Senin, 27 November 2017

Pembelajaran Subjek Akademik / Mata Pelajaran dan Paradigma Tyler


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangan, pada waktu pengembangan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan. Ralph W Tyler (dalam Ornstein dan Hunkins 1998) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum, diantaranya :
           Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina, mengembangkan, kurikulum disekolah. Filsafat akan menentukan arah kemana siswa dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing kearah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat pernyataan-pernyataan (statements) mengenai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa selaras dengan sistem nilai dan filsafat yang dianut. Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
           Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
           Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
            Kurikulum merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karenasuatu pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Hal iniakan menimbulkan perubahan dalam perkembangan kurikulum, khususnya di Indonesia.Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligusdigunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai jenis dantingkat sekolah. Kurikulum menjadi dasar dan cermin falsafah pandangan hidup suatu bangsa,akan diarahkan kemana dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa ini di masa depan, semua ituditentukan dan digambarkan dalam suatu kurikulum pendidikan.
Kurikulum haruslah dinamisdan terus berkembang untuk menyesuaikan berbagai perkembangan yang terjadi padamasyarakat dunia dan haruslah menetapkan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.Sejak isu reformasi pendidikan digulirkan, maka banyak bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Reformasi sebagai sebuah gerakan yang memiliki perspektif sejarah politik monumental, karena era reformasi menjadi era pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru.
Tentunya gagasan reformasi pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya. 
Arah reformasi dalam mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan 
kebijakan kurikulum adalah ikut diperbaharuinyakurikulum yang ada sebelumnya dari kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004 atauKBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun telah mengalami pembaharuan kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan 
Pendidikan) atau kurikulum2006.1.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran subjek akademik / mata pelajaran?
2.      Apa karakteristik paradigma Tyler ?




1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud pembelajaran subjek / mata pelajaran dan paradigma Tyler tersebut. Pembaca juga dapat mengetahui apa saja karakteristik paradigma Tyler.




























BAB II
PEMBAHASAN

 2.1 Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum Subjek Akademis bersumber dari pendidikan Klasik, Perenialisme dan Esensialisme, berorientasi kepada masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Isi pendidikan diambil dari disiplin-disiplin ilmu. Para ahli sesuai dengan bidang disiplinnya masing-masing telah mengembangkan ilmu-ilmu tersebut secara sistematis, logis, dan solid.
Para pengembang kurikulum tidak perlu susah-susah menyusun dan mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan-bahan materi ilmu yang telah dikembangkan oleh para ahli disiplin ilmu, kemudian mereorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap perkembangan peserta didik yang akan mempelajarinya. Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang menjadi isi kurikulum. Ia harus menjadi ahli atau ekspert dalam bidang-bidang studi yang diajarkannya di sekolah. Lebih jauh guru dituntut bukan saja menguasai materi pembelajaran, tetapi juga menjadi model bagi para peserta didiknya (Theacher Center).
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum Subjek Akademis, yaitu :
         Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan.
Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan hanya sekedar mengingatnya.
         Pendekatankedua, studi yang bersifat integratif.
Pendekatan ini merupakan respon terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu.
         Pendekatan ketiga,  pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.


 Ciri-ciri Kurikulum Subjek Akademis
         Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi.
         Maksud dan fungsi
Maksud kurikulum adalah melatih siswa dalam menggunakan gagasan yang paling bermanfaat dan proses menyelidiki masalah riset khusus. Fungsinya siswa diharapkan memperoleh konsep dan metode untuk melanjutkan pertumbuhan dalam masyarakat lebih luas.
         Metode
Metode yang paling banyak digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.
         Organisasi
Ada 3 pola organisasi yang terpenting diantaranya :
         Correlated Curriculum
Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran yang lain.
         Unified atau Concentrated Curriculum
Sesuai dengan namanya, kurikulum  jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu dibangun dari berbagai macam tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu pelajaran di susun dalam tema-tema pelajaran tertentu.Salah satu aplikasi kurikulum jenis ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya tematik. Misalnya konsep tentang energi, dapat dipelajari dari sudut-sudut pandang biologi, fisika, kimia dan geologi.
         Integrated Curriculum
Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan antarpelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman suatu materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup di lingkungan masyarakat. Misalnya matematika diajarkan untutk menyelesaikan masalah ilmu pengetahuan.
         Problem Solving Curriculum
Yang berisi pemecahan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Para ahli disiplin ilmu sering memiliki sifat ambivalen terhadap evaluasi. Satu pihak melihatnya sebagai suatu kegiatan yang sangat berharga, yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan pada pihak lain mereka mengkhawatirkan kegiatan evaluasi dapat mempengaruhi hubungan antara guru dan siswa.
         Evaluasi
Kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi, namun lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay) dari pada tes objektif.
Pemilihan Disiplin Ilmu
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan sanagt terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya akan mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya sedikit-sedikit (tidak mendalam).
Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
         Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
         Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
         Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya.

Organisasi Kurikulum
Pengertian Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang di sampaikan kepada peserta didik guna tercapainya  tujuan pendidikan atau pembelajaran yang di tetapkan. Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat penting bagi proses pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, sebab menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di sajikan kepada terdidik dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi kurikulum.
Dalam proses pengembangan kurikulum organisasi berperan sebagai suatu metode untuk menentukan  seleksi dan pengorganisasian pengalaman-pengalaman belajar yang di selaenggarakan oleh sekolah, organisasi kurikulum menunjukkan peranan guru, peserta didik dan lain-lain yang terlibat aktif dalam proses perencanaan kurikulum. Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertical. Struktur horizontal berhubungan dengan masalah  pengorganisasian atau penyusunan bahan pelajaran kedalam pola tertentu, sedangkan struktur vertikal berhubungan dengan masalah  system-sistem pelaksanann kurikulum sekolah, termasuk di dalamnya system pengalokasian waktu.
Jenis-jenis Kurikulum
         Mata pelajaran terpisah (separated curriculum)
Kurikulum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran yang terpisah-pisah satu sama lain, terlepas  dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Beberapa hal positif dari separated curriculum ini adalah : Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai budaya terdahulu
Kurikulum ini mudah diubah dan dikembangkan. Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain bahkan mudah untuk diperluas dan dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu yang ada.
Sedangkan beberapa kritik terhadap kurikulum ini antara lain: Mata pelajaran terlepas-lepas satu sama lain. Tidak atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut psikologis, kurikulum demikian mengandung kelemahan: banyak terjadi verbalitas dan menghafal serta makna tujuan pelajaran kurang dihayati oleh anak didik. Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggalan dari perkembangan zaman.
         Mata pelajaran gabungan (corelated curriculum)
Yaitu kurikulum yang menekankan perlunya hubungan diantara satu pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan ciri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut. Misalnya Sejarah dan Ilmu Bumi dapat diajarkan untuk saling memperkuat.
Ada tiga jenis korelasi yang sifatnya bergantung dari jenis mata pelajaran. Korelasi faktual, misalnya sejarah dan kesusastraan. Korelasi deskriptif, korelasi ini dapat dilihat pada penggunaan generalisasi yang berlaku untuk dua atau lebih mata pelajaran. Misal psikologi dapat berkorelasi dengan sejarah atau Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam psikologi untuk menerangkan kejadian-kejadian sosial. Korelasi normatif, hampir sama denagan korelasi deskriptif, perbedaannya terletak pada prinsipnya yang bersifat moral sosial. Sejarah dan kesusastraan dapat dikorelasikan berdasarkan prinsip-prinsip moral sosial dan etika.
Beberapa kelebihan kurikulum ini adalah: Dengan korelasi, pengetahuan murid lebih integral, tidak terlepas-lepas (berpadu). Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid bertambah. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertaian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-murid.
Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
Integrasi berasal dari kata “integer” yang berarti unit. Dengan integrasi dimaksud berpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan keseluruhan.
Integrated curriculum meniadakan batas batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Yang penting bukan hanya bentuk kurikulum ini, akan tetapi juga dengan tujuannya. Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan kita membentuk anak-anak menjadi pribadi yang integrated yakni manusia yang sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitar.
Bentuk kurikulum ini tidak hanya ditunjang oleh semua mata pelajaran atau bidang studi yang ada, tetapi lebih luas. Bahkan mata pelajaran baru dapat saja muncul dan dimanfaatkan guna pemecahan masalah
Sistem penyampaian menggunakan sistem pengajaran unit, baik pengalaman (experience) atau pelajaran (subject matter unit). Peran guru sama aktifnya dengan peran murid. Guru selaku pembimbing.
Beberpa manfaat kurikulum terpadu ini antara lain:
         Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang bertalian erat, bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
         Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka.
         Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat.
         Aktifitas anak-anak meningkat karena dirangsang untuk berpikir sendiri dan berkerja sendiri, atau kerjasama dengan kelompok.
         Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan kematangan murid.
Di samping itu kurikulum ini juga mempunyai beberapa kelemahan yang diantaranya ialah:
         Guru belum siap untuk melaksanakan kurikulum ini.
         Organisasin kurang sitematis
         Tugas-tuganya memberatkan guru.
         Tidak memungkinkan ujian umum, sebab tidak ada unformitas di sekolah-sekolah satu sama lain.
         Siswa dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum.
Adapun dalam bentuk kurikulum terpadu ini terbagi lagi, meliputi :



1.        Kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan belajar dan hubungan antara kehidupan dan belajar.
Ciri yang membedakan kurikulum inti, yaitu: Kurikulum inti menekankan kepada nilai-nilai sosial, unsur universalitas dalam suatu kebudayaan memberikan stabilitas dan kesatuan pada masyarakat. Struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial. Karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah : Kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan(continue), selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah atau problema yang dihadapi secara aktual. Isi kurikulum cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial. Isi kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalam pribadi.
Manfaat kurikulum inti adalah: Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat. Kurikulum ini sesuai dengan paham demokrasi. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat.
2.        Kurikulum yang berlandaskan pada proses sosial dan fungsi kehidupan (social functions and persistens situations).
Dalam pengembangan kurikulum ini di dasarkan pada lingkungan social anak didik, sehingga pelajaran yang di peroleh  memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.
3.        Kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau pengalaman (experience and activity curriculum)
Kurikulum ini dikenal juga dengan sebutan activity curriculum. Mengutamakan kegiatan-kegiatan atau pengalaman-pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas dengan lingkungan maupun potensi siswa. Kurikulum ini berupaya mengatasi kelemahan pada subject curriculum, yakni anak lebih banyak menerima (passive). Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah: Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami. Anak dapat belajar dengan baik bila ia dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan reel atau minatnya. Belajar merupakan transaksi aktif. Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya.
 2.2. Model Tyler
Model teknikal saintifik Ralph Tyler (1949) adalah suatu model desain klasik. Model ini dikenal sebagai objectives model, sequential, rational, behavioral, atau means-end model (Brady & Kennedy, 2007:162). Dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949), Tyler merumuskan desain kurikulum berdasarkan jawaban atas empat pertanyaan pokok : (1) Apakah tujuan pendidikan yang harus dicapai sekolah ?; (2) Pengalaman belajar (pengalaman pendidikan) apa yang harus dimiliki siswa agar tujuan itu tercapai ?; (3) Bagaimana pengalaman itu disususun agar efektif ?; dan (4) Bagaimana kita mengevaluasi untuk mengetahui efektivitas kurikulum ? (Tyler, 1949: 1).
Prinsip Tyler pertama “tujuan” adalah sasaran umum pendidikan yang berasal dari hasil identifikasi mata pelajaran, siswa, dan masyarakat. Kemudian data tersebut disaring melalui filsafat sekolah, psikologi belajar dan hakikat masyarakat yang menghasilkan tujuan instruksional (Ornstein & Hunkins, 2013: 181). Tentang prinsip kedua “pengalaman belajar / pendidikan”, Tyler menegaskan bahwa kurikulum bukan focus pada pengajaran konten atau materi, tetapi pada upaya untuk menghasilkan pengalamanan pendidikan  yang harus dimiliki siswa agar tujuan tercapai. Artinya, kurikulum bukan focus pada pengajaran konten saja, tetapi pengajaran konten disertai kegiatan siswa mempelajari konten, sampai konten itu ditransformasi siswa menjadi pengalaman belajar.  Hal ini tersurat pada pernyataan Tyler berikut:
Learning experience is not the same as the content which a course deals nor the activities performed by the teacher. The term “learning experience” refers to the interaction between the learner and the external conditions in the environment to which he can react. Learning takes place through the active behavior of the student; it is what he does that he learns not what the teacher does [Tyler, 1949: 63].
            Pengalaman belajar tidak sama dengan konten mata pelajaran, tetapi mengacu pada hasil interaksi siswa dan kondisi eksternal lingkungan belajar. Istilah “pengalaman belajar” merujuk pada interaksi antara siswa dan kondisi eksternal di lingkungan pembelajaran. Pembelajaran tumbuh dari hasil aktivitas belajar siswa; adalah apa yang dilakukan siswa itu sendiri yang dipelajarinya, bukan apa yang dilakukan gurunya.
            Prinsip Tyler (1949) ketiga terkait system “organisasi” atau “urutan” pengalaman agar tujuan tercapai. Dia percaya, pengalaman harus disuse secara sistematik untuk memperoleh efek akumulatif maksimal. Untuk itu, organisasi semua elemen kurikulum merupakan masalah penting pengembangan kurikulum, sebab susunan semua elemen itu berpengaruh besar pada efisiensi pengajaran dan tingkat perubahan pendidikan yang dialami siswa (Tyler, 1949: 83). Elemen kurikulum yang dimaksud mencakup pengetahuan, konsep, ide, nilai, dan keterampilan. Semua elemen itu harus disusun sistematis agar efektivitas kurikulum tercapai (Ornstein dan Hunkins, 2013: 181).
            Prinsip Tyler terakhir ialah “evaluasi” rancangan kurikulum dan implementasinya di sekolah. Tyler yakin bahwa evaluasi bermanfaat untuk mengetahui kadar keberhasilan kurikulum dan pelaksanaannya di kelas sekolah (Ornstein dan Hunkins, 2013: 181). Jika hasil evaluasi menunjukkan efektivitas kurikulum, desain itu dilanjutkan, tetapi jika tidak efektif, perlu ditetapkan strategi perbaikan kurikulum dan pelaksanaannya.
            Walau sering disebut paradigma klasik pengembangan kurikulum, menurut Kliebard (1995), model Tyler dikritik sebagai model behavioral dan tidak praktis, Dan, Rogan dan Luckowski (1990) mengkritik bahwa pedas model ini tidak pantas disebut paradigma , karena kurang komitmen teoritis yang menjelaskan hakikat kurikulum (Brady dan Kennedy, 2007: 162). Kritik lain ialah model ini sangat linier, sangat percaya diri pada objektivitas dan prinsip sebab-akibat; apa mungkin semua pengalaman pendidikan dujustifikasi oleh tujuan yang ingin dicapai? (Ornstein dan Hunkins, 2013: 182).
            Walau banyak kritik dan kontra kritik tentang model ini, lanjut Brady dan Kennedy (2007), pengaruh model Tyler menyadarkan banyak pendidik yang kurang perhatian pada kurikulum menjadi perhatian, sehingga saat itu timbul keinginan dan perhatian guru untuk merefleksi secara eksplisit tujuan pendidikan mereka, dan hal itu terkait pula dengan profesionalisme guru. Hal yang mirip ditegaskan Ornstein dan Hunkins (2013: 183) bahwa model Tyler tetap popular dan berpengaruh pada personel sekolah dan perguruan tinggi. Malahan, menurut Print (1993: 65), Tyler telah memberikan efek signifikan pada pengembang kurikulum dan penulis pendidikan selama tiga dekade terakhir. Model pengembangan Tyler tidak menyebutkan langkah-langkah konkret dalam pengembangan kurikulum. Tyler hanya memberikan dasar-dasarnya saja.




















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasannya yang dimaksud Kurikulum Subjek Akademik bersumber dari pendidikan Klasik, Perenialisme dan Esensialisme, berorientasi kepada masa lalu, serta lebih mengutamakan isi pendidikan.
Ada tiga pendekatan dalam Kurikulum Subjek Akademis, yaitu :
1.    Lanjutan pendekatan struktur pengetahuan
2.    Studi yang bersifat integrative
3.    Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Ciri-ciri kurikulum subjek akademis
1.  Maksud dan fungsi
2.  Metode
3.  Organisasi
4.  Evaluasi
Organisasi Kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang di sampaikan kepada peserta didik guna tercapainya  tujuan pendidikan atau pembelajaran yang di tetapkan.
Jenis Kurikulum ada tiga yaitu Separated Curriculum, Corelated Curriculum dan Integrated Curriculum.

3.2 Saran
Penulis sadar betul bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan tentang pembuatan makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan pembuatan makalah-makalah lainnya.




DAFTAR PUSTAKA


Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum.Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2009
Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. 1995
Mudlofir, Ali. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2012
http://sinautp.weebly.com/model-kurikulum-subjek-akademis.html





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI CORONA

CORONA Karya Asep Perdiansyah Corona datang menyerang Dunia menjadi tak tenang Tempat keramaian seketika menghilang Matahari b...