BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor
yang harus diperhatikan dan dipertimbangan, pada waktu pengembangan kurikulum
dalam sebuah lembaga pendidikan. Ralph W Tyler (dalam Ornstein dan Hunkins
1998) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang
melandasi suatu kurikulum, diantaranya :
Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam melaksanakan,
membina, mengembangkan, kurikulum disekolah. Filsafat akan menentukan arah
kemana siswa dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi
dan membimbing kearah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat
yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut
oleh perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan
yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang
komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat
pernyataan-pernyataan (statements) mengenai kemampuan yang diharapkan dapat
dimiliki oleh siswa selaras dengan sistem nilai dan filsafat yang
dianut. Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan
kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku
manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi
sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan
kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku
manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi
sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus
dikembangkan.
Kurikulum merupakan
salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karenasuatu
pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur.
Hal iniakan menimbulkan perubahan dalam perkembangan kurikulum, khususnya di
Indonesia.Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
dan sekaligusdigunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar pada berbagai jenis dantingkat sekolah. Kurikulum menjadi dasar dan
cermin falsafah pandangan hidup suatu bangsa,akan diarahkan kemana dan
bagaimana bentuk kehidupan bangsa ini di masa depan, semua ituditentukan dan
digambarkan dalam suatu kurikulum pendidikan.
Kurikulum haruslah dinamisdan terus berkembang
untuk menyesuaikan berbagai perkembangan yang terjadi padamasyarakat dunia dan
haruslah menetapkan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.Sejak isu reformasi
pendidikan digulirkan, maka banyak bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Reformasi sebagai sebuah gerakan yang memiliki perspektif sejarah politik
monumental, karena era reformasi menjadi era pemerintahan substitusi
pemerintahan orde baru.
Tentunya gagasan reformasi
pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya.
Arah reformasi dalam mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan
kebijakan kurikulum adalah ikut diperbaharuinyakurikulum
yang ada sebelumnya dari kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004
atauKBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun
telah
mengalami pembaharuan kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) atau kurikulum2006.1.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran subjek
akademik / mata pelajaran?
2. Apa karakteristik paradigma Tyler ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
agar pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud pembelajaran subjek / mata
pelajaran dan paradigma Tyler tersebut. Pembaca juga dapat mengetahui apa saja
karakteristik paradigma Tyler.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kurikulum
Subjek Akademis
Kurikulum Subjek Akademis
bersumber dari pendidikan Klasik, Perenialisme dan Esensialisme, berorientasi
kepada masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Isi
pendidikan diambil dari disiplin-disiplin ilmu. Para ahli sesuai dengan bidang
disiplinnya masing-masing telah mengembangkan ilmu-ilmu tersebut secara
sistematis, logis, dan solid.
Para pengembang kurikulum tidak
perlu susah-susah menyusun dan mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal
memilih bahan-bahan materi ilmu yang telah dikembangkan oleh para ahli disiplin
ilmu, kemudian mereorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan
pendidikan dan tahap perkembangan peserta didik yang akan mempelajarinya. Guru
sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai
semua pengetahuan yang menjadi isi kurikulum. Ia harus menjadi ahli atau
ekspert dalam bidang-bidang studi yang diajarkannya di sekolah. Lebih jauh guru
dituntut bukan saja menguasai materi pembelajaran, tetapi juga menjadi model
bagi para peserta didiknya (Theacher Center).
•
Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan.
Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan
menguji fakta-fakta dan bukan hanya sekedar mengingatnya.
•
Pendekatankedua, studi yang bersifat integratif.
Pendekatan ini merupakan respon terhadap
perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih
komprehensif-terpadu.
•
Pendekatan ketiga,
pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Ciri-ciri Kurikulum Subjek Akademis
•
Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan
evaluasi.
•
Maksud dan fungsi
Maksud kurikulum
adalah melatih siswa dalam menggunakan gagasan yang paling bermanfaat dan
proses menyelidiki masalah riset khusus. Fungsinya siswa diharapkan memperoleh
konsep dan metode untuk melanjutkan pertumbuhan dalam masyarakat lebih luas.
•
Metode
Metode yang paling banyak digunakan adalah
metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi
(dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.
•
Organisasi
Ada 3 pola organisasi
yang terpenting diantaranya :
•
Correlated Curriculum
Pola organisasi materi atau konsep yang
dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran yang lain.
•
Unified atau Concentrated Curriculum
Sesuai dengan namanya, kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu.
Setiap disiplin ilmu dibangun dari berbagai macam tema pelajaran. Pola
organisasi bahan dalam suatu pelajaran di susun dalam tema-tema pelajaran
tertentu.Salah satu aplikasi kurikulum jenis ini terdapat pada pembelajaran
yang sifatnya tematik. Misalnya konsep tentang energi, dapat dipelajari dari
sudut-sudut pandang biologi, fisika, kimia dan geologi.
•
Integrated Curriculum
Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu
keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat
hubungan antarpelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan
pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman suatu materi secara
utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi
kebutuhan hidup di lingkungan masyarakat. Misalnya matematika diajarkan untutk
menyelesaikan masalah ilmu pengetahuan.
•
Problem Solving Curriculum
Yang berisi pemecahan masalah yang terdapat
dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan serta keterampilan
dari berbagai disiplin ilmu. Para ahli disiplin ilmu sering memiliki sifat
ambivalen terhadap evaluasi. Satu pihak melihatnya sebagai suatu kegiatan yang
sangat berharga, yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan pada pihak
lain mereka mengkhawatirkan kegiatan evaluasi dapat mempengaruhi hubungan
antara guru dan siswa.
•
Evaluasi
Kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk
evaluasi yang bervariasi, namun lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay)
dari pada tes objektif.
Pemilihan Disiplin
Ilmu
Masalah besar yang
dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaimana
memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila
ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya
harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan
para siswa akan sanagt terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat
secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya
akan mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya
sedikit-sedikit (tidak mendalam).
Ada beberapa saran
untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
•
Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh
(comprehensiveness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran
atau mendapatkan pengetahuan.
•
Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan
menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam
kehidupan masyarakat.
•
Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang
menjadi dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang
lainnya.
Organisasi Kurikulum
Pengertian Organisasi
kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum
program-program pengajaran yang di sampaikan kepada peserta didik guna
tercapainya tujuan pendidikan atau
pembelajaran yang di tetapkan. Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat
penting bagi proses pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan
pembelajaran, sebab menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara
penyampaian bahan pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di
sajikan kepada terdidik dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam
implementasi kurikulum.
Dalam proses
pengembangan kurikulum organisasi berperan sebagai suatu metode untuk
menentukan seleksi dan pengorganisasian
pengalaman-pengalaman belajar yang di selaenggarakan oleh sekolah, organisasi
kurikulum menunjukkan peranan guru, peserta didik dan lain-lain yang terlibat
aktif dalam proses perencanaan kurikulum. Struktur program dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertical. Struktur
horizontal berhubungan dengan masalah
pengorganisasian atau penyusunan bahan pelajaran kedalam pola tertentu, sedangkan
struktur vertikal berhubungan dengan masalah
system-sistem pelaksanann kurikulum sekolah, termasuk di dalamnya system
pengalokasian waktu.
Jenis-jenis Kurikulum
•
Mata pelajaran terpisah (separated curriculum)
Kurikulum ini
menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran yang
terpisah-pisah satu sama lain, terlepas
dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak jenis mata
pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Beberapa hal positif dari separated
curriculum ini adalah : Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis
dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai budaya terdahulu
Kurikulum ini mudah
diubah dan dikembangkan. Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain
bahkan mudah untuk diperluas dan dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan
waktu yang ada.
Sedangkan beberapa
kritik terhadap kurikulum ini antara lain: Mata pelajaran terlepas-lepas satu
sama lain. Tidak atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Dari sudut psikologis, kurikulum demikian mengandung
kelemahan: banyak terjadi verbalitas dan menghafal serta makna tujuan pelajaran
kurang dihayati oleh anak didik. Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggalan
dari perkembangan zaman.
•
Mata pelajaran gabungan (corelated curriculum)
Yaitu kurikulum yang
menekankan perlunya hubungan diantara satu pelajaran dengan mata pelajaran
lainnya, tetapi tetap memperhatikan ciri atau karakteristik tiap bidang studi
tersebut. Misalnya Sejarah dan Ilmu Bumi dapat diajarkan untuk saling
memperkuat.
Ada tiga jenis
korelasi yang sifatnya bergantung dari jenis mata pelajaran. Korelasi faktual,
misalnya sejarah dan kesusastraan. Korelasi deskriptif, korelasi ini dapat
dilihat pada penggunaan generalisasi yang berlaku untuk dua atau lebih mata
pelajaran. Misal psikologi dapat berkorelasi dengan sejarah atau Ilmu
Pengetahuan Sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam psikologi
untuk menerangkan kejadian-kejadian sosial. Korelasi normatif, hampir sama
denagan korelasi deskriptif, perbedaannya terletak pada prinsipnya yang
bersifat moral sosial. Sejarah dan kesusastraan dapat dikorelasikan berdasarkan
prinsip-prinsip moral sosial dan etika.
Beberapa kelebihan
kurikulum ini adalah: Dengan korelasi, pengetahuan murid lebih integral, tidak
terlepas-lepas (berpadu). Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran
satu dengan yang lain, minat murid bertambah. Korelasi memberikan pengertian
yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut. Dengan
korelasi maka yang diutamakan adalah pengertaian dan prinsip-prinsip bukan
pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan penggunaan pengetahuan
secara fungsional bagi murid-murid.
Kurikulum terpadu
(integrated curriculum)
Integrasi berasal dari
kata “integer” yang berarti unit. Dengan integrasi dimaksud berpaduan,
koordinasi, harmoni, kebulatan keseluruhan.
Integrated curriculum
meniadakan batas batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan
pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Yang penting bukan hanya bentuk
kurikulum ini, akan tetapi juga dengan tujuannya. Dengan kebulatan bahan
pelajaran diharapkan kita membentuk anak-anak menjadi pribadi yang integrated
yakni manusia yang sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitar.
Bentuk kurikulum ini
tidak hanya ditunjang oleh semua mata pelajaran atau bidang studi yang ada,
tetapi lebih luas. Bahkan mata pelajaran baru dapat saja muncul dan
dimanfaatkan guna pemecahan masalah
Sistem penyampaian
menggunakan sistem pengajaran unit, baik pengalaman (experience) atau pelajaran
(subject matter unit). Peran guru sama aktifnya dengan peran murid. Guru selaku
pembimbing.
Beberpa manfaat
kurikulum terpadu ini antara lain:
•
Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang
bertalian erat, bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
•
Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang
belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka.
•
Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah
dengan masyarakat.
•
Aktifitas anak-anak meningkat karena dirangsang untuk berpikir
sendiri dan berkerja sendiri, atau kerjasama dengan kelompok.
•
Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan
kematangan murid.
Di samping itu
kurikulum ini juga mempunyai beberapa kelemahan yang diantaranya ialah:
•
Guru belum siap untuk melaksanakan kurikulum ini.
•
Organisasin kurang sitematis
•
Tugas-tuganya memberatkan guru.
•
Tidak memungkinkan ujian umum, sebab tidak ada unformitas di
sekolah-sekolah satu sama lain.
•
Siswa dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan
kurikulum.
Adapun dalam bentuk
kurikulum terpadu ini terbagi lagi, meliputi :
1.
Kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum ini
bertujuan untuk mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan
meningkatkan keaktifan belajar dan hubungan antara kehidupan dan belajar.
Ciri yang membedakan
kurikulum inti, yaitu: Kurikulum inti menekankan kepada nilai-nilai sosial,
unsur universalitas dalam suatu kebudayaan memberikan stabilitas dan kesatuan
pada masyarakat. Struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial.
Karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah : Kurikulum ini
direncanakan secara berkelanjutan(continue), selalu berkaitan dan direncanakan
secara terus-menerus. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari
pengalaman yang saling berkaitan. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar
masalah atau problema yang dihadapi secara aktual. Isi kurikulum cenderung
mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial. Isi
kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini
sebagai kurikulum umum, tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial
dan pengalam pribadi.
Manfaat kurikulum inti
adalah: Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat Kurikulum ini
sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar. Kurikulum ini
memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat. Kurikulum ini
sesuai dengan paham demokrasi. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat.
2.
Kurikulum yang berlandaskan pada proses sosial dan fungsi
kehidupan (social functions and persistens situations).
Dalam pengembangan
kurikulum ini di dasarkan pada lingkungan social anak didik, sehingga pelajaran
yang di peroleh memiliki fungsi dan
makna bagi kehidupan sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.
3.
Kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau pengalaman
(experience and activity curriculum)
Kurikulum ini dikenal
juga dengan sebutan activity curriculum. Mengutamakan kegiatan-kegiatan atau
pengalaman-pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas
dengan lingkungan maupun potensi siswa. Kurikulum ini berupaya mengatasi
kelemahan pada subject curriculum, yakni anak lebih banyak menerima (passive).
Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah: Belajar dapat terjadi dengan
proses mengalami. Anak dapat belajar dengan baik bila ia dihadapkan dengan
masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan reel atau minatnya. Belajar
merupakan transaksi aktif. Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang
bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan
pribadinya.
2.2. Model Tyler
Model
teknikal saintifik Ralph Tyler (1949) adalah suatu model desain klasik. Model
ini dikenal sebagai objectives model, sequential, rational, behavioral, atau
means-end model (Brady & Kennedy, 2007:162). Dalam bukunya Basic Principles
of Curriculum and Instruction (1949), Tyler merumuskan desain kurikulum
berdasarkan jawaban atas empat pertanyaan pokok : (1) Apakah tujuan pendidikan
yang harus dicapai sekolah ?; (2) Pengalaman belajar (pengalaman pendidikan)
apa yang harus dimiliki siswa agar tujuan itu tercapai ?; (3) Bagaimana
pengalaman itu disususun agar efektif ?; dan (4) Bagaimana kita mengevaluasi
untuk mengetahui efektivitas kurikulum ? (Tyler, 1949: 1).
Prinsip
Tyler pertama “tujuan” adalah sasaran umum pendidikan yang berasal dari hasil
identifikasi mata pelajaran, siswa, dan masyarakat. Kemudian data tersebut
disaring melalui filsafat sekolah, psikologi belajar dan hakikat masyarakat
yang menghasilkan tujuan instruksional (Ornstein & Hunkins, 2013: 181).
Tentang prinsip kedua “pengalaman belajar / pendidikan”, Tyler menegaskan bahwa
kurikulum bukan focus pada pengajaran konten atau materi, tetapi pada upaya untuk
menghasilkan pengalamanan pendidikan
yang harus dimiliki siswa agar tujuan tercapai. Artinya, kurikulum bukan
focus pada pengajaran konten saja, tetapi pengajaran konten disertai kegiatan
siswa mempelajari konten, sampai konten itu ditransformasi siswa menjadi
pengalaman belajar. Hal ini tersurat
pada pernyataan Tyler berikut:
Learning experience is
not the same as the content which a course deals nor the activities performed
by the teacher. The term “learning experience” refers to the interaction
between the learner and the external conditions in the environment to which he
can react. Learning takes place through the active behavior of the student; it
is what he does that he learns not what the teacher does [Tyler, 1949: 63].
Pengalaman
belajar tidak sama dengan konten mata pelajaran, tetapi mengacu pada hasil
interaksi siswa dan kondisi eksternal lingkungan belajar. Istilah “pengalaman
belajar” merujuk pada interaksi antara siswa dan kondisi eksternal di
lingkungan pembelajaran. Pembelajaran tumbuh dari hasil aktivitas belajar
siswa; adalah apa yang dilakukan siswa itu sendiri yang dipelajarinya, bukan
apa yang dilakukan gurunya.
Prinsip Tyler (1949) ketiga terkait
system “organisasi” atau “urutan” pengalaman agar tujuan tercapai. Dia percaya,
pengalaman harus disuse secara sistematik untuk memperoleh efek akumulatif
maksimal. Untuk itu, organisasi semua elemen kurikulum merupakan masalah
penting pengembangan kurikulum, sebab susunan semua elemen itu berpengaruh
besar pada efisiensi pengajaran dan tingkat perubahan pendidikan yang dialami
siswa (Tyler, 1949: 83). Elemen kurikulum yang dimaksud mencakup pengetahuan,
konsep, ide, nilai, dan keterampilan. Semua elemen itu harus disusun sistematis
agar efektivitas kurikulum tercapai (Ornstein dan Hunkins, 2013: 181).
Prinsip Tyler terakhir ialah
“evaluasi” rancangan kurikulum dan implementasinya di sekolah. Tyler yakin
bahwa evaluasi bermanfaat untuk mengetahui kadar keberhasilan kurikulum dan
pelaksanaannya di kelas sekolah (Ornstein dan Hunkins, 2013: 181). Jika hasil
evaluasi menunjukkan efektivitas kurikulum, desain itu dilanjutkan, tetapi jika
tidak efektif, perlu ditetapkan strategi perbaikan kurikulum dan
pelaksanaannya.
Walau sering disebut paradigma
klasik pengembangan kurikulum, menurut Kliebard (1995), model Tyler dikritik
sebagai model behavioral dan tidak praktis, Dan, Rogan dan Luckowski (1990)
mengkritik bahwa pedas model ini tidak pantas disebut paradigma , karena kurang
komitmen teoritis yang menjelaskan hakikat kurikulum (Brady dan Kennedy, 2007:
162). Kritik lain ialah model ini sangat linier, sangat percaya diri pada
objektivitas dan prinsip sebab-akibat; apa mungkin semua pengalaman pendidikan
dujustifikasi oleh tujuan yang ingin dicapai? (Ornstein dan Hunkins, 2013:
182).
Walau banyak kritik dan kontra
kritik tentang model ini, lanjut Brady dan Kennedy (2007), pengaruh model Tyler
menyadarkan banyak pendidik yang kurang perhatian pada kurikulum menjadi
perhatian, sehingga saat itu timbul keinginan dan perhatian guru untuk
merefleksi secara eksplisit tujuan pendidikan mereka, dan hal itu terkait pula
dengan profesionalisme guru. Hal yang mirip ditegaskan Ornstein dan Hunkins
(2013: 183) bahwa model Tyler tetap popular dan berpengaruh pada personel
sekolah dan perguruan tinggi. Malahan, menurut Print (1993: 65), Tyler telah
memberikan efek signifikan pada pengembang kurikulum dan penulis pendidikan
selama tiga dekade terakhir. Model pengembangan Tyler tidak menyebutkan
langkah-langkah konkret dalam pengembangan kurikulum. Tyler hanya memberikan dasar-dasarnya
saja.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwasannya yang dimaksud Kurikulum Subjek Akademik
bersumber dari pendidikan Klasik, Perenialisme dan Esensialisme, berorientasi
kepada masa lalu, serta lebih mengutamakan isi pendidikan.
Ada tiga pendekatan
dalam Kurikulum Subjek Akademis, yaitu :
1.
Lanjutan pendekatan struktur pengetahuan
2.
Studi yang bersifat integrative
3.
Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Ciri-ciri kurikulum
subjek akademis
1. Maksud dan fungsi
2. Metode
3. Organisasi
4. Evaluasi
Organisasi Kurikulum
adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program
pengajaran yang di sampaikan kepada peserta didik guna tercapainya tujuan pendidikan atau pembelajaran yang di
tetapkan.
Jenis Kurikulum ada
tiga yaitu Separated Curriculum, Corelated Curriculum dan Integrated
Curriculum.
3.2 Saran
Penulis sadar betul
bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan tentang pembuatan makalah ini, untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan pembuatan
makalah-makalah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata, Nana
Syaodih. Pengembangan Kurikulum.Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2009
Nasution, S. Asas-Asas
Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. 1995
Mudlofir, Ali.
Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar Dalam
Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2012
http://sinautp.weebly.com/model-kurikulum-subjek-akademis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar