KELAS KATA VERBA DALAM BAHASA INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Chaer dan Agustina
(2010: 14), bahasa adalah alat untuk
berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Dengan bahasa, manusia mampu menyampaikan apa yang
dipikirkan dan apa yang dirasakan. Proses pembentukan bahasa ini melibatkan
proses yang lama. Pada zaman dahulu, bahasa yang digunakan masih sangat
sederhana. Seiring dengan perkembangan waktu, bahasa mengalami perubahan
menyesuaikan situasi dan kondisi. Terjadi penambahan kosa kata untuk hal-hal
yang baru. Kosa kata yang sudah tidak relevan diganti dengan kosa kata yang
baru. Sehingga perkembangan bahasa sendiri bersifat dinamis, menyesuaikan
kebutuhan masyarakat yang menggunakan bahasa itu.
Di indonesia sendiri, bahasa Indonesia
mengalami perkembangan. Bahasa Indonesia dahulunya berasal dari Bahasa Melayu. Mengapa Bahasa Melayu yang digunakan? Karena
struktur Bahasa Melayu lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa yang lain dan
pemakaiannya di Indonesia pada saat itu pun mencapai jumlah terbanyak
dibandingkan dengan bahasa yang lain.
Dalam Bahasa Indonesia sendiri, ada bidang
pembahasan seperti fonologi, morfologi, nomina (kata benda), verba (kata
kerja), adjektiva (kata sifat), adverbia, kata tugas, afiks, kata
majemuk, semantik, frasa, klausa, kalimat, dan lain sebagainya. Agar lebih memudahkan pembahasan, penulis
memilih salah satu bidang bahasan dalam Bahasa Indonesia yaitu “ Kelas
Kata Verba dalam Bahasa Indonesia.” Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat,
dalam beberapa bahasa lain verba
mempunyai ciri morfologis, seperti ciri kala, aspek, pesona,
atau jumlah (Kridalaksana, 2008: 254). Penulis memilih bahasan topik tersebut karena dirasa penting bagi pengguna
Bahasa Indonesia itu sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, akan sangat
kesulitan bila berbicara tanpa menggunakan verba. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai verba dalam Bahasa Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dari penulisan makalah ini sebagai
berikut.
1.
Apakah pengertian verba?
2.
Apa
sajakah batasan dan ciri verba?
3.
Bagaimanakah
verba dari segi perilaku semantisnya?
4.
Bagaimanakah
verba dari segi perilaku sintaksisisnya?
5.
Bagaimanakah
verba dari segi perilaku bentuknya?
6.
Bagaimanakah
morfologi dan semantik verba transitif?
7.
Bagaimanakah
morfologi dan semantik verba taktransitif?
8.
Bagaimanakah
verba majemuk?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini sebagai
berikut.
1.
Menjelaskan
pengertian verba.
2.
Menjelaskan
batasan dan ciri verba.
3.
Menjelaskan
verba dari segi perilaku semantisnya.
4.
Menjelaskan
verba dari segi perilaku sintaksisisnya.
5.
Menjelaskan
verba dari segi perilaku bentuknya.
6.
Menjelaskan
morfologi dan semantik verba transitif.
7.
Menjelaskan
morfologi dan semantik verba taktransitif.
8.
Menjelaskan
verba majemuk.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Verba
Verba
mempunyai peranan yang
amat penting dalam
satu kalimat. Verba
adalah
poros kalimat yang menentukan jenis struktur kalimat yang
dibentuknya. Menurut
KBBI
(2007: 1260), kata
kerja adalah kata
yang menggambarkan proses,
atau keadaan
kata kerja. Verba adalah
kelas
kata yang
biasanya berfungsi sebagai predikat,
dalam beberapa bahasa lain verba
mempunyai ciri morfologis, seperti ciri kala, aspek, pesona,
atau jumlah (Kridalaksana, 2008: 254). Verba
mempunyai peranan yang
amat penting dalam
satu kalimat. Verba
adalah
poros kalimat yang menentukan jenis struktur kalimat yang
dibentuknya. Menurut
KBBI
(2007: 1260), kata
kerja adalah kata
yang menggambarkan proses,
atau keadaan
kata kerja.
Verba adalah
kelas
kata yang
biasanya berfungsi sebagai predikat,
dalam beberapa bahasa lain verba
mempunyai ciri morfologis, seperti ciri kala, aspek, pesona,
atau jumlah (Kridalaksana, 2008: 254). Kridalaksana juga
menambahkan bahwa kata kerja secara
sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba
dari perilakunya dari satuan yang
lebih besar; jadi sebuah kata dapat dikatan
berkategori verba
hanya dari perilakunya dalam frase, yakni dalam hal
kemungkinannya satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan dalam
hal
tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di- atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak.
Menurut
Ramlan (dalam Putrayasa, 2010: 73), kata kerja (verba) adalah kata yang
menyatakan tindakan. Berdasarkan pengertian verba menurut ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa verba
mempunyai peranan yang
amat penting dalam
satu kalimat. Verba adalah
kelas
kata yang
menduduki fungsi
sebagai
predikat, verba atau kata
kerja biasanya
dibatasi dengan kata-kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.
2.2
Batasan dan Ciri Verba
Menurut
Alwi, dkk. (2003: 91) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1)
perilaku semantisnya, (2) perilaku sintaksis, (3) bentuk morfologisnya. Namun,
secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain,
terutama adjektiva karena ciri-ciri berikut ini.
a.
Verba
memiliki memiliki fungsi
utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat walaupun dapat juga mempunya
fungsi lain.
Contoh:
(1) Pencuri itu lari.
(2) Mereka sedang belajar di
kamar.
(3) Bom itu seharusnya tidak
meledak.
(4) Orang asing itu tidak akan suka masakan
Indonesia.
Bagian
yang dicetak miring adalah predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian
lain dari kalimat itu. Fungsi dari bagian yang dicetak miring di atas adalah sebagai inti predikat.
b.
Verba
mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan
sifat atau kualitas.
c.
Verba,
khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang
berarti ‘paling’. Verba seperti mati atau suka, misalnya,
tidak dapat diubah menjadi *termati atau *tersuka.
d.
Pada
umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna
kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi,
dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat
berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali (Alwi, dkk. (2003: 91).
2.3 Verba dari Segi Perilaku Semantisnya
Tiap verba memiliki makna inheren yang
terkandung di dalamnya. Verba lari dan belajar pada
contoh (1) dan (2) di atas, misalnya, mengandung makna inheren perbuatan. Verba
seperti itu biasanya dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan “Apa yang dilakukan oleh subjek?” Verba lari, misalnya, dapat menjadi
jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan oleh pencuri itu?”
Demikian pula verba belajar dan
beberapa verba perbuatan berikut dapat menjawab pertanyaan seperti di atas.
mendekat
|
Mandi
|
mencuri
|
memberhentikan
|
membelikan
|
menakut-nakuti
|
memukuli
|
naik haji
|
Verba meledak pada
kalimat (3) di atas, dan banyak verba lainnya, mengandung makna inheren proses.
Verba yang mengandung makna itu biasanya dapat menjawab pertanyaan Apa
yang terjadi pada subjek? Pada contoh (3) di atas, kita dapat
bertanya, Apa yang terjadi pada ‘bom itu’? Jawabannya: Bom
itu meledak. Verba proses
juga menyatakan adanya perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Membesar,misalnya,
menyatakan perubahan dari keadaan yang kecil ke keadaan yang tidak kecil lagi.
Beberapa contoh verba proses yang lain
adalah:
mati
|
meninggal
|
jatuh
|
kebanjiran
|
mengering
|
terbakar
|
mengecil
|
terdampar
|
Semua verba perbuatan dapat dipakai dalam
kalimat perintah, tetapi tidak semua verba proses dapat dipakai dalam kalimat
seperti ini. Misalnya, dari verba lari dapat dibentuk kalimat
perintah Lari! Atau Larilah!.
Namun, dari verba meledak tidak dapat dibentuk kalimat
perintah *Meledak(lah), kecuali dalam kasus-kasus khusus seperti dalam
pertunjukan sulap ketika penyulap, misalnya memerintahkan topinya untuk meledak (Alwi, dkk. (2003: 93).
Perbedaan makna inheren antara verba
perbuatan dan verba proses itu perlu diperhatikan. Kita tidak dapat, misalnya,
bertanya Apa yang terjadi pada pencuri itu? dan mendapat
jawaban Dia lari. Demikian pula kita tidak dapat bertanya Apa
yang dilakukan oleh bom itu? dengan jawaban Bom itu meledak.
Verba suka pada kalimat (4) di atas mengandung
makna inheren keadaan. Verba yang mengandung makna keadaan umumnya tidak dapat menjawab kedua
jenis pertanyaan di atas dan tidak dapat dipakai untuk membentuk kalimat perintah.
Verba keadaan menyatakan bahwa acuan verba berada dalam situasi tertentu.
Verba keadaan sering sulit dibedakan dari
adjektiva karena kedua jenis kata itu mempunyai banyak persamaan. Bahkan dapat
dikatakan bahwa verba keadaan yang tidak tumpang-tindih dengan adjektiva
jumlahnya sedikit. Satu ciri yang umumnya dapat membedakan keduanya ialah bahwa
prefiks adjektiva ter- yang berarti ‘paling’ dapat ditambahkan pada adjektiva, tetapi tidak pada
verba keadaan. Dari adjektiva dingin dan sulit, misalnya, dapat dibentuk terdingin (paling dingin) dan tersulit (paling
sulit), tetapi dari sukatidak dapat dibentuk *tersuka. Contoh
lain dari kelompok verba keadaan ini adalah mati dan berguna.
Makna inheren suatu verba tidak terikat
dengan wujud verba tersebut. Artinya, apakah suatu verba berwujud kata dasar,
kata yang tanpa afiks, atau yang dengan afiks, hal itu tidak mempengaruhi makna
inheren yang terkandung di dalamnya. Dasar verba seperti beli menyatakan
perbuatan; demikian pula verba asal pergi. Verba
berafiks menguning menyatakan suatu proses perubahan dari
suatu keadaan ke keadaan yang lain.
Makna inheren juga tidak selalu berkaitan
dengan status ketransitifan suatu verba. Suatu verba taktransitif dapat memiliki makna inheren perbuatan (misalnya, pergi) atau proses (misalnya, menguning). Sementara itu, verba transitifpada umumnya memang mengandung
makna inheren perbuatan meskipun tidak semuanya demikian. Verba transitif mendengar atau melihat, misalnya,
tidak menyatakan perbuatan.
Di samping ketiga makna inheren di atas,
ada pula makna-makna lain yang terdapat pada verba-verba tertentu. Verba
seperti mendengar atau melihat seperti
dicontohkan di atas berbeda makna inherennya dengan mendengarkan atau memperlihatkan. Mendengar dan melihat merujuk pada
peristiwa yang terjadi begitu saja pada seseorang, tanpa kesengajaan atau
kehendaknya. Seseorang yang mendengar nyanyian, misalnya, mengalami suatu
peristiwa, yakni adanya suara yang masuk ke telinganya tanpa dia kehendaki.
Peristiwa ini berbeda dengan mendengarkan karena dalam mendengarkan terkandung
pengertian kesengajaan. Dengan demikian, kalimat Dia mendengar lagu
itu berbeda makna dengan Dia mendengarkan lagu itu. verba
sepertimendengar dan melihat dinamakan verba
pengalaman. Verba tahu, lupa, ingat, menyadari, dan merasa,misalnya, juga tergolong dalam verba pengalaman (Alwi, dkk, 2003: 94).
Makna yang terkandung dalam verba dapat
pula muncul karena adanya afiksasi. Apabila ada suatu verba dan pada verba itu
kita tambahkan afiks tertentu, akan muncul makna tambahan. Verba membeli,misalnya,
adalah verba perbuatan. Apabila ditambahkan sufiks –kan pada
verba ini (sehingga menjadi membelikan),
maka muncul makna tambahan, yakni ‘perbuatan itu dilakukan untuk orang lain.
‘Tambahan sufiks –i pada verba memukul (sehingga
menjadi memukuli) memberikan makna tambahan ‘perbuatan itu
dilakukan lebih dari satu kali. ‘Tambahan prefiks ter- pada bawa (sehingga
menjadi terbawa) memberikan makna tambahan ‘tidak sengaja’, dan
seterusnya.
2.4 Verba dari Segi Perilaku Sintaksisnya
Verba
merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal
verba perpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada
dalam kalimat tersebut. Verba mendekat mengharuskan adanya subjek sebagai
pelaku, tetapi melarang munculnya nomina di belakangnya. Sebaliknya, verba
mendekati mengharuskan adanya nomina di belakangnya. Perilaku sintaksis ini
berkaitan erat dengan makna dan sifat ketransitifan verba (Alwi, dkk, 2003: 94).
2.4.1 Pengertian Ketransitifan
Di
lihat dari sintaksisnya, ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor: (1)
adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang berfungsi sebagai objek dalam
kalimat aktif dan (2) kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam
kalimat pasif. Dengan demikian, pada dasarnya verba terdiri atas verba
transitif dan verba taktransitif (Alwi, dkk, 2003:
94-95).
2.4.1.1
Verba Transitif
Verba
transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat
aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.
Contoh:
Ibu
sedang membersihkan kamar itu.
Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur.
Verba
yang dicetak miring adalah verba transitif. Masing-masing diikuti oleh nomina
atau frasa nominal, yaitu kamar itu, pemimpin yang jujur. Nomina
dapat juga dijadikan subjek pada
kalimat pasif seperti
Kamar
itu sedang dibersihkan oleh ibu.
Pemimpin
yang jujur pasti dicintai oleh rakyat.
Menurut
Alwi, dkk, (2003: 95-97), verba transitif terbagi lagi menjadi tiga:
a.
Verba Ekatransitif
Verba Ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti
oleh satu objek.
Contoh:
Saya sedang mencari pekerjaan.
Ibu akan membeli baju baru.
Verba mencari dan membeli merupakan verba ekatransitif karena kedua verba ini hanya memerlukan sebuah objek (pekerjaan dan baju baru). Objek dalam kalimat yang
mengandung verba ekatransitif dapat diubah
fungsinya sebagai subjek dalam kalimat pasif.
b. Verba Dwitransitif
Verba Dwitransitif adalah
verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua nomina, satu sebagai
objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.
Contoh:
Saya sedang mencarikan adik sebuah pekerjaan.
Ibu akan membelikan kakak baju baru.
Verba mencarikan dan membelikan merupakan
verba dwitransitif karena masing-masing memiliki objek (saya dan kakak), sedangkan sebagai pelengkapnya (sebuah pekerjaan dan baju baru)
c.
Verba
Semitransitif
Verba Semitransitif adalah
verba yang objeknya boleh ada dan boleh juga tidak.
Contoh:
Ayah sedang membaca koran
Ayah sedang membaca
Contoh di atas ada yang memakai objek seperti Ayah sedang membaca koran, ada juga
yang tidak memakai objek seperti Ayah
sedang membaca. Verba membaca adalah verba semitransitif karena verba itu boleh memiliki
objek (koran), tetapi juga boleh
berdiri sendiri tanpa objek. Jadi, objek
untuk verba semitransitif bersifat manasuka.
2.4.1.2
Verba Taktransitif
Verba
taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya
yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif (Alwi, dkk, 2003: 97-99). Contoh:
Maaf, Pak, Ayah sedang mandi
Kami harus bekerja keras untuk
membangun negara.
Petani di pegunungan bertanam jagung.
Verba mandi
dan bekerja pada contoh di atas,
adalah verba taktransitif karena tidak dapat diikuti nomina. Verba bertanam memang diikuti nomina jagung,
tetapi nomina itu bukanlah objek karena tidak dapat menjadi subjek dalam
kalimat pasif. Oleh karena itu, bertanam
disebut verba taktransitif, sedangkan jagung adalah pelengkap.
Pelengkap
tidak harus nomina. Dengan demikian, verba taktransitif dibagi atas dua macam,
yaitu verba yang berpelengkap dan verba tak berpelengkap.
Perhatikan
kalimat berikut.
1. Rumah orang kaya itu berjumlah dua puluh buah.
2. Yang dikemukakannya adalah suatu dugaan.
3. Dia sudah mulai
bekerja.
4. Anak itu kedapatan merokok.
5. Dia berpendapat (bahwa) ekonomi negara itu akan membaik.
Verba berjumlah,
mulai, dan berkedapatan adalah
verba berpelengkap, dan pelengkap verba tersebut harus ada dalam kalimat. Jika
pelengkap itu tidak hadir, kalimat yang bersangkutan tidak sempurna dan tidak
berterima. Pelengkap seperti dua puluh buah dan suatu
dugaan mengikuti verba tersebut. Karena pelengkap harus hadir, maka verba
disebut juga verba taktransitif berpelengkap wajib. Verba berpendapat juga merupakan verba yang berpelengkap wajib, tetapi
pelengkap verba tersebut bukan merupakan kata atau frasa, melainkan klausa yang
didahului oleh konjungsi bahwa.
Namun, dalam konteks pemakaian yang lain, ketiga verba dapat pula tidak diikuti
oleh pelengkapnya.
Contoh:
Makin tua makin menjadi.
Pikiran yang dikemukakannya bernilai.
Film itu berwarna.
Pelengkap
tidak selalu hadir, maka verba yang berpelangkap manasuka seperti di atas
disebut verba taktransitif berpelengkap manasuka.
2.4.1.3 Verba
Berpreposisi
Verba
berpreposisi ialah verba taktransitif yang selalu
diikuti oleh preposisi tertentu, seperti yang terdapat dalam kalimat berikut.
Kami belum tahu akan/ tentang hal itu.
Saya sering berbicara tentang hal
ini.
Verba tahu akan atau tahu tentang, berbicara tentang
merupakan verba preposisi. Contoh lain dari verba preposisi adalah sebagai
berikut.
cinta pada/akan
|
teringat akan/pada
|
suka akan/pada
|
tergolong dalam
|
terbagi atas
|
terkenang akan/pada
|
sejalan dengan
|
mirip dengan
|
serupa dengan
|
bercerita tentang
|
bertentangan dengan
|
bergantung pada
|
berlawanan dengan
|
keluar dari
|
Di
antara verba yang berpreposisi, ada yang sama atau hampir sama artinya dengan
verba transitif. Contoh sebagai berikut.
berbicara tentang = membicarakan
cinta pada/akan = mencintai
suka akan = menyukai
tahu akan/tentang = mengetahui
bertemu dengan = menemui
|
2.5 Verba dari Segi Bentuknya
Kita harus
menyadari bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat dua macam dasar yang dipakai
dalam pembentukan verba: (1) dasar yang tanpa afiks apapun telah memiliki
kategori sintaksis dan mempunyai makna yang mandiri, dan (2) dasar yang
kategori sintaksis ataupun maknanya baru dapat ditentukan setelah diberi afiks.
Dasar dari yang pertama dinamakan dasar bebas, sedangkan yang kedua disebut
dasar terikat. Bentuk seperti marah, darat, dan pergi adalah dasar bebas.
Bentuk juang, temu, dan selenggara adalah dasar terikat. Ketiga contoh terakhir
tersebut belum dapat dimasukkan ke dalam kelas kata manapun dan belum pula
mempunyai makna yang mandiri. Kelas dan makna ketiga bentuk itu ditentukan oleh
afiks yang dibubuhkan padanya. Jika ditambahkan afiks ber- atau meng-kan, yang
diperoleh adalah verba berjuang bertemu, dan menyelenggarakan dengan arti
masing-masing. Berdasarkan kedua macam dasar tersebut, bahasa Indonesia pada
dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, yakni verba asal dan verba turunan (Alwi, dkk, 2003: 102).
2.5.1 Verba Asal
Verba
asal ialah verba yang dapat berdiri sendiri
tanpa afiks. Hal itu berarti dalam tataran yang lebih tinggi
seperti klausa ataupun kalimat, baik dalam bahasa formal maupun bahasa
nonformal (Alwi, dkk, 2003: 105).
Contoh adalah sebagai berikut.
Di mana Bapak tinggal?
Segera setelah tiba di Jawa, kirimlah
surat ke mari.
Kita perlu tidur sekitar enam jam sehari?
Makna leksikal, yakni makna
yang melekat pada kata. Telah dapat pula diketahui dan verba semacam itu. Dalam
bahasa Indonesia jumlah verba asal tidak banyak. Contohnya sebagai berikut.
ada
|
gugur
|
jatuh
|
mandi
|
bangun
|
hancur
|
kalah
|
mati
|
cinta
|
hidup
|
lahir
|
menang
|
datang
|
hilang
|
lari
|
minum
|
duduk
|
ikut
|
makan
|
muak
|
naik
|
rasa
|
tenggelam
|
tumbang
|
paham
|
sadar
|
terbit
|
tumbuh
|
pecah
|
suka
|
tiba
|
turun
|
pergi
|
tahan
|
tidur
|
tamat
|
pulang
|
tahu
|
tinggal
|
yakin
|
Daftar di atas mengandung juga
sejumlah kata yang mempunyai ciri verba dan adjektiva sekaligus, misalnya
hancur dan pecah.
2.5.2 Verba Turunan
Menurut Alwi, dkk, (2003: 94) verba turunan adalah verba yang dibentuk melalui transposisi,
pengafiksan, reduplikasi (pengulangan), atau pemajemukan (pemaduan). Transposisi adalah proses penurunan kata yang
memperlihatkan peralihan suatu kata dari kategori sintaksis yang satu ke
kategori sintaksis yang lain tanpa mengubah bentuknya.dari nomina jalan,
misalnya, diturunkan verba jalan.
Dasar
|
Verba Turunan
|
telepon
|
telepon
|
cangkul
|
cangkul
|
gunting
|
gunting
|
sikat
|
sikat
|
Pengafiksan adalah penambahan afiks pada dasar kata. Contohnya sebagai
berikut:
Dasar
|
Verba Turunan
|
beli
|
membeli
|
darat
|
mendarat
|
besar
|
memperbesar
|
Sepeda
|
bersepeda
|
temu
|
bertemu
|
Reduplikasi adalah pengulangan suatu dasar. Contohnya sebagai
berikut:
Dasar
|
Verba Turunan
|
lari
|
lari-lari
|
makan
|
makan-makan
|
tembak
|
tembak-menembak
|
terka
|
menerka-nerka
|
Kata turunan yang
dibentuk dengan proses reduplikasi dinamakan kata berulang. Dengan demikian,
verba turunan dapat juga disebut verba berulang.
Pemajemukan adalah
penggabungan atau pemaduan dua dasar atau lebih sehhingga menjadi satu satuan
makna.
Dasar
|
Verba Turunan
|
jual,
beli
|
jual
beli
|
jatuh,
bangun
|
jatuh
bangun
|
salah,
sangka
|
salah
sangka
|
salah, hitung
|
salah hitung
|
hancur, lebur
|
hancur lebur
|
Kata turunan yang
terbentuk melalui pemajemukan disebut kata majemuk. Dengan demikian, verba
turunan dapat pula disebut verba majemuk.
2.6 Morfologi dan Semantik Verba Transitif
Menurut Alwi, dkk, (2003: 121-137), ada verba transitif dalam bahasa Indonesia
yang terbentuk dengan proses penurunan kata. Proses penurunan yang bisa
mengakibatkan perubahan bentuk bentuk ini sering pula membawa perubahan atau
tambahan makna. Penurunan verba beserta maknanya akan disajikan dalam
bagian-bagian berikut.
1.
Penurunan verba Transitif
Verba transitif
dapat diturunkan melalui transposisi, afiksasi, dan reduplikasi. Transposisi adalah pemindahan dari satu kelas kata ke
kelas kata lain tanpa perubahan bentuk. Afiksasi adalah penambahan prefiks, infiks,
atau sufiks pada dasar kata. Reduplikasi adalah pengulangan suatu dasar.
a. Penurunan melalui Transposisi
Transposisi adalah pemindahan dari satu kelas kata ke
kelas kata lain tanpa perubahan bentuk. Ada kelompok kata dalam bahasa
Indonesia yang memiliki kelas kata ganda, misalnya sebagai nomina atau pun sebagai verba. Misal kata seperti jalan. Kata jalan dipakai sebagai verba
dalam kalimat Mari kita jalan atau sebagai nomina seperti
dalam kalimat Nama jalan ini apa? Berikut adalah contoh-contoh transposisi
verba.
Nomina
|
Verba
|
|
Tak Formal
|
Formal
|
|
jalan
|
jalan
|
berjalan
|
cangkul
|
cangkul
|
mencangkul
|
telepon
|
telepon
|
menelepon
|
gunting
|
gunting
|
menggunting
|
karena bentuk nomina dan bentuk verbanya sama, patokan
umum yang dipakai adalah bahwa bentuk yang maknanya tidak bergantung pada makna
dari bentuk lain itulah yang dianggap sebagai sumber. Makna verba gunting (atau menggunting) tergantung pada nomina gunting, nomina gunting
dianggap sebagai sumber transposisi dan verba gunting diturunkan dari nomina ini. Misalnya, kalimat Guntinglah kain itu!, yang artinya ‘potonglah kain itu dengan gunting.’
2. Penurunan melalui Afiksasi
Verba transitif dapat diturunkan dari
berbagai dasar dengan menggunakan prefiks meng-,termasuk meng- yang
berkombinasi baik dengan sufiks –kan dan –i maupun
dengan gabungan prefiks-sufiks per-kan dan per-i. Dalam
kalimat pasif, prefiks meng digantikan oleh prefiks di- atau ter-.
a. Penurunan verba transitif dengan meng-
Verba transitif yang diturunkan dengan menambahkan
prefiks meng- pada dasar. Verba dasar seperti beli, cari,
dan ambil; tidak boleh dari dasar lain
seperti nomina (misalnya, darat). Berikut adalah beberapa contoh.
beli => membeli
|
cari => mencari
|
lihat => melihat
|
pakai => memakai
|
ambil => mengambil
|
b. Penurunan verba transitif dengan –kan
Dalam wujud aktifnya, sufiks –kan dapat
berkombinasi dengan prefiks meng- sehingga menghasilkan kombinasi meng- dan -kan. Sebagian dasar mutlak memerlukan kehadiran
sufiks -kan karena
hanya dengan meng- saja status verba tidak dapat dimunculkan.
Dasar seperti kerja dan boleh tidak dapat diturunkan menjadi *mengerja, dan *memboleh. Untuk
memperoleh status verba, sufiks –kan mutlak diperlukan. Dengan
demikian, verbanya adalah mengerjakan, dan membolehkan.
Sebagian dasar yang lain dapat diturunkan
menjadi verba dengan meng-kan tetapi sufiks –kan wajib
ada hanya apabila verba tersebut harus bersifat transitif. Dengan kata lain,
dengan prefiks meng- saja sebenarnya telah terbentuk verba,
tetapi statusnya taktransitif. Pada umumnya dasar menurunkan verba seperti ini
adalah adjektiva meskipun dasar lain seperti nomina atau pronomina juga
dipakai. Dasar seperti kuning, misalnya, dapat diturunkan
menjadi verba menguning, tetapi statusnya taktransitif. Bila
status transitif dikehendaki, sufiks –kan wajib muncul
sehingga terbentuklah verba transitifmenguningkan. Contoh lain
seperti, besar-membesarkan, satu-disatukan, dan lain
sebagainya.
Sebagian dasar yang lain lagi dapat
diturunkan menjadi verba transitif dengan menambahkan meng-kan.
Seperti halnya dengan kelompok di atas, sebenarnya tanpa sufiks–kan pun
benruk ini telah dapat berfungsi sebagai verba. Perbedaan dengan kelompok di
atas adalah bahwa dalam kelompok di atas verba yang hanya dengan meng- itu
berstatus taktransitif (misalnya, melebar). Pada kelompok yang
sekarang ini, verba yang hanya dengan meng- ini sudah
berstatus transitif. Dengan ditambahkan sufiks –kan, statusnya
berubah dari ekatransitif menjadi dwitransitif. Pada umumnya dasar yang dipakai
telah berstatus verba pula. Dari dari dasar beli, misalnya,
dapat diturunkan verba ekatransitif membeli dan
dwitransitif membelikan. Pembentukan verba dengan sufiks –kan begitu
produktif sehingga boleh dikatakan dasar apapun dapat dipakai,
termasuk frasa preposisi, nama diri, dan akronim.
Contoh:
ke depan menjadi mengedepankan.
Indonesia menjadi mengindonesiakan.
Berdikari menjadi memberdikarikan.
ABRI menjadi meng-ABRI-kan.
c. Penurunan Verba Transitif dengan –i
Dalam bentuk aktifnya, verba transitif
yang diturunkan dengan sufiks –i dapat pula berkombinasi
dengan prefiks meng-. Ada sejumlah kata dasar yang mutlak
memerlukan kehadiran sufiks
–i ini untuk memperoleh status verba. Dasar seperti restu,
misalnya, tidak dapat menjadi verba hanya dengan meng- saja
sehingga tidak ada verba *merestu. Sufiks –i harus
ditambahkan sehingga terbentuklah verba transitif merestui. Contoh
lain dari kelompok ini adalah mengadili, menghendaki, membiayai,
mewarnai, dan lain-lain.
d. Penurunan Verba Transitif dengan per- dan –kan/i
Verba yang diturunkan dari bermacam-macam
pangkal dengan afiks per-, per-kan, dan per-i dibicarakan
bersama karena jumlah verba dalam kelompok ini tidak banyak. Dalam bentuk
aktifnya, kebanyakan kata verba dalam kelompok ini dibentuk dengan menambahkan meng- dan per- saja.
Contoh:
memperbanyak
mempermudah
memperbesar
memperketat
Sebagian dasar
yang lain tidak cukup hanya dengan penambahan memper-, tetapi masih memerlukan sufiks pula. Dalam hal ini,
sufiks –kan banyak dipakai untuk menurunkan verba memper-kan.
Contoh:
memperbincangkan
mempermasalahkan
mempermainkan
mempersembahkan
mempertimbangkan, dan lain sebagainya.
Ada juga sufiks lain yang dipakai,
yaitu –i. Contoh: memperbaiki, mempersenjatai,
memperbarui, dan lain sebagainya.
e. Penurunan Verba Transitif dengan di- dan ter-
Verba aktif transitif yang berprefiks meng-, baik
dalam kombinasinya dengan prefiks lain maupun tidak, dapat diubah menjadi
bentuk pasif dengan mengganti prefiks meng- dengan
prefiks di-: memakai-dipakai, menembak-ditembak,
memperbesar-diperbesar, dan sebagainya. Maknanya tentu saja berubah
karena urutan sintaksisnya pun berubah .
Contoh:
Tuti memakai baju batik
malam itu.
Baju batik dipakai oleh
Tuti malam itu.
Verba yang berprefiks ter- pada
umumnya erat berkaitan dengan verba yang berprefiks di-. Pembentukan dengan ter- juga
produktif karena pada umumnya verba transitif yang berprefiks meng- bisa
diubah menjadi verba dengan ter-.
Contoh:
membawa =>
dibawa =>
terbawa
|
mengungkapkan =>
diungkapkan =>
terungkapkan
|
3. Penurunan Melalui Reduplikasi
Verba transitif juga dapat diturunkan
dengan mengulangi kata dasar, umumnya dengan afiksasi pula, bahkan ada yang
dengan perubahan vokalnya. Contoh: menyobek-nyobek, menerka-nerka,
menimang-nimang, mencorat-coret, dan sebagainya.
Makna umum dari pengulangan seperti ini
adalah bahwa perbuatan yang dinyatakan oleh verba tersebut dilakukan lebih dari
satu kali dan tanpa suatu tujuan yang khusus. Terdapat perbedaan makna antara
kedua kalimat berikut.
Contohnya:
Halaman itu dia balik.
Halaman itu dia bolak-balik.
Pada contoh kalimat di atas, dia membalik halaman satu kali, sedangkan
pada kalimat kedua dia membalik halaman lebih dari satu kali.
2.7 Morfologi dan Semantik Verba Taktransitif
Proses penurunan
verba taktransitif tidak berbeda dengan yang transitif, yang berbeda hanyalah
prefiks dan sufiks yang dipakai; itu pun tidak semuanya berbeda. Makna verba
taktransitif juga dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu (a) dasar kata yang dipakai,
(b) wajib tidaknya afiks, dan (c) ciri khusus semantik dari dasar kata.
Bentuk verba
taktransitif ada yang berupakata asal yang monomorfemis, yang polimorfemis, dan
ada pula yang diturunkan. Penurunan verba taktransitif sebagian kecil melalui
transposisi, sedangkan kebanyakan yang lain melalui afiksasi, perulangan, atau
pemajemukan.
Sebagian verba
taktransitif berwujud verba asal. Jumlah verba ini terbatas. Berikut ini
didaftarkan beberapa contoh verba taktransitif yang terdiri atas dasar/pangkal
saja.
ada
|
jadi
|
sampai
|
bangun
|
jatuh
|
terbit
|
duduk
|
kalah
|
tiba
|
datang
|
mati
|
tidur
|
hidup
|
pergi
|
timbul
|
hilang
|
punya
|
turun
|
Makna verba taktransitif asal
harus dilihat dari tiap kata secara leksikal. Selain verba asal yang monomorfemis
seperti di atas, verba asal dapat pula dijadikan bentuk majemuk dengan
menambahkan kata lain. Jumlah verba majemuk ini terbatas juga. Di antaranya ada
juga beberapa verba yang berbentuk perulangan dengan perubahan vokal.
Contoh:
naik banding
|
pulang pergi
|
naik haji
|
keluar masuk
|
naik turun
|
maju mundur
|
masuk angin
|
timbul tenggelam
|
Makna verba taktransitif
majemuk ini sering bersifat idiomatik. Naik haji, misalnya perbuatan untuk
menunaikan salah satu ibadah pada bulan tertentu di Mekah. Berikut ini adalah
rincian penurunan verba taktransitif berikut makna-maknanya. Dari segi
bentuknya akan dibedakan penurunan verba taktransitif dengan afiksasi dari
penurunan verba tak transitif dengan reduplikasi.
1.
Penurunan Verba Taktransitif dengan Afiksasi
Penurunan verba taktransitif dengan afiksasi
dikemukakan berdasarkan jenis afiks yang digunakan. Ada enam jenis afiks yang
akan dibahas, yaitu meng-, ber-, ber- -kan, ber- -an, ter-, dan ke- -an.
a. Penurunan Verba
Taktransitif dengan meng-
Selain membentuk
verba transitif, prefiks meng- juga
dapat membentuk verba taktransitif. Kebanyakan verba turunan yang taktransitif
dan berprefiks meng- diturunkan dari
nomina atau adjektiva.
Contoh:
darat => mendarat
bujang => membujang
batu => membatu
bengkak => membengkak
kecil => mengecil
luas => meluas
|
Sebagian yang lain
diturunkan dari dasar terikat, yakni dasar yang tidak dapat berdiri sendiri
sebagai kata tanpa afiksasi.
Contoh:
alir => mengalir
baur => membaur
inap => menginap
erang => mengerang
gigil => menggigil
|
b. Penurunan Verba
Taktransitif dengan ber-
Verba taktransitif dengan prefiks ber- hanya ada tiga macam: (1) ber-
dengan kata dasar, (2) ber- yang
secara mana suka diikuti oleh –kan,
dan (3) ber- yang harus diikuti oleh –an. Prefiks ber- tidak dapat bergabung dengan sufiks –I (Chaer, 2008: 106).
Contoh:
Beragama berdasar(kan)
berjatuhan
Berkawan berisi(kan) bepergian
‘mempunyai’
|
atap => beratap
istri => beristri
hasil => berhasil
suara => bersuara
halangan => berhalangan
keinginan => berkeinginan
cita-cita => bercita-cita
|
‘menggunakan’
|
sepeda => bersepeda
bedak => berbedak
layar => berlayar
ladang => berladang
jalan => berjalan
|
‘menghasilkan’
|
telur => bertelur
kata => berkata
bunyi => berbunyi
anak => beranak
kokok => berkokok
|
Bila
dasarnya adjektiva, sebagian verba dengan prefiks ber- menimbulkan makna yang berbeda dengan dasar adjektivanya,
tetapi sebagian yang lain tidak menunjukkan perbedaan tersebut.
Contohnya:
hati-hati => berhati-hati
terus terang => berterus terang
bahagia => berbahagia
|
Makna ber- yang
ditempelkan pada dasar verba atau nomina yang juga bisa berstatus verba
hanyalah untuk menekankan status keverbaannya saja. Contohnya berjalan, bekerja, dan bersekolah.
Misalnya tidak berbeda maknanya dengan jalan,
kerja, dan sekolah; hanya tingkat kerformalannya yang berbeda. Atas dasar itu,
verba dengan ber merupakan bentuk formal.
c. Penurunan Verba
Taktransitif dengan ber—kan
Sufiks –kan pada verba turunan ber- -kan selalu bersifat manasuka.
Namun perilaku sintaksis verba dengan ber-
dan verba dengan ber- -kan pada
umumnya berbeda (Chaer, 2008: 115).
Contoh:
Bersenjata – bersenjatakan
Berasas – berasaskan
Beristri – beristrikan
Berdasar – berdasarkan
|
Tanpa sufiks
verba-verba pada contoh di atas dapat diikuti, tetapi tidak harus diikuti
nomina. Sebaliknya, apabila sufiks –kan
digunakan harus ada nomina di belakang verba.
(1) Waktu itu kami
tidak bersenjata.
(2) Waktu itu kami
tidak bersenjata pistol.
(3) Waktu itu kami
tidak bersenjatakan pistol.
(4) Waktu itu kami
tidak bersenjatakan.
Kalimat (1) sampai (3) dapat berterima dengan atau
tanpa nomina pistol. Sebaliknya
kalimat (4), tidak berterima karena bersenjatakan
tidak dapat dipakai tanpa ada nomina di belakangnya.
d. Penurunan Verba
Taktransitif dengan ber—an
Perbedaan antara
verba yang diturunkan dari konfiks ber- -an dan verba yang berprefiks ber- yang
ditambahkan pada bentuk yang sebelumnya telah memiliki sufiks –an. Misalnya,
bepergian diturunkan dari dasar pergi dengan sufiks ber- -an, tetapi
berhalangan diturunkan dengan prefiks ber- dari bentuk yang sudah memiliki
sufiks –an, yakni halangan (Chaer, 2008: 112).
Penurunan verba
taktransitif yang memakai konfiks ber- -an kurang produktif. Jumlah verbanya
juga terbatas. Berikut adalah contoh konfiks ber- -an dengan dasar verba.
pergi => bepergian
jatuh => berjatuhan
gugur => berguguran
datang => berdatangan
lari => berlarian
muncul => bermunculan
|
verba berkonfiks
ber- -an dapat pula diturunkan dengan dasar adjektiva atau nomina seperti di
bawah ini.
jauh => berjauhan
dekat => berdekatan
sama => bersamaan
batas => berbatasan
|
e. Penurunan Verba
Taktransitif dengan ter-
Verba taktransitif
dengan ter- kebanyakan diturunkan
dari verba asal.
Contohnya:
duduk => terduduk
tidur => tertidur
jatuh => terjatuh
bangun => terbangun
benam => terbenam
|
Walaupun demikian,
tidak semua verba asal dapat dipakai dalam penurunan ini. Misalnya, verba terhilang, tertiba, terdatang.
f. Penurunan Verba
Taktransitif dengan ke- -an
Verba yang
diturunkan dengan konfiks ke- -an dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni (1)
bernomina satu, (2) bernomina dua dan wajib, (3) bernomina dua, tetapi nomina
kedua sifatnya manasuka. Dasar yang dipakai dapat berupa verba, adjektiva, atau
nomina.
Contoh:
1. kelaparan : Kami kelaparan.
kedinginan : Mereka kedinginan.
kepanasan : Anak itu kepanasan.
ketiduran : Maaf, saya ketiduran tadi.
kesakitan : Karena kesakitan, dia menangis.
kemalaman : Kami kemalaman
di Payakumbuh.
2. Kejatuhan : Petani itu kejatuhan kelapa.
Kehabisan : Sekarang kami sudah kehabisan uang.
Kehilangan : Kemarin saya kehilangan dompet.
Ketumpahan : Celananya ketumpahan kopi.
Kemasukan : Dia seperti kemasukan setan.
3. Kebanjiran : Kita kebanjiran
(barang Jepang).
Kehujanan : Kami kehujanan
(salju).
2.8 Verba Majemuk
Menurut Alwi, dkk, (2003: 156-157), verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses
penggabungan satu kata dengan kata yang lain. Karena proses seperti
ini dapat pula menimbulkan kelompok lain yang dinamakan idiom, maka perlu
dijelaskan perbedaan antara verba majemuk dengan idiom. Dalam verba majemuk,
penjejeran dua kata atau lebih itu menumbuhkan makna yang secara langsung masih
bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Sebagai contoh,
kata terjun dan kata payung dapat digabungkan
menjadi terjun payung. Makna dari perpaduan ini masih bisa
ditelusuri dari makna kata terjun dan kata payung, yakni
‘melakukan terjun dari udara dengan memakai alat semacam payung.’ Perpaduan ini
dinamakan pemajemukan dan verba yang dihasilkannya adalah verba majemuk.
Idiom juga merupakan perpaduan dua kata
atau lebih, tetapi makna dari perpaduan ini tidak dapat secara langsung
ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Kata naik, misalnya,
dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik
darah. Akan tetapi, perpaduan ini telah menumbuhkan makna tersendiri dalam bahasa
Indonesia yang terlepas
dari makna naik maupun darah. Makna naik
darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Kata-kata
seperti naik haji, makan hati (dalam arti ‘menderita’), angkat
kaki, dangulung tikar adalah idiom juga.
Kalau dipakai formula untuk membedakan
idiom dengan verba majemuk, maka perbedaan itu adalah:
Idiom :
A+B menimbulkan C
Verba
majemuk : A+B menimbulkan AB
Salah satu ciri
lain dari verba mejemuk adalah urutan komponennya seolah-olah telah menjadi
satu sehingga tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Bentuk kolom kiri tidak
dapat digantikan dengan bentuk kolom kanan.
temu wicara *wicara temu
siap tempur *tempur siap
tatap muka * muka tatap
karena keeratan
hubungannya, verba majemuk juga tidak dapat dipisahkan oleh kata lain. Bentuk temu wicara, siap tempur, dan tatap muka.
Misalnya, tidak dapat diubah menjadi *temu untuk wicara, *siapguna tempur, dan *tatap
dengan muka.
Uraian berikut menyangkut verba majemuk
dari segi bentuknya, yaitu tentang verba majemuk dasar, verba majemuk berafiks,
dan verba majemuk berulang.
1. Verba Majemuk Dasar
Verba majemuk dasar adalah verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak
mengandung komponen berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa,
atau kalimat, seperti yang terdapat dalam ontoh-contoh berikut.
Komisi II DPR akan temu
wicara dengan wartawan.
Kenapa kamu maju mundur terus?
Verba majemuk seperti temu wicara dan maju mundur
adalah verba majemuk dasar.
Contoh lain:
mabuk laut
|
kurang makan
|
hancur lebur
|
gegar otak
|
berani mati
|
pulang pergi
|
jumpa pers
|
berani sumpah
|
hilang lenyap
|
terjun payung
|
salah dengar
|
ikut campur
|
tatap muka
|
salah hitung
|
jual beli
|
bunuh diri
|
kurang pikir
|
jatuh bangun
|
Sebagaimana dilihat pada contoh di atas, terdapat tiga
pola majemuk dasar yang paling umum, yaitu (a) komponen pertama berupa verba
dasar dan komponnen kedua berupa nomina dasar, seperti mabuk laut dan gegar
otak; (b) komponen pertama berupa adjektiva dan komponen kedua berupa verba,
seperti kurang makan dan berani mati; (c) kedua komponen berupa verba dasar,
seperti hancur lebur dan pulang pergi.
2. Verba Majemuk Berafiks
Verba majemuk berafiks adalah verba yang mengandung afiks
tertentu, seperti yang terdapat dalam kalimat berikut.
Mereka menyebarluaskan berita itu ke
seluruh desa.
Belakangan ini dia lebih
banyak berdiam diri.
Anggota partai itu mengikutsertakan keluarganya.
Dia telah mendarmabaktikan segalanya kepada bangsa.
Orang yang berakal budi tidak akan bertindak
demikian gegabah.
Pemerintah mungkin akan mengambil alih perusahaan itu.
Ejekan itu memerahpadamkan wajahnya.
Verba majemuk seperti di atas, menyebarluaskan, berdiam diri, mengikutsertakan, mendarmabaktikan, berakal
budi, mengambil alih, dan memerahpadamkan
adalah verba majemuk berafiks.
Jika diperhatikan dasar afiksasi pada contoh di atas, maka akan terlihat
bahwa ada verba seperti sebar luas
yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Kepaduan dasar seperti itu
tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat, maka verba tadi harus selalu
berafiks. Terdapat pula verba majemuk yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat
tanpa afiks, seperti ambil alih,
tetapi lebih biasa dipakai dengan afiks terutama dalam bahasa baku. Ada pula
yang dasarnya berupa nomina majemuk, seperti darma bakti dan akal budi, dan
adjektiva majemuk seperti merah padam.
3. Verba Majemuk Berulang
Verba majemuk
dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasikan jika kemajemukannya bertingkat
dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat direduplikasikan pula.
Contoh:
naik pangkat -> naik-naik
pangkat
pulang kampung -> pulang-pulang
kampung
goyang kaki -> goyang-goyang
kaki
pindah tangan -> pindah-pindah
tangan
|
Dari contoh di atas, tampaklah komponen verba yang
mengalami reduplikasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Verba adalah kelas kata yang menduduki fungsi sebagai predikat, verba atau kata
kerja biasanya
dibatasi dengan kata-kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.
2. Ciri-ciri verba yaitu, (1) verba memiliki fungsi utama sebagai
predikat atau sebagai initi predikat walaupun dapat juga mempunya fungsi lain, (2) verba mengandung makna inheren perbuatan
(aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas, (3) verba, khususnya yang bermakna keadaan,
tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’, dan (4) pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan
makna kesangatan.
3. Verba dari segi Perilaku semantisnya: tiap verba memiliki makna inheren yang
terkandung di dalamnya.
4. Verba dari segi perilaku sintaksisnya, yaitu verba transitif, verba taktransitif, dan verba berpreposisi.
5. Verba dari segi bentuknya terdiri atas verba asal dan verba turunan.
6. Morfologi dan semantik verba transitif, meliputi: penurunan verba tranposisi, penurunan verba afiksasi, dan penurunan verba reduplikasi.
7. Morfologi dan semantik verba taktransitif, yaitu penurunan verba taktransitif dengan afiksasi.
8. Verba majemuk meliputi verba majemuk dasar, verba majemuk berafiks, dan verba majemuk berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan
dkk. 2003. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai
Pustaka.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan
Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik:
Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka
Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Analisis
Kalimat. Bandung: Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar