BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara berkembang dan negara maju
tengah berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya, salah satu upaya tersebut
melalui perubahan kurikulum. Perubahan dan perkembangan kurikulum yang terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta seni dan budaya. Perubahan secara terus-menerus menyebabkan perlunya
perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk
mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman.
Kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman kegiatan pembelajaran yang berfungsi
mengoptimalkan perkembangan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Banyak model dalam pengembangan
kurikulum yang dapat diterapkan. Namun, penerapan model-model tersebut
sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor yang konstan, sehingga ulasan tentang
model-model yang dibahas dapat terungkapkan secara konsisten (Subandijah,
1992:65).
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Model Pengembangan Kurikulum Sentralistik .
2. Model
Pengembangan Kurikulum Disentralistik .
3. Model
Pengembangan Kurikulum Berbasis Konten, Tujuan, Kompetensi atau Profesi,
Kompetensi atau Profesi Berkarakter.
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
dalam makalah ini sebagai berikut:
1.
Untuk Mengetahui
Model Pengembangan Kurikulum Sentralistik.
2. Untuk Mengetahui Model Pengembangan Kurikulum
Disentralistik.
3. Untuk
Mengetahui Model Pengembangan Kurikulum Berbasis Konten, Tujuan, Kompetensi
atau Profesi, Kompetensi atau Profesi Berkarakter.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (UU No. 20 Tahun 2003 tentang SPN).
2.2 Fungsi Kurikulum
Kurikulum memiliki berbagai fungsi
bagi guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan peseta didik, diantaranya
sebagai berikut.
1.
Bagi guru, kurikulum berfungsi
sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang
tidak berpedoman pada kurikulum tidak akan berjalan dengan sistematis dan
efektif, dan dapat dipastikan pembelajaran tanpa arah dan tujuan.
2.
Bagi kepala sekolah, kurikulum
berfungsi untuk menyusun perencanaan dan program sekolah.
3.
Bagi pengawas, kurikulum berfungsi
sebagai pendahuluan dalam melakukan supervisi ke sekolah. Denagn berpedoman
pada kurikulum, pengawas dapat melihat program sekolah, pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum.
4.
Bagi orang tua peserta didik,
kurikulum sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi penyelenggaraan program
sekolah dan membantu putra-putrinya belajar di rumah sesuai dengan program
sekolah.
2.3 Manajemen Pengembangan Kurikulum
Manajemen pengembangan kurikulum
berkenaan dengan bagiamana kurikulum dirancang diimplementasikan
(dilaksanakan), dan dikendalikan (dievaluasi dan disempurnakan), oleh siapa, kapan,
dalam lingkungkup mana, dan seterusnya. Manajemen kurikulum juga menyangkut
kebijakan: siapa yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam
merancang, melaksanakan, dan mengendalikan kurikulum. Dari sudut siapa yang
diberi tugas wewenag dan tanggung jawab dalam pengembangan kurikulum, secara
umum dibedakan antara manajemen pengembangan kurikulum terpusat (centralized curriculum development
management atau top down curriculum development) dan manajemen pengembangan
kurikulum tersebar (decentralized
curriculum development management atau bottom up curriculum development).
Menurut Kemp dalam Brady (1990) dalam Harry Widyastono, 2013:48
melihat pendekatan pengembangan kurikulum tersebut dalam suatu kontinum.
At
one extreme is center-based or top down curriculum development in which the
curriculum is determined by the centre, and there is little autonomy for
schools. At the other extreme is the bottom-up or school-based curriculum,
developed entirely by individual schools.
Pendapat Kemp tersebut menegaskan
bahwa kurikulum (desain kurikulum) dapat bervariasi mulai dari yang sepenuhnya
standar (seluruh komponen dirumuskan secara oleh pusat), sebagian besar
komponen (dasar dan komponen utama), sebagai komponen dirumuskan oleh tim pusat,
sedangkan komponen lainnya (penjabarannya) dikembangkan oleh daerah atau satuan
pendidikan, sampai dengan yang seluruh komponenya dikembangkan oleh satuan pendidikan.
Kurikulum yang seluruh komponennya
dikembangkan oleh pusat pengelolaannya sepenuhnya sentralistik, seluruh
komponennya dikembangkan oleh satuan pendidikan pengelolaannya sepenuhnya desentralistik,
dan sebagian komponen dirumuskan oleh pusat dan sebagian oleh satuan pendidikan
terletak diantaranya, atau sentralistik-desentralistik. Manajemen sentralistik-desentralistik inipun masih bervariasi
pula, lebih berat kearah sentralisasi atau desentralisasi, atau seimbang antara
keduanya.
2.3.1.
Manajemen
Pengembangan Kurikulum Sentralistik
Negara yang bersifat kesatuan
seperti Indonesia, sentralisasi ini berada pada tingkat pemerintah pusat, sedangkan
pada negara federal sentralisasi dapat pada tingkat pemerintah federal (pusat)
atau tingkat negara bagian. Dalam manajemen pengembangan kurikulum yang
terpusat atau sentralistik, tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengembangan kurikulum
dipegang oleh pejabat pusat. Manajemen kurikulum sentralistik menghasilkan
kurikulum nasional, satu kurikulum yang berlaku diseluruh wilayah negara. Dalam
manajemen kuriklum sentralistik, mungkin seluruh perangkat kurikulum, mulai
dari landasan atau dasar-dasar pengembangan kurikulum, struktur, dan sebaran
mata pelajaran, silabus atau garis-garis besar program pembelajaran, rincian
materi dan kegiatan pembelajaran, buku, media, alat-alat penunjang, penilaian,
hasil belajar beserta pedoman-pedoman pelaksanaannya disusun oleh pusat.
Sukmadinata (2007) dalam Herry
Widyastono, 2013:49) mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan manajemen
kurikulum sentralistik, seperti di bawah ini.
Manajemen kurikulum sentralistik
memiliki kelebihan, diantaranya sebagai berikut.
a. Kurikulum
diseragamkan untuk seluruh daerah dan sekolah sehingga dapat dikembangkan
standar kemampuan dan tingkat pencapaian yang bersifat nasional
b. Karena
kurikulum seragam, lebih muda dalam pengendalian, atau pengawasan dan
evaluasinya.
c. Pembina
para pelksana kurikulum lebih muda karena pengetahuan dan keterampilan yang
dituntut untuk melaksanakannya hamper sama.
d. Penyediaan
media dan sumber belajar lebih muda karena jenisnnya sama untuk setiap daerah
dan satuan pendidikan.
e. Memungkinkan
diadakan penilaian hasil belajar bersifat nasional karena desain atau rancangan
kurikulum dan sasaran belajarnya sama untuk seluruh dan satuan pendidikan.
Manajemen
kurikulum sentralistik juga memiliki kelemahan, diantaranya sebagai berikut.
a. Wilayah
yang cukup luas memiliki keragaman dalam kondisi, kebutuhan dan tingkat
kemajuanya. Kurikulm yang bersifat nasional tidak dapat mengakomodasi keragaman
kondisi tersebut.
b. Pemahaman
dan penguasaan kurikulum nasional oleh para pelaksana diseluruh wilayah tanah
air membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.
c. Penerapan
satu jenis kurikulum untuk wilayah yang cukup luas dapat menghadapi benyak
hambatan dan kemungkinan penyimpangan.
2.3.2.
Manajemen
Pengembangan Kurikulum Desentralistik
Dalam manajemen kurikulum
desentralistik, penyusunan desain, pelaksanaan, dan pengendalian kurikulum
(evaluasi dan penyempurnaan), dilukan secara lokal oleh satuan pendidikan.
Penyusunan desain kurikulum dilkukan oleh guru-guru, melibatkan ahli, komite
sekolah atau madrasah dan pihak-pihak lain dimasyarakat, yang memiliki
perhatian dan kepedulian terhadap kurikulum. Pengembangan kurikulum demikian
disebut pengembangan kurikulum berbasis sekolah (school based curriculum development atau SBCD) yang dalam peraturan
menteri pendidikan Nasionala Nomor. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menegah disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
atau KTSP. Dalam SBCD atau KTSP pengembangan kurikulum dapat mencakup seluruh
komponen kurikulum atau hanya sebagian komponen saja, penyusunannya dapat
dilakukan hanya oleh seorang, sekelompok atau seluruh guru dan ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan atau program satuan
pendidikan dan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan dan masyarakat
sekitarnya.
KTSP merupakan pengembangan kurikulum
yang berbeda bahkan dapat berlawanan dari pengembangan kurikulum birokratis
atau sentralistik. Dalam manajemen pengembangan kurikulum sentralistik,
pengembangan kurikulum dipegang oleh pejabat (birokrat) pusat, termasuk
inisiatif. Gagasan, bahkan model kurikulum yang akan dikembangkan berasal dari
pemegang kekuasaan di pusat.
Dalam pengembangan KTSP, desain
kurikulum yang meliputi sasaran atau tujuan kurikulum, materi atau isi
kurikulum, model pembelajaran dan penilaian hasil belajar disesuaikan dengan
kebutuhan, tantangan, karakteristik, dan tahap perkembangan sekolah dan
masyarakat di mana sekolah berada. Kurikulum menjadi lebih bermakna karena
bertolak dari situasi dan kondisi setempat dan diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan, tuntutan dan perkembangan setempat. Pengembangan kurikulum oleh
satuan pendidikan akan menghasilkan desain kurikulum yang beragam tetapi lebih
mudah dipahami, dikuasai dan dilaksanakan oleh guru sebab mereka sendiri yang
mengembangkannya, minimal ikut serta dalam pengembangannya.
Sementara itu, menurut Sukmadinata dalam
Herry Widyastono, 2013:51 , mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan manajemen
pengembangan kurikulum oleh satuan pendidikan desentralistik seperti di bawah
ini. Kelebihannya antara lain sebagai berikut.
a. Kurikulumnya
sesuai dengan kebutuhan, kondisi, karekteristik, dan perkembangan satuan
pendidikan dan masyarakat setempat sehingga satuan pendidikan secara langsung
atau tidak langsung dapat membantu perkembangan masyarakat.
b. Lebih
mudah dilaksanakan karena desain kurikulum disusun oleh guru-guru sendiri
dengan mempertimbangkan factor-faktor pendukung pelaksanaannya yang ada di
sekolah dan masyarakat sekitar.
Pengembangan kurikulum oleh satuan
pendidikan juga memiliki kelemahan, diantaranya sebagai berikut.
a. Tidak
semua guru memiliki keahlian atau kecakapan ddalam pengembangan kurikulum, atau
tidak semua satuan pendidikan / daerah memiliki guru atau orang yang ahli atau
cakap dalam pengembangan kurikulum.
b. Kurikulum
dapat bersifat local. Lulusannya kurang memiliki kemampuan atau daya saing
secara nasional.
c. Desai
kurikulum sangat beragam dapat menimbulkan kesulitan dalam pengawasan dan
evaluasi kurikulum dan evaluasi hasil belajar secara nasional.
d. Kepindahan
peserta didik dari satu sekolah atau daerah ke sekolah atau daerah lain dapat
menimbulkan kesulitan.
Berdasarkan pembahasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum terdapat berbagai model, yang
mencakup langkah-langkah: (a) merumuskan tujuan; (b) merumuskan pengalaman
belajar; (c) mengacu pada prinsip-prinsip relevansi, fleksibelitas,
kontinuitas, efesiensi, dan efektifitas. Manajemen pengembangannya dapat
bersifat sentralistik, desentralistik, atau sentralistik-desentralistik
(pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau
sekolah)
2.4 Model Pengembangan Kurikulum
Berbasis Konten (Kurikulum 1994)
Pada tahun
1994, kurikulum 1984 disempurnakan menjadi Kurikulum 1994. Rasionalnya,
menyesuaikan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU tentang SPN No. 2 Tahun 1989). Salah satu amanah dalam
UU tentang SPN No. 2 Tahun 1989, yaitu perubahan pembagian waktu pelajaran,
dari sistem semester ke sistem caturwulan dengan sistem caturwulan yang
pembagian waktunya dalam satu tahun menjadi tiga periode, hasil belajar (rapor)
peserta didik dapat lebih cepat diketahui oleh orang tuanya sehingga diharapkan
orang tua dapat memberikan perhatian lebih dini dan lebih intensif kepada putra-putrinya.
Perubahan lainnya, Kurikulum 1994, lebih menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah (Depdikbud dalam Harry
Widyastono, 2013:58).
2.5 Model Pengembangan Kurikulum
Berbasis Tujuan (Kurikulum 1975 sampai 1984)
Model
pengembangan kurikulum berbasis tujuan menempatkan rumusan atau penetapan
tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi
arah dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar.
Kelebihan
dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah
sebagai berikut.
1.
Tujuan yang ingin dicapai jelas
bagi penyusun kurikulum.
2.
Tujuan yang jelas akan memberikan
arah yang jelas pula di dalam menetapkan materi pelajaran, motode, jenis kegiatan
dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
3.
Tujuan-tujuan yang jelas itu akan
memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
4.
Hasil yang terarah tersebut akan
membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang
diperlukan.
Meskipun
pendekatan tujuan memiliki banyak kelebihan tetapi pendekatan tujuan juga
memiliki kelemahan, yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi
guru). Apalagi jika tujuan tersebut harus dirumuskan lebih khusus, jelas, dan
operasional, dan dapat diukur. Guru harus memiliki keahlian, pengalaman, dan
keterampilan dalam perumusan tujuan khusus pengajaran. Jika tidak demikian,
maka akan terwujud rumusan tujuan khusus yang bersifat dangkal dan mekanistik (Subandijah,
1992:56-57).
Pada tahun 1975, pemerintah
mengembangkan Kurikulum 1975. Rasionalnya, menekankan pada tujuan, agar pendidikan
lebi efesien dan efektif yang dipengaruhi oleh pengaruh konsep di bidang
manajemen, yaitu management by objektif (MBO) yang dikenal pada waktu itu.
Setiap guru harus menyususn prosedur pengembangan sistem Instruksional (PPSI)
antara lain berisi tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus
(Hasibuan dalam Herry Widyastono, 2013: 57).
Pada tahun 1984, pemerintah
menyempurnakan Kurikulum 1975 menjadi Kurikulum 1984. Rasionalnya yang belajar
adalah peserta didik sehingga yang harus aktif adalah peserta didik bukan
gurunya. Dalam Kurikulum 1984 peserta didik harus belajar melakukan sendiri ,
mencari tahu sendiri, dari berbagai sumber belajar yang relevan, dengan mencari
tahu sendiri, peserta didik akan merasakan sendiri dan mengalami sendiri.
Pengalaman yang diperoleh tetap akan diingatnya. Oleh karena itu, Kurikulum
1984 dikembangkan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning, yang mengusung skill approach (pendekatan keterampilan
proses). Artinya, apabila prosesnya dialami sendiri oleh peserta didik maka
secara otomatis pengalaman yang diperoleh tetap akan diingatnya (produknya akan
dikuasainya dengan baik) (Harry Widyastono, 2013:58).
2.6 Model Pengembangan Kurikulum
Berbasis Kompetensi/ Profesi
Kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) juga dikenal dengan Kurikulum 2004 dikembangkan
mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 19999 tentang Otonomi Daerah dan
Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Pemerintah daerah dan satuan
pendidikan menyusun petunjuk teknis, silabus, dan persiapan mengajar sesuai
dengan manajemen pengembangan kurikulum sentralistik dan disentralistik (Herry
Widyastono, 2013:61).
Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran,
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar (UU No. 20 Tahun 2003 tentang SNP), sedangkan kompetensi merupakan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. (Depdiknas dalam Herry Widyastono. 2013:62).
Kompetensi
dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan
bahan pelajaran secara kontekstual. Kompetensi adalah pengetahuan (kognitif)
yang setelah dimiliki oleh seseorang, harus diwujudkan dalam bertindak
(psikomotor) dan bersikap (afektif). Dengan demikian, kurikulum berbasis
kompetensi merupakan seperangkat rencana dan peraturan tentang kompetensi yang
dibakukan dan pecapaiannya disesuaikan dengan kemampuan. Wahana pencapaian
tersebut diwujudkan dengan mempertimbangkan keseimbangan etika, estetika,
logika, dan kinestetika.
2.7 Model Pengembangan Kurikulum
Berbasis Kompetensi/ Profesi Berkarakter
Pengembangan Kurikulum 2013, dilandasi oleh
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010-2014, dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah menetapkan Standar
Nasional Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyusun Panduan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sedangkan setiap satuan pendidikanmenyusun
KTSP mengacu pada Standar Nasinal Pendidikan dan panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (Herry Widyastono, 2013:119).
Pada Kurikulum 2013, Pemerintah menetapkan Standar
Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, Silabus, dan
Pedoman Implementasi Kurikulum, sedangkan setiap satuan pendidikan pada
Kurikulum 2006 dan menyusun KTSP, silabus sudah disediakan oleh pemerintah,
guru hanya tinggal mengopi dan menyusunnya menjadi satu kesatuan yang utuh.
1. Konsep Dasar
Kurikulum
2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
peserta didik secara holistik (seimbang). Kompetensi pengetahuan, keterampilan,
dan sikap ditagih dalam rapor merupakan penentu kenaikan kelas dan kelulusan
peserta didik. Kompetensi pengetahuan peserta didik yang dikembangkan meliputi
mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi agar menjadi
pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban.
2. Karakteristik Kurikulum 2013
Kurikulum
2013 dikembangkan dengan karakteristik sebagai berikut. (Kemendikbud, 2013).
a.
Mengembangkan sikap spiritual dan
social, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual
dan psikomotorik secara seimbang.
b.
Memberikan pengalaman belajar
terencana ketika peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke
masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar secara seimbang.
c.
Mengembangkan sikap, pengetahuan,
dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
msyarakat.
d.
Memberi waktu yang cukup leluasa
untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
e.
Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi
inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.
f.
Kompetansi inti kelas menjadi unsur
pengorganisasi (organizing elements)
kompetensi dasar. Semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti.
g.
Kompetensi dasar dikembangkan
didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforce) dan
memperkaya (enriched) antarmata
pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Model pengembangan kurikulum di
Indonesia sangat beragam diantaranya model pengembangan kurikulum sentralistik,
model pengembangan kurikulum disentralistik, model pengembangan kurikulum
berbasis konten, tujuan, kompetensi/profesi, kompetensi/profesi berkarakter
dikemukakan sebagi berikut.
1. Model
pengembangan kurikulum sentralistik (yang terpusat), tugas, wewenang, dan
tanggung jawab pengembangan kurikulum dipegang oleh pejabat pusat. Manajemen
kurikulum sentralistik menghasilkan kurikulum nasional, satu kurikulum yang
berlaku diseluruh wilayah negara. Dalam manajemen kuriklum sentralistik, mulai
dari landasan atau dasar-dasar pengembangan kurikulum, struktur, dan sebaran
mata pelajaran, silabus atau garis-garis besar program pembelajaran, rincian
materi dan kegiatan pembelajaran, buku, media, alat-alat penunjang, penilaian,
hasil belajar beserta pedoman-pedoman pelaksanaannya disusun oleh pusat.
2. Model
pengembangan kurikulum desentralistik, penyusunan desain, pelaksanaan, dan
pengendalian kurikulum (evaluasi dan penyempurnaan), dilukan secara lokal oleh
satuan pendidikan. Penyusunan desain kurikulum dilakukan oleh guru-guru, melibatkan
ahli, komite sekolah atau madrasah dan pihak-pihak lain dimasyarakat yang
memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kurikulum.
3. Model
pengembangan kurikulum berbasis konten adalah perubahan kurikulum 1984
disempurnakan menjadi Kurikulum 1994 yang lebih menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
4.
Model pengembangan kurikulum
berbasis tujuan merupakan penyempurnaan Kurikulum 1975 menjadi Kurikulum 1984
yang menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi
sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses
belajar-mengajar. Rasionalnya yang belajar adalah
peserta didik sehingga yang harus aktif adalah peserta didik bukan gurunya.
Oleh karena itu, Kurikulum 1984 dikembangkan pendekatan Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Learning,
yang mengusung skill approach (pendekatan
keterampilan proses). Artinya, apabila prosesnya dialami sendiri oleh
peserta didik maka secara otomatis pengalaman yang diperoleh tetap akan
diingatnya.
5.
Model pengembangan Kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) juga dikenal dengan Kurikulum. Dalam hal ini pemerintah
daerah dan satuan pendidikan menyusun petunjuk teknis, silabus, dan persiapan
mengajar sesuai dengan manajemen pengembangan kurikulum sentralistik dan
disentralistik. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang
dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual, pengetahuan
(kognitif) yang setelah dimiliki oleh seseorang, harus diwujudkan dalam
bertindak (psikomotor) dan bersikap (afektif). Wahana pencapaian tersebut
diwujudkan dengan mempertimbangkan keseimbangan etika, estetika, logika, dan
kinestetika.
6.
Model pengembangan kurikulum kompetensi/
profesi berkarakter (Kurikulum 2013) dilandasi oleh Peraturan Presiden Nomor 5
Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada
Kurikulum 2013, Pemerintah menetapkan Standar Nasional Pendidikan, Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum, Silabus, dan Pedoman Implementasi Kurikulum yang menekankan
pengembangan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik
secara holistik (seimbang). Kompetensi pengetahuan peserta didik yang dikembangkan
meliputi mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.
3.2
Saran
Sehubungan
dengan hasil pembahasan makalah ini, penulis berharap agar pembaca mau
mempelajari isi dari makalah untuk pengetahuan tentang perkembangan dan
pengembangan kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Subandijah.
1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Widyastono, Herry. 2013. Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah
dari Kurikulum 2004, 2006, ke Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar