukakan bahwa ada empat cara untuk
membentuk kalimat interogatif dari kalimat deklaratif, yakni (i) dengan
menambah partikel penanya apa(kah),
dengan membalikkan susunan kata, (iii) dengan menggunakan kata bukan (kah) atau tidak (kah), (iv) dengan mengubah intonasi menjadi naik.
Berdasarkan paparan
yang dikemukakan pakar bahasa di atas dapat dikemukakan tabel sistem
interogatif sebagai berikut.
Sistem
Interogatif dalam Bahasa Indonesia
Tokoh
|
Sintaktis:
Ciri-ciri sintaktis / sistem
interogatif
|
Halim
(1984);
|
Menggunakan
indikator kata tanya apa (kah);
menggunakan interogatif –kah;
menggunakan intonasi; menggunakan kata tanya
|
Moeliono
& Dardjowijojo (1988)
|
Menambah
kata apakah; membalikkan urutan
kata; menggunakan kata bukan / tidak; intonasi
kalimat; kata tanya.
|
Djajasudarma
(1999)
|
Partikel
interogatif; membalikkan susunan kata; menggunakan kata bukan/tidak; intonasi naik.
|
Cara-cara ataupun strategi yang
digunakan untuk membentuk kalimat inetrogatif seperti yang dikemukakan oleh
Halim (1984), Moeliono & Dardjowijojo (1988), Djajasudarma (1999), Ultan
(1978), dan Siemud (2001) di atas merupakan indikator yang dapat digunakan
sebagai alat pembentuk kalimat interogatif.
-
Penggunaan
Partikel
Partikel
merupakan salah satu alat interogatif yang digunakan untuk membentuk kalimat
interogatif. Partikel itu sendiri mengandung makna gramatikal dan tidak
mengandung makna leksikal (Kridalaksana dalam Tarmini, 2013: 104). Moeliono
& Dardjowijojo dalam Tarmini (2013: 104) mengemukakan bahwa partikel
interogatif –kah memiliki sifat
manasuka bergantung pada macam kalimatnya. Berikut ini adalah kaidah
pemakainya.
a. Partikel
–kah membentuk kalimat tanya
Diakah yang akan
datang?
(Bandingkan:
Dia yang akan datang.)
Hari inikah pekerjaan
itu selesai?
(Bandingkan:
Hari ini pekerjaan itu harus selesai.)
b. Jika
dalam kalimat tanya sudah ada kata tanya seperti apa, di mana, bagaimana, maka partikel –kah bersifat manasuka. Pemakaian –kah menjadikan kalimatnya lebih formal dan sedikit lebih halus.
Apakah ayahmu
sudah datang?
Bagaimanakah
penyelesaian soal ini?
Ke manakah anak-anak
pergi?
c. Jika
dalam kalimat tidak ada kata tanya, maka –kah
akan memperjelas bahwa kalimat itu adalah kalimat tanya. Kadang-kadang urutan
katanya dibalik. Tanpa –kah, arti
kalimatnya bergantung pada cara kita mengucapkannya dapat berupa kalimat berita
atau kalimat tanya (Tarmini, 2013: 102-105).
Alwi, Hasan, dkk. (2010: 366-370) mengemukakan bahwa ada
empat cara membentuk kalimat interogatif dari kalimat deklaratif: (1) dengan
menambahkan partikel penanya apa,
yang harus dibedakan dan kata tanya apa, (2) dengan membalikkan susunan kata,
(3) dengan menggunakan kata bukan(kah) atau
tidak(kah), dan (4) dengan mengubah
intonasi menjadi naik. Kalimat deklaratif
dengan bentuk apapun (aktif, pasif, ekatransitif, dwitransitif, dan sebagainya)
dapat diubah menjadi kalimat tanya dengan menambahkan partikel apa pada kalimat tersebut. Partikel –kah dapat ditambahkan pada partikel
penanya itu mempertegas pertanyaan itu. Intonasi yang dipakai dapat sama dengan
intonasi kalimat berita.
Perhatikan contoh berikut.
(29) a. Dia istri Pak Bambang.
b. Apa dia istri Pak Bambang?
(30) a. Pemerintah akan memungut
pajak deposito.
b. Apa pemerintah akan memungut
pajak deposito?
(31) a. Suaminya ditangkap minggu
lalu.
b. Apakah suaminya ditangkap minggu
lalu?
(32) a. Perbuatannya ketahuan
istrinya.
b. Apakah perbuatannya ketahuan
istrinya?
Semua kalimat (b) dalam
contoh (29-32) memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Demikian pula, dengan
contoh-contoh yang berikutnya.
Cara
kedua, untuk membentuk kalimat tanya adalah dengan mengubah urutan kata dari
kalimat deklaratif. Ada beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam hal ini:
1. Jika
dalam kalimat deklaratif terdapat kata seperti dapat, bisa, harus, sudah, dan
mau, kata itu dapat dipindahkan ke awal kalimat dan ditambahkan partikel –kah.
Perhatikan
contoh berikut.
(33) a. Dia dapat pergi sekarang.
b. Dapatkah dia pergi sekarang?
(34) a. Narti harus segera kawin.
b. Haruskah Narti segera kawin?
(35) a. Dia sudah selesai
kuliahnya.
b. Sudahkah dia selesai kuliahnya?
Bentuk seperti sedang, akan, dan telah umumnya tidak dipakai dalam kalimat seperti ini.
2. Dalam
kalimat yang predikatnya nomina atau adjekiva, urutan subjek dan predikatnya
dapat dibalikkan dan kemudian partikel –kah
ditambahkan pada frasa yang telah dipindahkan ke muka.
Perhatikan
contoh berikut.
(36) a. Masalah ini urusan Pak
Ali.
b. Urusan Pak Alikah masalah ini?
(37) a. Linda pacar Rudi.
b. Pacar Rudikah Linda?
(38) a. Ayahnya sedang sakit.
b. Sedang sakitkah ayahnya?
(39) a. Anaknya malas.
b. Malaskah anaknya?
3. Jika
predikat kalimat adalah verba taktransitif, ekatransitif, atau semitransitif,
verba beserta objek atau pelengkapnya dapat dipindahkan ke awal kalimat dan
kemudian ditambah partikel –kah.
Perhatikan
contoh berikut:
(40) a. Dia menangis kemarin.
b. Menangiskah dia kemarin?
(41) a. Mereka bekerja di pabrik
roti.
b. Bekerjakah mereka di pabrik roti?
(42) a. Dia mencuri uang itu.
b. Mencuri uang itukah dia?
(43) a. Orang itu membunuh
adiknya.
b. Membunuh adiknyakah orang itu?
Perlu
dicatat di sini bahwa meskipun kalimat-kalimat di atas terdapat bahasa kita,
kalimat yang berobjek dan berpelengkap seperti ini lebih umum diubah menjadi
kalimat tanya dengan memakai partikel apa(kah):
Apa(kah) dia mencuri uang itu?
Cara ketiga, untuk
membentuk kalimat interogatif adalah dengan menempatkan kata bukan/bukankah, (apa/atau) belum atau tidak. Perhatikan cara pemakaian
kata-kata itu pada contoh berikut:
(44) a. Dia sakit.
b. Dia sakit, bukan?
c. Bukankah dia sakit?
(45) a. Atma Jaya sudah mulai
kuliahnya.
b. Atma Jaya
sudah mulai kuliahnya, bukan?
c. Bukankah Atma Jaya sudah mulai
kuliahnya?
(46) a. Para anggota tidak
setuju.
b. Para
anggota tidak setuju, bukan?
c. Bukankah para anggota tidak
setuju?
(47) a. Para peserta sudah
datang.
b. Para
peserta sudah datang, (apa/atau) belum?
(48) a. Rahasianya sudah
ketahuan.
b. Rahasianya
sudah ketahuan, (apa/atau) belum?
(49) a. Kamu mengerti soal ini.
b. Kamu
mengerti soal ini, (apa/atau) belum?
(50) a. Paket ini akan dikirim.
b. Paket ini
akan dikirim, (apa/atau) belum?
Pada contoh-contoh di
atas tampak bahwa kata-kata bukan,
dan tidak ditempatkan di akhir
kalimat dan didahului oleh koma. Kata belum
dan tidak dapat didahului apa atau atau. Sementara itu, tampak bahwa kata bukankah seperti pada (44c), (45c), dan (46c) selalu ada di awal
kalimat. Kalimat yang diakhiri dengan kata ingkar selalu ada di awal kalimat.
Kalimat yang diakhiri dengan kata ingkar bukan,
belum, atau tidak dinamakan kalimat
interogatif embelan.
Cara keempat, yang
dipakai untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan mempertahankan urutan
kalimatnya seperti urutan kalimat deklaratif, tetapi dengan intonasi yang
berbeda, yakni intonasi yang naik. Urutan dalam contoh yang berikut adalah
urutan kalimat deklaratif. Tetapi, jika diucapkan dengan intonasi yang naik,
maka berubahlah menjadi kalimat interogatif.
(51) Jawabannya sudah diterima?
(52) Dia jadi pergi ke Medan?
(53) Penjahat itu belum tertangkap?
(54) Ungi mengikuti kuliah di Jurusan Teknik?
Cara terakhir, untuk membentuk
kalimat interogatif adalah dengan memakai kata tanya seperti apa, berapa, siapa, kapan, dan mengapa. Sebagian
besar dari kata tanya itu dapat menanyakan unsur wajib dalam kalimat seperti
pada (55) dan (56), sebagian lain menanyakan unsur tak wajib seperti pada (57),
(58), dan (59). Jawaban atas berbagai pertanyaan itu bukan “ya” atau “tidak”.
(55) a. Dia mencari Pak Achmad.
b. Dia mencari
siapa?
(56) a. Pak Tarigan membaca buku.
b. Pak Tarigan
membaca apa?
(57) a. Minggu depan mereka akan berangkat ke Amerika.
b. Kapan mereka akan berangkat ke
Amerika?
(58) a. Keluarga Daryanto akan
pindah ke Surabaya.
b. Keluarga
Daryanto akan pindah ke mana?
(59) a. Dia memecahkan masalah
itu dengan baik.
b. Bagaimana dia memecahkan masalah
itu?
Letak
sebagian besar kata tanya itu dapat berpindah tanpa mengakibatkan perubahan apa
pun. Dengan demikian, kalimat Keluarga
Daryanto akan pindah ke mana? Dapat diubah menjadi Ke mana keluarga Daryanto akan pindah?, dan seterusnya. Sebagian
yang lain, seperti bagaimana,
mempunyai letak yang tegar, yakni di awal kalimat. Jadi, kalimat (59b) tidak
dapat diubah menjadi Dia memecahkan
masalah itu bagaimana?.
Kalimat
interogatif yang memakai kata tanya siapa
atau apa yang juga menggantikan unsur
wajib dalam kalimat mengakibatkan perubahan struktur kalimat jika dipindahkan
ke bagian depan. Perhatikan kembali kalimat (55b) dan (56b) di atas. Jika siapa dan apa kita pindahkan ke depan, seluruh konstruksi kalimat beruah.
Bandingkan dengan (a) dan (b) berikut:
(60) a. Dia mencari siapa?
b. Siapa yang dia cari?
(61) a. Pak Tarigan membaca apa?
b. Apa yang dibaca Pak Tarigan?
Penempatan
siapa dan apa di awal kalimat mengakibatkan dua hal: (1) kata sambung relatif
yang harus muncul dan (2) kalimat
sesudah kata sambung itu harus dalam
bentuk pasif. Sebagai akibat dari perpindahan itu, urutannya menjadi predikat
dan subjek seperti terlihat pada diagram berikut.
Siapa
yang dia cari?
P S
Apa
yang sedang dibaca Pak Ton?
P S
Kata tanya siapa dan
apa pada contoh di atas menggantikan
objek kalimat yang kemudian dipindahkan ke depan. Ada pula pemakaian lain dari
kedua kata itu, yakni untuk menggantikan subjek kalimat. Perhatikan contoh yang
berikut:
(62) a. Icuk memenangi pertandingan itu.
b. Siapa yang memenangi pertandingan itu?
(63) a. Topan Susie menghancurkan desa mereka.
b. Apa yang menghancurkan desa mereka?
Pada contoh (b) di atas, siapa dan apa
masing-masing menggantikan subjek Icuk dan
topan Susie. Akan tetapi, dari contoh
di atas tampak pula bahwa kata sambung yang
umumnya juga harus muncul. Perlu dicatat bahwa apa dan siapa dalam
kalimat (62b) dan (63b) itu menjadi predikat, sedangkan sisa kalimat menjadi
subjek.
Perlu dicatat pula bahwa jika kalimat interogatif dijadikan
bagian dari kalimat deklaratif, kalimat interogatif itu kehilangan sifat
keinterogatifannya sehingga tanda baca yang dipakai pun adalah tanda titik, dan
bukan tanda tanya.
Perhatikan contoh
berikut.
(64) Saya tidak tahu kapan mereka akan berangkat.
(65) Kami mengerti bagaimana perasaan dia.
(66) Pak Menteri tidak peduli apa
Anda setuju atau tidak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
a. Kalimat
deklaratif dalam bahasa Indonesia merupakan kalimat yang mengandung
maksud memberitakan sesuatu kepada lawan tutur. Sesuatu yang
diberitakannya, umumnya, merupakan pengungkapan suatu peristiwa atau suatu
kejadian, baik dalam bentuk tuturan langsung maupun tidak langsung.
b. Kalimat
imperatif adalah kalimat yang bertujuan memberikan perintah kepada orang lain
untuk melakukan sesuatu. Biasanya diakhiri dengan tanda seru (!). Dalam bentuk
lisan, kalimat perintah ditandai dengan intonasi tinggi.
c. Kalimat
interogatif adalah kalimat yang dibentuk untuk mendapatkan responsi berupa
jawaban. Secara formal, kalimat tanya ditandai oleh hadirnya kata tanya seperti
apa, siapa„berapa, kapan, dan juga diakhiri oleh tanda tanya (?) pada bahasa
tulis, sedangkan pada bahasa lisan, ditandai dengan intonasi naik jika ada kata
tanya atau intonasi turun.
3.2
Saran
Adapun
saran yang ingin disampaikan dalam makalah ini adalah agar dalam penggunaan
kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan kalimat interogatif dalam bahasa Indonesia harus sesuai dengan
kaidah-kaidah yang berlaku.
Dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tulis, kita
sebenarnya tidak mengunakan kata-kata secara lepas. Akan tetapi, kata-kata itu
terangkai mengikuti aturan atau kaidah yang berlaku sehingga terbentuklah
rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan.
Rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan itu
dinamakan kalimat. Memberi definisi suatu kata dapat bertujuan untuk
memperjelas maksud suatu kata tertentu. Memberikan definisi pada suatu kata
sering ditulis atau disajikan dalam suatu proposal, karya tulis, karya ilmiah,
tesis, skripsi, ceramah, seminar, dan kegiatan lainnya. Dengan adanya definisi
yang jelas, suatu pembicaraan atau uraian kalimat akan lebih mudah diterima dan
dicerna oleh pembaca atau pendengar. Selain itu definisi juga berfungsi untuk
memberikan batasan-batasan suatu teori atau permasalahan yang sedang diteliti
atau diuraikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mencari definisi
suatu kata dengan menggunakan kamus yang berupa buku. Tentunya cara tersebut
dirasa masih kurang praktis karena harus membuka lembar demi lembar untuk mencari definisi
atau arti dari kata yang sedang dicari. Jika anda sedang bekerja berhadapan
dengan komputer, tentu akan lebih enak mencari definisi kata menggunakan media
online yang langsung akan memberikannya kepada anda tanpa harus bersusah payah.
Definisi yang disajikan dapat berupa kata dalam bahasa Indonesia maupun kata
dalam bahasa lain khususnya bahasa Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Tarmini,
2013. Sintaksis Bahasa Indonesia.
Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Alwi,
Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar