BATASAN
PROSES MORFOLOGIS ATAU MORFEMIS,
JENIS PROSES MORFOLOGIS,
PARADIGMA, FLEKSI, DAN DERIVASI
JENIS PROSES MORFOLOGIS,
PARADIGMA, FLEKSI, DAN DERIVASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara etimologi kata morfologi berasal
dari kata morf yang
berarti bentuk dan kata logi yang berarti ilmu.
Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik,
morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata;
sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti ‘ilmu mengenai
bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup’. selain bidang
kajian linguistik, di dalam kajian biologi ada juga digunakan istilah
morfologi. Kesamaannya, sama-sama mengkaji tentang bentuk.
Morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan
pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem
dengan segala bentuk dan jenisnya perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai
pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsure
pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks,
dengan berbagai alat proses pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam proses
afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses
reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui komposisi, dan
sebagainya. Jadi, ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam
bentuk dan makna sesuai keperluan dalam satu tindak pertuturan.
Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses
morfologi sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat
dikatakan berterima, tetapi jika tidak sesuai dengan yang diperlukan, maka
bentuk itu dikatakan tidak berterima.
Keberterimaan atau ketidakberterimaan bentuk itu dapat
juga karena alasan sosial. Namun, disini, dalam kajian morfologi, alasan sosial
itu kita singkirkan dulu, yang kita perhatikan atau pedulikan adalah alasan
gramatikal semata.
Berdasarkan penelitian morfologis, ada berbagai
kemungkinan untuk menggolongkan konstruksi-konstruksi morfem, misalnya menurut
penafsiran dan jenis-jenisnya, namun yang paling masuk akal adalah penggolongan
menurut morfem dasar yang sama. Sebagai contoh kontruksi morfenemis yang
mungkin dikembangkan dari morfem pradasar yaitu kata ajar menjadi mengajar, belajar, pelajaran, dan seterusnya. Demikian pula
kontruksi dengan bentuk polimorfemis sebagai
dasar, misalnya dengan kata pelajaran sebagai
dasar ada kata pelajaranku,
pelajaranmu, dan pelajarannya.
Para ahli linguistik berpendapat bahwa dua golongan
bawahan yang terpenting dalam paradigma morfemis adalah golongan yang
berdasarkan infleksi dan
berdasarkan derivasi.
Golongan infleksi adalah
daftar paradigmatis yang terdiri atas bentuk-bentuk kata yang sama, sedangkan
golongan derivasi adalah daftar yang terdiri atas bentuk-bentuk kata yang tidak
sama, misalnya bentuk kata mengajar dan diajar adalah dua bentuk kata aktif dan pasif dari kata yang sama yaitu
mengajar, sedangkan mengajar dan pengajar merupakan dua kata yang
berbeda yaitu kata verba dan nomina.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apakah pengertian dari morfologi?
2)
Apa saja batasan proses morfologis/morfemis?
3)
Bagaimanakah jenis morfologis, paradigma, fleksi, dan
derivasi?
4)
Bagaimanakah proses morfologis, paradigma, fleksi, dan
derivasi?
1.3 Tujuan
1)
Mengetahuipengertian dari morfologi.
2)
Mengetahui batasan proses morfologis/morfemis.
3)
Mengetahui jenis morfologis, paradigma, fleksi, dan
derivasi.
4)
Mengetahui proses morfologis, paradigma, fleksi, dan
derivasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Morfologi
Morfologi
adalah cabang linguistik yang
mengidentifikasi satuan-satuan dasarbahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk
kata terhadap golongan dan arti kata Atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik(Ramlan, 1987: 19).
Kaitannya
dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain
itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas
kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan
dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam
morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Morfologi
juga mempelajari arti yang timbul sebagai akibat peristiwa gramatik, yang biasa
disebut arti gramatikal atau makna. Satuan yang paling kecil dipelajari oleh
morfologi adalah morfem, sedangkan yang paling besar berupa kata. morfologi
hanya Mempelajari peristiwa-peristiwa yang umum, peristiwa yang berturut-turut
terjadi, yang bisa dikatakan merupakan sistem dalam bahasa.
Peristiwa
perubahan bentuk misalnya pada perubahan kata dari jala menjadi jalan pada kata
berjalan, dan perubahan dari kata aku menjadi saya, serta perubahan kata dari
tahun menjadi tuhan boleh dikatakan hanya terjadi pada kata tersebut.
Oleh karena
itu, peristiwa tersebut tidak bisa disebut sebagai peristiwa umum, tentu saja
bukan termasuk dalam bidang morfologi, melainkan termasuk dalam ilmu yang biasa
disebut etimologi, yaitu ilmu yang mempelajari seluk-beluk asal sesuatu kata
secara khusus.
Morfologi merupakan
cabang ilmu bahasa yang mempelajari peristiwa-peristiwa tentang bentuk, fungsi,
dan arti kata. Jadi, bidang morfologi dalam suatu bahasa menguraikan tentang
struktur kata dan bagian-bagiannya. Seperti fonologi merupakan cabang
linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai bunyi,
maka cabang yang namanya morfologi mengidentifikasikan satuan-satuan dasar
bahasa sebagai satuan gramatikal.
Morfologi ialah bagian
dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk kata serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata atau morfologi
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk
kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan dalam Tarigan,
2007: 4).
Sebagai contoh kata
berhak, secara fonologis kata tersebut terdiri atas enam fonem dan secara
morfologis terdiri atas dua satuan minimal yaitu ber-dan hak, satuan minimal
gramatikal itu dinamai morfem.Disamping kata sepeda terdapat kata bersepeda,
sepeda-sepeda, sepeda motor; disamping kata rumah ada kata berumah, perumahan,
rumah-rumah, rumah-rumahan, rumah sakit; dan sebagainya. Kata bersepeda terdiri
dari dua morfem ialah morfem ber- sebagai afiks dan morfem sepeda sebagai
bentuk dasarnya. Demikian pula kata rumah-rumah dan jalan-jalan terdiri dari
dua morfem ialah morfem rumah dan jalan diikuti morfem ulang. Kata sepeda
termasuk golongan kata nomina sedangkan bersepeda termasuk golongan verba.
2.2
Batasan Proses Morfologis/Morfemis
Proses morfologis ialah
proses pembentukan kata-kata dari bentuk lain yang merupakan dasarnya. Bentuk
dasarnya itu mungkin berupa kata, seperti pada kata terjauh yang dibentuk dari kata jauh,
kata menggergaji yang dibentuk
dari kata gergaji, rumah-rumah yang
dibentuk dari kata rumah, kata berjalan-jalan yang dibentuk dari kata berjalan; mungkin berupa pokok kata,
misalnya bertemu yang dibentuk dari
kata temu, kata bersandar yang dibentuk dari kata sandar, kata mengalir
yang dibentuk dari kata alir; mungkin
berupa frase, misalnya kata ketidakadilan
yang dibentuk dari frase tidak adil, ketidakmampuan yang dibentuk dari frase tidak mampu; mungkin berupa kata dan
kata, misalnya kata rumah sakit
dibentuk dari kata rumah dan kata sakit, meja makan yang dibentuk dari kata meja dan kata makan, kepala batu yang dibentuk dari kata kepala dan kata batu; mungkin berupa kata dan pokok kata, misalnya pasukan tempur yang dibentuk dari kata pasukan dan pokok kata tempur, kolam renang yang dibentuk dari kata kolam dan pokok kata renang;
dan mungkin pula dari pokok kata dan pokok kata, misalnya kata lomba tari yang dibentuk dari pokok kata
lomba dan pokok kata tari, kata jual beli yang dibentuk dari pokok kata jual dan pokok kata beli (Ramlan,
1965: 27).
Pada terjauh, kata jauh mendapat bubuhan ter-, pada menggergaji, kata gergaji
mendapat bubuhan meN-, pada bertemu, pokok kata temu mendapat bubuhan ber-, pada
bersandar, pokok kata sandar mendapat bubuhan ber-, pada mengalir, pokok kata alir
mendapat bubuhan men-, pada kata ketidakadilan, frase tidak adil mendapat bubuhan ke-an, pada ketidakmampuan, frase tidak
mampu mendapat bubuhan ke-an,
pross pembentukan kata dengan membubuhkan bubuhan yang disebut afiks itu
disebut proses pembubuhan afiks atau afiksasi, dan kata yang dibentuk dengan
proses ini disebut kata berafiks (Ramlan, 1965: 28).
Proses morfologi pada
dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui
pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses redukpilaksi), penggabungan (dalam proses komposisi),
pemendekan (dalam proses akronimisasi) dan pengubahan status (dalam
proses konversi). Prosedur ini berbeda dengan analisis morfologi yang
mencerai-ceraikan kata (sebagai satuan sintaksis) menjadi bagian bagian atau satuan
satuan yang lebih kecil. Jadi, kalau dalam analisis morfologi seperti
menggunakan teknik Immediate Constituen
Analysis (IC analysis), terhadap kata berpakaian,
misalnya mula-mula kata berpakaian
dianalisi menjadi bentuk ber- dan pakaian;lalu bentuk pakaian dianalisis menjadi bentuk pakai dan –an. Maka dalam proses morfologi prosedurnya di balik: mula mula
pakai diberi sufiks -an menjadi pakaian(Abdul Chaer, 2002: 25).
Proses morfemis ialah
proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya.
Bentuk dasarnya itu berupa kata seperti pada kata terjauh yang dibentuk dari
kata jauh. Pada terjauh, kata jauh
mendapat bubuhan ter-, pada menggergaji kata gergaji mendapat
bubuhan meN-, pada bertemu pokok kata kata temu mendapat
bubuhan ber-, pada kata berjalan-jalan kata berjalan menjadi bentuk
dasarnya bukannya mendapat bubuhan seperti halnya kata terjauh, melainkan diulang. Pada kata rumah sakit, kata rumah dan kata sakit yang merupakan bentuk
dasarnya digabungkan hingga kedua kata tersebut menjadi satu kata. Proses
pembentukan kata ini disebut proses pemajemukan dan kata yang dibentuk dengan
proses ini disebut kata majemuk.
Proses
morfemis merupakan proses pembentukan kata bermorfem jamak baik derivatif
maupun inflektif. Proses ini disebut morfemis karena proses ini bermakna dan
berfungsi sebagai pelengkap makna leksikal yang dimiliki oleh sebuah bentuk
dasar. Disamping sebutan proses morfemis ini juga disebut proses morfologis.
2.2.1
Komponen Proses Morfologi/Morfemis
Proses morfologi
melibatkan komponen (1) bentiuk dasar, (2) alat pembentuk (afiksasi,
reduplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi), (3) makna gramatikal, dan
(4) hasil proses pembentukan (Abdul Chaer, 2002: 25).
1.
Bentuk
Dasar
Bentuk dasar adalah
bentuk yang kepadanya dilakukan proses morfologi itu. Bentuk dasar itu dapat
berupa akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata membaca, memahat, dan
berjuang. Proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar, seperti akar rumah
pada kata rumah-rumah, akar tinggi pada kata tinggi-tinggi dan akar marah pada
marah-marah. Proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate ayam, sate
padang, sate lontong; dapat berupa dua buah akar seperti akar kampong dan
halaman pada kata kampung halaman, atau akar tua dan akar muda pada kata tua
muda (Abdul Chaer, 2002: 25-26).
Morfem yang dileburi
morfem yang lain kita sebut morfem dasar dan yang dileburkan itu berupa
imbuhan. Morfem dasar ada tiga macam: pangkal, akar, dan pradasar. Dasar dan akar
dibedakan secara umum dalam linguistik, dan pradasar ditambahkan dalam buku ini
(J.W.M. Verhaar, 1999:99).
Morfem pangkal adalah
morfem dasar yang bebas contohnya hak dalam berhak. Morfem akar adalah morfem
dasar yang berbentuk terikat agar menjadi bentuk bebas, akan harus mengalami
pengimbuhan. Misalnya infinitif verbal latin
amare ‘mencintai’ memiliki akar am- dan akar am- itu selamanya
membutuhkan imbuhan misalnya imbuhan infinitif aktif –are dalam kata amare. Bentuk
pradasar adalah bentuk yang membutuhkan pengimbuhan atau pengklitikan atau
pemajemukan untuk menjadi bentu bebas. Misalnya morfem ajar berupa pradasar, morfem tersebut dapat menjadi bebas melalui
pengimbuhan misalnya mengajar, belajar, dan sebagainya, dapat juga melalui
pengklitikan misalnya kami ajar, saya ajar, dan dapat juga dengan pemajemukan
misalnya kurangajar.Bahasa indonesia tidak mempunyai akar tetapi morfem
pradasar ada beberapa ratus, sedangkan bentuk pradasar dalam bahasa jawa ada
beribu-ribu.
Menurut kajian
tradisional dan struktural bentuk dasar kata itu adalah sama, yaitu akar ajar.
Kajian proses di sini bentuk dasar kedua kata itu tidaklah sama. Bentuk dasar
kata pelajar adalah belajar adala belajar sedangkan bentuk
dasar pengajar adalah mengajar. Makna
gramatikal kata belajar adalah ‘orang
yang belajar’ sedangkan makna gramatikal pengajar
adalah ‘orang yang mengajar’. Contoh lain bentuk dasar kata penyatuan adalah menyatukan karena makna penyatuan
adalah ‘hal atau poses menyatukan’ (Abdul Chaer, 2002: 26).
2.Pembentukan
Kata
Komponen kedua dalam
proses morfologi adalah alat pembentuk kata. Sejauh ini alat pembentuk dalam
proses morfologi adalah (a) afiks dalam afiksasi, (b) pengulangan dalam proses
redupliksi (c) penggabungan dalam proses komposisi (d) pemendekakan atau penyingkatan dalam proses akronimisasi, dan (e)
pengubahan status dalam proses konversi(Abdul Chaer, 2002: 27).
Pada proses afiksasi
sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi sebuah
kata. Umpamanya pada dasar baca diimbuhkan afiks me-sehingga menghasilkan kata membaca
yaitu sebuah verba transitif aktif; pada dasar
juang diimbuhkan afiks ber- sehingga
menghasilkan verba intransitif berjuang(Abdul Chaer, 2002: 27).
Alat pembentukan kedua
adalah pengulangan bentuk dasar yang digunakan dalam proses reduplikasi. Reduplikasi
menurut (Ramlan, 1987: 62) dibedakan menjadi empat golongan yaitu:
a. Redupliasi
seluruh: reduplikasi seluruh morfem dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak
berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya: sepeda-sepeda.
b. Redupliasi
sebagian ialah reduplikasi sebagian dari morfem dasarnya, misalnya pertama
menjadi pertama-tama.
c. Reduplikasi
yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks ialah reduplikasi yang terjadi
bersama-sama pula mendukung satu fungsi, misalnya anak menjadi anak-anakan,
hitam menjadi hitam-kehitaman.
d. Reduplikasi
dengan perubahan fonem, misalnya gerak menjadi gerak-gerik, serba menjadi serba-serbi.
Alat pembentuk ketiga
adalah penggabungan sebuah bentuk pada bentuk dasar yang ada dalam proses
komposisi. Penggabungan ini juga merupakan alat yang banyak digunakan dalam
pembentukan kata karena banyaknya konsep yang belum ada wadahnya dalam bentuk
sebuah kata. misalnya, bahasa Indonesia hanya punya sebuah kata untuk berbagai
macam warna merah. Oleh karena itulah di bentuk gabungan kata seperti merah
jambu, merahdarah, merah bata.
Alat pembentuk keempat
adalah apreviasi khusu yang digunakan dalam proses akronimisasi. Disebut
abreviasi dari bentuk sekolah menengah atas menjadi SMA adalah bukan akronim
hasil abreviasi dari Jakarta Bogor Ciawi menjadi Jagorawi adalah akronim. Alat
kelima dalam pembentukan kata adalah pengubahan status dalam proses yang
disebut konversi. Misalnya, bentuk gunting
yang berstatus nomina dalam
kalimat gunting ini terbuat dari baja,
dapat diubah statusnya menjadi bentuk
gunting yang berstatus verba seperti dalam kalimat gunting dulu baik-baik, baru dilem. (Abdul
Chaer, 2002: 27-28).
3.Makna
Gramatikal
Makna Gramatikal
mempunyai hubungan erat dengan komponen makna grmatikal mempunyai hubungan erat
dengan komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar yang terlibat dalam
proses pembentukan kata. Setiap makna gramatikal dari suatu proses morfologi
akan menampakkan makna/bentuk dasarnya, seperti kita lihat berdasi makna gramatikalnya memakai
dasi.; berdiskusi makna
gramatikalnya melakukan diskusi (Abdul Chaer, 2008: 29).
Makna leksikal dan
makna gramatikal ini akan tersisih oleh makna kontekstual atau pemakaian kata
itu di dalam konteks kalimat mapun konteks situasi. Banyak orang menyatakan
makna kata baru jelas bila kata itu telah digunakan. Misalnya, prefiksasi me- pada kata ambil menjadi mengambil
memunculkan makna gramatikal melakukan
ambil. Dalam kalimat “Perusahaan kami akan mengambil 10 pegawai baru” kata
mengambil memiliki makna kontekstual menerima.
4.
Hasil Proses Pembentukan
Proses morfologi atau
proses pembentukan kata mempunyai dua hasil yaitu bentuk dan makna gramatikal,
yang merupakan dua hal yang berkaitan erat; bentuk merupakan wujud fisiknya dan
makna gramatikal merupakan isi dari wujud fisik atau bentuk itu (Abdul Chaer,
2002: 28).
Wujud fisik dari hasil
proses afiksasi adalah kata berafiks, disebut juga kata berimbuhan, kata
turunan, atau kata terbitan. Wujud fisik dari proses reduplikasi adalah kata
ulang atau disebut juga bentuk ulang. Wujud fisik dari proses komposisi adalah
kata gabung, disebut juga gabungan kata, kelompok kata atau kata mejemuk
(tentang istilah kata mejemuk banyak menimbulkan persoalan) (Abdul Chaer, 2002:
28-29).
2.2.2
Jenis Proses
Morfologis/Morfemis
(Parera,
1988: 18) menjelaskan terdapat jenis proses morfemis yaitu
1. Proses
morfemis afiksasi
2. Proses
morfemis pergantian atau perubahan internal
3. Proses
morfemis pengulangan
4. Proses
morfemis zero
5. Proses
morfemis suplesi
6. Proses
morfemis suprasegmental
1.
Proses
Afiksasi
Proses afiksasi terjadi
apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem
bebas secara urutan lurus. Berdasarkan posisi morfem terikat terhadap morfem
bebas tersebut. Berdasarkan posisi morfem terikat terhadap morfem bebas
tersebut, proses afiksasi dapat dibedakan atas: pembubuhan depan, pembubuhan
tengah, pembubuhan akhir, dan pembubuhan terbagi.
Afiks adalah morfem terikat yang apabila ditambahkan atau dilekatkan pada
morfem dasar akan mengubah makna gramatikal morfem dasar (Kridalaksana, 2001:
3). Berdasarkan letaknya dalam kata, afiks dapat dibedakan menjadi enam jenis,
yaitu :
a)
Prefiks (prefix)
adalah afiks yang diletakkan di awal morfem dasar, misalnya ber-, me-, di-,
ter-, se-, dan sebagainya;
Prefiks yang diimbuhkan
di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut prefiksasi.
Afiks yang ditempatkan
di bagian muka suatu kata dasar atau disebut prefiks (awalan). Bentuk atau
morfem terikat seperti ber-, meng, peng,
dan per (Hasan Alwi, 2003:31);
b)
Infiks (infix)
adalah afiks yang ditempatkan di tengah morfem dasar, misalnya -in-, -em-, dan
sebagainya;
Infiks yang diimbuhkan
dengan penyisipan di dalam dasar itu, dalam proses yang namanya infiksasi.
Afiksasi yang diselipkan di tengah kata dasar. Bentuk seperti –er- dan –el- pada gerigi dan geletar adalah
infiks atau sisipan (Hasan Alwi, 2003:31);
c)
Interfiks (interfix)
adalah afiks yang muncul di antara dua morfem dasar, misalnya -o- dalam
jawanologi, galvologi, dan tipologi;
d)
Sufiks (suffix)
adalah afiks yang diletakkan di akhir morfem dasar, misalnya -s, -al, -an, dan
sebagainya;
Sufiks
yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang disebut sufiksasi.
Afiksasi yang ditempatkan di belakang kata (akhiran). Morfem terikat seperti –an, -kan,
dan –i(Hasan Alwi, 2003:31).
e)
Konfiks (confix)
atau sirkumfiks (circumfix) adalah
gabungan dua afiks yang sebagian diletakkan di awal dan sebagian yang lain di akhir, (1)menggaruk (ng = alomorf); menjual (morf) (2) Garuk (morfem); menjual (n =
alomorf); melarang /moelaraN/). Dari pemakaian morfem {meN-} itu dapat
diketahui bahwa morfem bersifat abstrak.
f)
Transfiks (transfix)
adalah afiks terbagi yang muncul tersebar di dalam morfem dasar, misalnya dalam
bahasa Arab, a-a-a, a-i-a, a-u- a ‘persona ketiga, jantan, perfektum’ muncul
dalam morfem dasar k-t-b, sy-r-b, h-s-n menjadi kataba ia menulis’, syariba ‘ia
minum’, hasuna ‘ia bagus’ (Kridalaksana, 2001: 218; Bauer, 1988: 24).
2.
Proses
pergantian
Sebuah morfem dasar
bebas dapat mengalami perubahan dalam tubuhnya sendiri dengan adanya pergantian
salah satu unsur fonemnya baik konsonan, vokal, maupun ciri-ciri suprasegmental
(nada, ubahan atau fungsi, makna, dan atau kelas kata bentuk dasar.
Jika kita mencatat
bentuk pemuda dan pemudi dalam bahasa Indonesia, maka akan tampak pergantian
dalam bentuk itu sendiri. Pergantian /a/ dengan /i/ dan pergantian ini membawa
perubahan makna laki-laki/wanita.
3.
Proses
Duplikasi/Ulangan
Proses ini kurang
mendapatkan perhatian, Bloomfield mencatat proses ini di dalam bahasa Tagalog
di filipina. Bagi Linguis-linguis Indonesia proses ini tidak asing lagi. Oleh
karena itu proses ini memerlukan beberapa pembicaraan khusus pada bab
tersendiri.
4.
Proses
Kosong
Golongan morfem-morfem
ini tidak mengalami proses morfem. Kita ambil contoh dalam bahasa Inggris,
untuk menyatakan jamak atau pengertian yang lain ada bentuk-bentuk dalam bahasa
inggris yang tidak mengalami proses sama sekali seperti:
Book – books
Dog -- dogs
5.
Proses
Suplesi
Proses suplesi dapat
dipandang sebagai satu proses perubahan internalyang ekstrem. Dalam proses ini ciri-ciri bentuk dasar tidak
atau hampir tidak tampak. Dengan kata lain bentuk-bentuk dasar mengalami
perubahan total, misalnya bentuk went dalam bahasa Inggris merupakan perubahan
be, am, is, are, was, were.
6.
Proses
Morfemis Suprasegmental
Untuk
beberapa bahasa tertentu ciri-ciri prosodi atau suprasegmental bersifat
morfemis. Bahasa Inggris misalnya mengenal proses morfemis tekanan. Dalam
bahasa Indonesia ciri suprasegmental sendi dan nada bersifat morfemis.
Misalnya, bapak wartawan: bapak//wartawan; ibu guru: ibu//guru.
2.3
Jenis
dan Proses Paradigma, fleksi, dan derivasi
Para ahlilinguistik
memakai istilah “paradigma” unuk golongan konstruksi morfemis dengan dasar yang
sama. “anggota-anggota” daftar “paradigma” itu juga disebut
“alternan-alternan”dari paradigma (“alternan” berarti bentuk “alternatif”, atau
“bentuk lain”(Verhaar, 1999: 117). ). Para ahli linguistik memakai istilah
paradigma untuk golongan kontruksi morfemis dengan dasar yang sama.
Anggota-anggota daftar paradigma itu juga disebut alternan-alternan dari
paradigma karena daftar paradigmatis dapat merangkup banyak sekali konstruksi.
Para ahli linguistik
berkonsensus bahwa dua golongan bawahan yang terpeting dalam paradigma morfemis
adalah golongan yang berdasarkan “fleksi” dan golongan yang berdasarkan
“derivasi”. Golongan “fleksi” atau infleksional adalah daftar paradigmatis yang
terdiri atas bentuk-bentuk dari kata yang
sama, sedangkan golongan derivasi adalah daftar yang terdiri atas bentuk-bentuk kata yang tidak sama.Misalnya saja, bentuk mengajar dan diajar
adalah dua bentuk (“aktif” dan “pasif”) dari kata yang sama, yaitu mengajar,
sedangkan mengajar dan pengajar merupakan dua kata yang berbeda (verba dan
nomina) (Verhaar, 1999: 118).
a.
Fleksi
Fleksi adalah
proses morfemis yang ditetapkan pada kata sebagai unsur leksikal yang sama”
(Verhaar, 1999:121). Sebuah kata yang sama hanya bentuknya yang berbeda yang
disesuaikan dengan katagori gramatikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam
morfologi infleksional disebut paradigma infleksional” (Chaer, 2007:171).
Hal ini dapat disimpulkan
bahwa infleksi adalah perubahan bentuk kata tanpa mengubah
identitas leksikal kata itu dengan atau tanpa mengubah kelas katanya. Secara
khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja dengan tetap mempertahankan identitas
kata kerja itu sama saja artinya dengan mengubah bentuk kata itu, tapi makna
kata seperti yang terkandung dalam kata itu tidak berubah.
Pengertian infleksi berhubungan
dengan kata bermorfem jamak. Jika sebuah proses morfologis menimbulkan satu
perubahan bentuk atau kata bermorfem jamak
dan bentuk-bentuk tersebut ini secara sintaksis tidak mempunyai ekuivalen dalam
distribusi sintaksis dengan sebuah kata bermorfem tunggal, maka bentuk ini
disebut bentuk infleksi (Parera, 1988: 22).Distribusi infleksi lebih luas
daripada derivasi. (Parera, 1988: 22) memberikan bentuk-bentuk infleksi yang biasanya
memberikan/menyatakan beberapa kategori ketatabahasaan seperti: tunggal dan
jamak, jenis kelamin (pria/wanita), aspek dan waktu, bentuk aktif dan pasif,
tata tingkat sifat (biasa, lebih, sangat/amat), dan beberapa kategori yang
mungkin terjadi sesuai dengan kekhasan bahasa tertentu masing-masing.
Bentuk dasar
|
Infleksi
|
Kelas kata
|
Kategori
|
Pemuda
|
Pemudi
|
Benda
|
Jenis kelamin
|
Wartawan
|
Wartawati
|
Benda
|
Jenis kelamin
|
Melihat
|
Melihat-lihat
|
Kerja
|
Aspek
|
Menghormati
|
Dihormati
|
Kerja
|
aktif/pasif)
|
Kecil
|
Kecilan
|
Sifat
|
Tata tingkat (bandingan)
|
Cepat
|
Cepat-cepat
|
sifat
|
Tata tingkat (bandingan)
|
b. Derivasi
Derivasi adalah proses morfemis yang
mengubah kata sebagai unsur leksikal tertentu menjadi unsur leksikal yang lain
(Verhaar, 1999:121) .Selain itu derivasi merupakan pembentukan
kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya
tidak sama dengan kata dasarnya (Chaer, 2007:175) .
Derivasi itu konstruksi yang berbeda
distribusinya daripada dasarnya atau afiks yang menghasilkan leksem baru
dari leksem dasar. Misalnya kata reviews dapat
dianalisis atas sebuah prefiks re-,
sebuah akar view, dan sebuah sufiks
-s. Prefiks re- membentuk leksem baru
review dari bentuk dasar view, sedangkan sufiks -s membentuk kata yang lain dari leksem
review. Jadi, prefiks re-
bersifat derivasi, sedangkan sufiks -s bersifat infleksi.
Jika kita berbicara
mengenai derivasi, berati kita berbicara tentang salah satu aspek yang lain
dari hubungan antara morfem dan kata. Pada dasarnya morfem-morfem terikat
berfungsi membentuk kata. Salah satu akibat dari fungsi pembentukan ini adalah
sebuah kata bermorfem jamak yang disebut derivasi (Parera, 1988: 21).
Morfem-morfem terikat dapat kita kelompokkan pada
morfem-morfem terikat pembentukan kata-kata derivatif. Sebagi contoh kami
berikan beberapa morfem terikat pembentuk kata derivatif dalam bahasa
Indonesia:
morfem
terikat derivasi
|
benda
|
kerja
|
sifat
|
|||
dasar
|
derivasi
|
Dasar
|
derivasi
|
dasar
|
derivasi
|
|
Pe-
|
-
|
pemuda
|
-
|
-
|
muda
|
-
|
|
-
|
penjilat
|
Jilat
|
-
|
-
|
-
|
Ke-an
|
-
|
kebaikan
|
-
|
-
|
baik
|
-
|
-kan
|
-
|
-
|
-
|
muliakan
|
mulia
|
-
|
-wi
|
manusiawi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
manusiawi
|
-an
|
karangan
|
-
|
karang
|
-
|
-
|
-
|
Me-kan
|
-
|
-
|
-
|
Men-amankan
|
Aman
|
-
|
Kata-kata
bermorfem jamak dalam contoh di atas- pemuda, penjilat, kebaikan, karangan,
muliakan, dan mengamankan adalah kata-kata derivatif. Secara sintaksis
kata-kata ini berdistribusikan sama dengan/ekuivalen dengan sebuah kata
bermorfem tunggal, misalnya:
Pemuda itu lari
Anak itu lari
Ayah menginginkan kebaikan
Ayah menginginkan rumah
Bunuh dia!
Muliakan Tuhan!
c.
Paradigma
Paradigma yaitu daftar lengkap
perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem asal yang sama (Verhaar,
1984:65). Morfem asal itu mungkin mengalami perubahan bentuk akibat afiksasi
(Sitindoan, 1984:68). Pengertian paradigma sama maknanya dengan deretan
morfologi seperti yang diungkapkan(Ramlan,1983:28) yaitu suatu deretan atau
daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan artinya.
Deretan morfologi ini akan berguna dalam menentukan sebuah morfem. Dengan membuat paradigma atau deretan morfologi kita akan dapat menentukan suatu morfem, misalnya:
Deretan morfologi ini akan berguna dalam menentukan sebuah morfem. Dengan membuat paradigma atau deretan morfologi kita akan dapat menentukan suatu morfem, misalnya:
menulis
penulis
tertulis
bertulis
bertuliskan
tulisan
tulis-menulis
menulisi
ditulisi
dituliskan
bertuliskan
menuliskan
penulis
tertulis
bertulis
bertuliskan
tulisan
tulis-menulis
menulisi
ditulisi
dituliskan
bertuliskan
menuliskan
Dari
perbandingan kata yang terdapat dalam paradigma di atas, dapat disimpulkan
adanya morfem tulis sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap kata. Dengan
demikian kita dapat menentukan bahwa menulis terdiri atas morfem meN- dan tulis
dan seterusnya.
Contoh lain dapat kita lihat dari paradigma berikut.
menelantarkan
ditelantarkan
keterlantaran
ditelantarkan
keterlantaran
Berdasarkan
paradigma di atas jelaslah bahwa kata terlantar terdiri atas satu morfem, bukan
dua morfem ter- dan lantar.
Fleksi atau morfologi
infleksional adalah proses morfemis yang diterapkan pada kata sebagai unsur
leksikal yang sama sedangkan derivasi atau morfologi derivasional adalah proses
morfemis yang mengubah kata sebagai unsur leksikal tertentu menjadi unsur leksikal
yang lain. Fleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas
leksikal dari kata yang bersangkutan. Derivasi adalah perubahan morfemis yang
menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Kaidah-kaidah morfemis
yang berlaku untuk infleksi adalah kaidah yang tak beruntun sedangkan kaidah
derivasi beruntun urutannya. Berikut ini
kita membahas proses morfemis yang disebut derivasi:
- Derivasi
dalam bahasa Indonesia: verba dan nomina tindakan/ penindak (J.W.M. Verhaar,
1999:145).
Derivasi dari bentuk
pradasar (ajar), morfem pradasar ini adalaha tidak bebas. Yang diturunkan dari
padanya adalah beberapa verba: mengajar,
mengajarkan, mengajari, belajar.
Pengajar dan pengajaran
berasal dari kata ajar tetapi tak
langsung dan langsung dari mengajar.
Demikian pula pelajar dan pelajaran berasal (langsung) dari belajar.
Kata seperti pengajar dan pelajar disebut nomina penindak karena mengandung makna orang yang
melakukan tindakan tertentu sedangkan nomina seperti pengajaran dan pelajaran yang
diturunkan (langsung) dari masing-masing mengajar dan belajar disebut nomina tindakan.
- Derivasi
morfemis dalam berbagai bahasa (J.W.M. Verhaar, 1999:148).
Berbagai cara untuk
meneliti derivasi afiksasional secara antar-bahasa. Pada umumnya ada tiga cara:
i.
Menurut bentuk morfemis bahwa bentuk
tertentu bersifat homonim artinya sama bentuknya dengan makna yang berbeda.
Contohnya adalah yang dapat kita bedakan pada ke—an1dan ke—an2 dalam
bahasa Indonesia. Ke—an1 pasif (kecurian, kelihatan) ke—an2
penomalisasi (keindahan). Ke—an1 dapat dibagi lagi ke—an1a
yang adversatif misalnya kecurian dan ke—an1b yang nonadversatif
misalnya kelihatan.
ii. Menurut
maknanya bahasa tertentu dapat kita teliti secara antar-bahasa. Dalam bahasa
inggris misalnya kita temukan adanya afiks derivasional yang berbeda-beda untuk
makna yang sama contohnya nomina penindak. Afiks biasa untuk nomina tersebut
dalam bahasa ini adalah sufiks –er, play
menjadi player, travel menjadi traveler.
iii. Perbandingan
antar-bahasa menunjukkan tipe-tipe tertentu. Afiks untuk nomina penindak
memperalatkan prefiks dalam bahasa Indonesia dan pada umumnya sufiks dalam
bahasa Inggris dan dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa.
Para ahli linguistik
lazim memakai sekumpulan istilah demi analisis proses derivasi. Misalnya bila
dari nomina gambar diturunkan verba menggambar, asal itu disebut nominal dan
karena hasilnya adalah sebuah verba, maka verba menggambar kita sebut verba denominal.
Proses hangat ----
menghangatkan adalah proses deajektival dan hasilnya dapat disebut verba
deajektival. Hasil proses membunuh -----
pembunuhan adalah sebuah nomina deverval. Peristilahan tersebut
memungkinkan rumusan singkat dalam analisis morfologi derivasional, misalnya
baik menggambar maupun menggambarkan adalah verba denominal. Rumusan ini
menjelaskan antara lain bahwa menggambarkan tidak berasal dari menggambar.
Dengan pengistilahan
ini kaidah-kaidah derivasi contohnya untuk bahasa Indonesia, semua verba yang
berprefiks memper- adalah denominal, deajektival, atau denumeral. Prefiks
memper- (kaidah tadi tidak berlaku untuk verba yang berambifikis memper-kan
atau memper-i yang memang mungkin sebagai verba nondenominal atau nondenumeral:
memperisteri, memperbudak, memperalat, memperpanjang.
2.4
Klitika
Klitika
biasanya adalah morfem yang pendek, paling-paling dua silabe, biasanya satu;
tidak dapat diberi aksen atau tekanan apa-apa; melekat pada kata atau frasa
yang lain, dan memuat arti yang tidak mudah dideskripsikan secara leksikal. Klitika merupakan morfem bebas atau morfem terikat
(Verhaar, 1999: 119-120).
Sebagai
contoh amatilah klitika Indonesia pun.
Misalnya dalam klausa seperti Dalam hal
ni pun dia berbakat klitika pun
tidak dapat diisahkan dari hal ini. Bandingkan juga konjungsi sekalipun, dalam arti ‘meskipun’, dengan
pemakaian punsebaai berikut: Malah sekali pun
ia tidak mampir, dengan sekali dalam arti ‘satu kali’
dan pun dengan konotasi “kohensif”. (Maka secara otografis pun dalam kalimat tadi haruslah terpisah dari sekali) (Verhaar,
1999: 119).
Klitik juga
merupakan morfem terikat, tetapi tidak memiliki perilaku seperti afiks.
Perilaku klitik, yakni:
a) Dapat
dilekatkan pada bermacam-macam jenis kata, tetapi tidak menjadi penentu ciri
khas dari jenis kata tertentu;
b) Memilik
makna leksikal;
c)
Apabila dilekatkan pada morfem dasar, tidak pernah
mengalami perubahan bentuk;
d)
Dapat menduduki fungsi sintaktis tertentu di dalam
frasa atau kalimat;
e)
Tidak mengubah golongan kata yang dilekati;
Berdasarkan
letaknya di dalam kata, klitik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
proklitika (proclitic) dan enklitika
(enclitic). Letaknya sebelah kiri
atau sebelah kanan dari kata yang menjadi “tuan rumahnya”. Dalam bahasa
Indonesia, pun dan –lah berupa
enklitika, dan contoh dari proklitika dalam bahasa ini adalah pronomina dalam
konstruksi verbal tertentu (Verhaar, 1999:
120). Contoh lain proklitika misalnya, ku- dan kau- pada kuambil dan
kauambil, sedangkan enklitika adalah klitik yang diletakkan di akhir kata,
misalnya -mu dan - ku dalam bukumu dan bukuku.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Proses
morfologi atau morfemis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain
yang merupakan ya bentuk dasarnya. Bentuk dasarnya itu mungkin berupa kata,
seperti pada kata terjauh yang dibentuk dari kata jauh, kata menggergaji yang
dibentuk dari kata gergaji. Dengan ringkas dapatlah dikatakan bahwa morfologi
ialah ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk kataserta
fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi
semantik. Kita juga dapat memahami proses jenis morfologik/morfemis baik itu
dari komponen proses morfolgi atau morfemis hingga jenis proses morfolgis.
Berdasarkan
paparan penjelasan diatas juga dapat kita simpulkan beberapa hal mengenai
infleksi yaitu perubahan bentuk kata tanpa mengubah kelas katanya. Kemudian
dapat disimpulkan bahwa derivasi merupakan suatu perubahan proses kelas kata
(kata kerja) dengan atau tanpa pemindahan kelas kata. Dan juga paradigma sama maknanya dengan deretan
morfologi seperti yang diungkapkan yaitu suatu deretan atau daftar yang memuat
kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan artinya. Dan kita juga dapat
mengetahui dari klitika yang biasanya merupakan morfem yang pendek,
paling-paling dua silabe, biasanya satu; tidak dapat diberi aksen atau tekanan
apa-apa; melekat pada kata atau frasa yang lain, dan memuat arti yang tidak
mudah dideskripsikan secara leksikal hingga peran klitik.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi
Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. 2003. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer,
Abdul. Morfologi Bahasa Indonesia:
Pendekatan Proses. 2008. Jakarta: Rineka Cipta.
Parera,
Jos daniel. Morfologi. 1988. Jakarta:
Gramedia.
Ramlan. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriftif.
1987. Yogyakarta: Karyono.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Morfologi. 2009. Bandung:
Angkasa.
Verhaar
JWM. Asas-Asas Linguistik Umum. 1999.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
austine88
BalasHapuslink austine88
link alternatif austine88
Bandar online slot dan togel
agen slot terlengkap
slot gacor
situs judi online
bandar togel
slot online terbaik
agen slot dan togel
situs togel dan slot
togel singapore
slot online terpercaya
agen slot
Pragmatic Play
Deposit pulsa
Deposit pulsa
livegames casino