KALIMAT DEKLARATIF, KALIMAT IMPERATIF, DAN KALIMAT
INTEROGATIF
Anggota Kelompok
4 :
1. Erika Pratiwi (1723041004)
2. Dwi Pulsha
Apriliande (1723041003)
Mata Kuliah : Tata Bahasa
Indonesia
Dosen : Dr. Siti
Samhati, M.Pd.
Dr. Sumarti, M.Pd.
Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd.
Prodi : Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas
kehadirat Allah SWT karena atas izin dan kehendak-Nya makalah sederhana ini
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata
Bahasa Indonesia. Adapun
yang kami bahas dalam makalah ini adalah tentang kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan kalimat
interogatif.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu atas bimbingan yang telah
diberikan dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun selalu penulis harapkan untuk kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi pembaca.
Bandarlampung, Oktober
2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3
Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Kalimat Deklaratif ........................................................... 3
2.2
Pengertian Kalimat Imperatif............................................................. 4
2.2.1
Kalimat Imperatif Taktransitif .................................................. 5
2.2.2
Kalimat Imperatif Transitif ....................................................... 6
2.2.3
Kalimat Imperatif Halus ........................................................... 7
2.2.4
Kalimat Imperatif Permintaan .................................................. 8
2.2.5
Kalimat Imperatif Ajakan dan Harapan ................................... 9
2.2.6
Kalimat Imperatif Larangan ..................................................... 9
2.2.7
Kalimat Imperatif Pembiaran.................................................... 9
2.3
Kalimat Interogatif............................................................................. 10
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan............................................................................................. 21
3.2 Saran .................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bahasa
adalah fenomena yang menghubungkan dunia makna dengan dunia bunyi. Lalu,
sebagai penghubung di antara kedua dunia itu, bahasa dibangun oleh tiga buah
komponen, yaitu komponen leksikon, komponen gramatika, dan komponen fonologi. Kalau
bahasa itu merupakan suatu sistem, maka sistem bahasa itu memiliki tiga buah
sibsistem, yaitu subsistem leksikon, subsistem gramatika, dan subsistem
fonologi. Komponen makna berisi konsep-konsep, ide-ide, pikiran-pikiran, atau
pendapat-pendapat yang berada dalam otak atau pemikiran manusia. Komponen
leksikon dengan satuannya yang disebut leksem merupakan wadah penampung makna
secara leksika, juga bersifat abstrak. Komponen gramatika atau subsistem
gramatika terbagi lagi menjadi dua subsistem, yaitu subsistem morfologi dan
subsistem sintaksis.
Subsistem
sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam
satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Kalimat umumnya berwujud rentetan
kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Setiap kata termasuk kelas
kata atau kategori kata, dan mempunyai fungsi dalam kalimat. Pengurutan
rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam
kalimat yang dihasilkan. Jika ditinjau dari segi bentuknya, kalimat dapat
berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk. Sedangkan jika dilihat dari segi
maknanya kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat deklaratif (kalimat berita),
kalimat imperatif (kalimat perintah), dan kalimat interogatif (kalimat tanya).
Dilihat
dari namanya, sudah tampak makna macam-ragam kalimat itu : kalimat berita menyampaikan
berita pernyataan, kalimat
perintah memberikan perintah kepada yang bersangkutan kalimat tanya mengajukan
pertanyaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada makalah
ini akan dipaparkan masalah yang berkaitan dengan kalimat deklaratif, kalimat imperatif,
dan kalimat interogarif.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah
yang ada dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah
pengertian kalimat deklaratif?
2. Apakah
pengertian kalimat imperatif?
3. Apakah
pengertian kalimat interogatif?
1.3 Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan
pengertian kalimat deklaratif.
2. Mendeskripsikan
pengertian kalimat imperatif.
3. Mendeskripsikan
pengertian kalimat interogatif.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Kalimat
Deklaratif
Kalimat deklaratif, yang juga dikenal
dengan nama kalimat berita dalam buku-buku tata bahasa Indonesia, secara
formal, jika dibandingkan dengan ketiga jenis kalimat yang lainnya, tidak
ber-markah khusus. Dalam
pemakaian bahasa bentuk kalimat deklaratif umumnya digunakan oleh
pembicara/penulis untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita
bagi pendengar atau pembacanya. Jika pada suatu saat kita mengetahui ada
kecelakaan lalu lintas dan kemudian kita menyampaikan peristiwa itu kepada
orang lain, maka kita dapat memberitakan kejadian itu dengan menggunakan
bermacam-macam bentuk kalimat deklaratif (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 360).
Kalimat
deklaratif adalah kalimat yang isinya menyampaikan pernyataan yang ditujukan
kepada orang orang lain sehingga orang lain tersebut diharapkan menanggapinya
melalui respon yang dapat tercermin dari pandangan mata atau mimik dan kadang
disertai anggukan atau ucapan ya (Tarmini, 2013: 98). Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat deklratif adalah kalimat yang berisi
pernyataan tentang kejadian yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat atau
dikenal dengan kalimat berita.
Perhatikan contoh kalimat berikut.
a. Tadi pagi
ada tabrakan mobil di dekat Monas.
b. Saya lihat
ada bus masuk Ciliwung tadi pagi.
c. Waktu ke
kantor, saya lihat ada Jip menabrak becak sampai hancur.
d. Saya ngeri
melihat tabrakan antara bus PPD dan sedan Fiat tadi pagi.
e. Tadi pagi
ada sedan Fiat mulus yang ditabrak bus PPD.
Dan segi bentuknya,
kalimat di atas bermacam-macam. Ada yang memperlihatkan inversi, ada yang
berbentuk aktif, ada yang pasif, dan sebagainya. Akan tetapi, jika dilihat
fungsi komunikatifnya, maka kalimat di atas adalah sama, yakni semuanya
merupakan kalimat berita. Dengan
demikian, kalimat berita dapat berupa bentuk apa saja, asalkan isinya merupakan
pemberitaan. Dalam bentuk tulisnya kalimat berita dengan tanda titik. Dalam bentuk
lisan, suara berakhir dengan nada turun (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 361).
2.2
Kalimat
Imperatif
Kalimat
imperatif adalah kalimat perintah atau suruhan dan permintaan jika ditinjau
dari isinya (Alwi, Hasan, dkk., 2010: 361). Kalimat imperatif
adalah kalimat yang meminta pendengar atau pembaca melakukan suatu tindakan.
Kalimat imperatif ini dapat berupa kalimat perintah, kalimat himbauan, dan
kalimat larangan (Tarmini,
2013: 113). Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat
imperatif adalah kalimat yang berisi kalimat perintah untuk melakukan sesuatu,
sehingga menimbulkan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang.
Perintah
atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi
enam golongan:
1. Perintah
atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu;
2. Perintah
halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba
atau mempersilahkan lawan bicara sudi berbuat sesuatu;
3. Permohonan
jika pembicara, demi kepentingannya, minta lawan bicara berbuat sesuatu;
4. Ajakan
dan harapan jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu;
5. Larangan
atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan dilakukan sesuatu;
6. Pembiaran
jika pembicara minta agar jangan dilarang.
Kalimat imperatif memiliki ciri formal,
seperti berikut.
1. Intonasi
yang ditandai nada rendah di akhir tuturan.
2. Pemakaian
partikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan
larangan.
3. Susunan
inversi sehingga urutannya menjadi tidak selalu terungkap predikat-subjek jika
diperlukan, dan
4. Pelaku
tindakan tidak selalu terungkap.
Kalimat imperatif dapat diwujudkan,
sebagai berikut.
1. Kalimat
yang terdiri atas predikat verbal dasar atau adjektiva, ataupun frasa
preposisional saja yang sifatnya taktransitif, dan
2. Kalimat
lengkap yang berpredikat verbal taktransitif atau transitif, dan
3. Kalimat
yang dimarkahi oleh berbagai kata tugas modalitas kalimat.
2.2.1 Kalimat Imperatif Taktransitif
Kalimat
imperatif taktransitif dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat dipredikat verba dasar, frasa adjektival,
dan frasa verbal yang berfrefiks ber- atau meng-
ataupun frasa preposisional. Perhatikan contoh berikut:
(1) a.
Engkau masuk.
b. Masuk!
(2) a.
Engkau tenang!
b. Tenang.
Kalimat
imperatif (1b) dan (2b) dapat dilengkapi dengan kata panggilan atau vokatif.
(3) Masuk,
Narko!
(4) Tenang,
anak-anak!
Kalimat
imperatif taktransitif yang dijabarkan dari kalimat deklaratif yang verba predikatnya
berawalan ber- dan meng- dapat dilihat pada contoh (5) dan (6) berikut:
(5) a.
Kamu berlibur
ke tempat nenekmu!
b. Berliburlah ke tempat nenekmu!
(6) a.
Engkau menyebrang dengan hati-hati.
b. Menyebranglah dengan hati-hati.
Pada contoh-contoh di atas tampak bahwa
baik predikat verba dasar dan predikat-predikat adjektival (masuk, tenang) maupun verba turunan
(berlibur dan menyebrang) tidak mengalami perubahan
apa-apa.
Kalimat imperatif taktransitif yang
diturunkan dari kalimat deklaratif yang predikatnya frasa preposisional dapat
dilihat pada contoh (7) yang berikut:
(7) a.
Engkau kesana!
b. Kesanalah!
2.2.2
Kalimat Imperatif
Transitif
Kalimat imperatif yang berpredikat verba
transitif mirip dengan konstruksi kalimat deklaratif pasif. Petunjuk bahwa
verba kalimat dapat dianggap berbentuk pasif ialah kenyataan bahwa lawan bicara
yang dalam kalimat deklaratif berfungsi sebagai subjek pelaku menjadi pelengkap
pelaku, sedangkan objek sasaran dalam kalimat deklaratif menjadi subjek sasaran
dalam kalimat imperatif. Kalimat (a) berikut adalah kalimat berita, sedangkan
(b) kalimat perintah.
(8) a.
Engkau mencari pekerjaan apa saja.
b. Carilah
pekerjaan apa saja!
(9) a.
Kamu membelikan adikmu sepatu baru.
b. Belikanlah
adikmu sepatu baru!
(10) a. Anda memperbaiki sepeda
mini itu.
b. Perbaikilah
sepeda mini itu.
(11) a. Saudara memberangkatkan
kereta itu sekarang.
b. Berangkatkanlah
kereta itu sekarang.
(12) a. Kamu menganggap dia orang
gila.
b. Anggaplah
dia orang gila.
(13) Kontrak ini dikirimkan sekarang!
(14) Konsep
perjanjian itu diketik serapi-rapinya, ya!
(15) Dijual
saja mobil tua seperti itu olehmu.
Pemakaian bentuk pasif dalam kalimat
imperatif sangat umum dalam Bahasa Indonesia. Hal itu mungkin berkaitan dengan
keinginan penutur untuk meminta agar orang lain melakukan sesuatu untuknya,
tetapi tidak secara langsung. Tentu saja kalimat (13), misalnya, dapat memiliki
padanan Kirimkan kontrak ini sekarang!,
tetapi bentuk pasif dengan di- akan terasa lebih halus karena yang disuruh seolah-olah
tidak merasa secara langsung diperintah untuk melakukan sesuatu. Si penyuruh
hanya menekankan pada kenyataan bahwa kontrak itu harus sampai kepada yang
bersangkutan.
2.2.3 Kalimat Imperatif Halus
Disamping
bentuk pasif yang baru saja dibicarakan, bahasa Indonesia juga memiliki
sejumlah kata yang dipakai untuk menghaluskan isi kalimat imperatif. Kata
seperti tolong, coba, silahkan, sudilah, dan
kiranya sering dipakai untuk maksud
itu. Perhatikan contoh sebagai berikut.
(16) a. Tolong kirimkan kontrak
ini.
b. Tolong
kontrak ini dikirimkan segera.
c. Tolonglah mobil saya dibawa ke
bengkel.
d. Tolong bawalah mobil saya ke
bengkel.
(17) a. Coba panggil Kepala Bagian Umum.
b. Cobalah panggil Kepala Bagian
Umum.
c. Coba
panggillah Kepala Bagian Umum.
(18) a. Silahkan masuk, Bu.
b. Silahkan
menunggu sebentar.
c. Silahkan mengisi formulir ini.
d. Silahkan ke situ dulu.
(19) a. Sudilah Bapak mengunjungi
pameran kami.
b. Sudi apalah
kiranya menerima usul saya.
(20) a. Kiranya Anda tidak
keberatan.
b. Pembatalan
itu kiranya dapat ditinjau kembali.
Perhatikan letak partikel –lah pada contoh-contoh di atas. Pada
kalimat (16c, 17b, 19a-b) partikel itu dapat diletakkan pada kalimat penghalus
atau pada verbanya (16d, 18c). Pada kalimat dengan verba di-, partikel –lah hanya
dapat ditempelkan pada kalimat penghalus saja (16c).
2.2.4 Kalimat
Imperatif Permintaan
Kalimat imperatif juga digunakan untuk
mengungkapkan permintaan. Kalimat
seperti itu ditandai oleh kata minta
atau mohon. Subjek pelaku kalimat
imperatif permintaan ialah pembicara
yang sering tidak dimunculkan. Perhatikan contoh berikut.
(21) a. Minta perhatian, saudara-saudara!
b. Minta ampun!
c. Minta maaf, Pak!
(22) a. Mohon memperhatikan aturan ini.
b. Mohon surat ini ditandatangani.
c. Mohon diterima dengan baik.
2.2.5 Kalimat
Imperatif Ajakan dan Harapan
Di dalam kalimat
imperatif, ajakan dan harapan tergolong kalimat yang biasanya didahului kata ayo(lah), mari(lah), harap, dan hendaknya. Perhatikan contoh berikut:
(23) a. Ayolah, masuk!
b. Ayo, cepat!
c. Ayo, kita beristirahat sebentar.
(24) a. Mari kita makan.
b. Mari ke sini sebentar.
c. Marilah kita bersatu.
(25) a. Harap duduk dengan tenang.
b. Harap membaca dulu.
(26) a. Hendaknya Anda pulang saja.
b. Hendaknya nasihat ini Anda
turuti.
2.2.6 Kalimat
Imperatif Larangan
Kalimat imperatif dapat bersifat
larangan dengan adanya kata jangan(lah).
Perhatikan contoh berikut:
(27) a. Jangan (kamu) naik.
b. Jangan (kamu) marah.
c. Janganlah (kamu) ke sana dulu.
d. Jangan berangkat hari ini.
e. Janganlah membaca di tempat gelap.
f. Jangan duduki bantal ini.
g. Janganlah kau hiraukan
tuduhannya.
2.2.7 Kalimat
Imperatif Pembiaran
Yang juga termasuk golongan kalimat
imperatif ialah pembiaran yang dinyatakan dengan katra biar(lah) atau biarkan(lah).
Sebetulnya dapat diartikan bahwa kalimat itu menyuruh membiarkan supaya sesuatu
terjadi atau berlangsung. Dalam perkembangannya kemudian pembiaran berarti
minta izin agar sesuatu jangan dihalangi. Perhatikan contoh berikut.
(28) a. Biarlah saya pergi dulu, kau tinggal di sini.
b. Biarlah kita bekerja di kebun
sekarang.
c. Biarkan saya yang menggoreng
ikan.
d. Biarkanlah saya menanyai orang
itu.
2.3 Kalimat Interogatif
Kalimat interogatif, yang juga dikenal
dengan nama kalimat tanya, secara formal ditandai oleh kehadiran kata tanya
seperti apa, siapa, lerapa, kapan, dan
bagaimana dengan atau tanpa partikel –kah sebagai penegas. Kalimat
interogatif diakhiri dengan tanda tanya (?) pada bahasa tulis dan pada bahasa
lisan dengan suara naik, terutama jika tidak ada kata tanya atau suara turun.
Bentuk kalimat interogatif biasanya digunakan untuk meminta (1) jawaban “ya”
atau “tidak”, atau (2) informasi mengenai sesuatu atau seseorang dari lawan
bicara atau pembaca (Alwi,
Hasan, dkk., 2010: 366).
Kalimat interogatif adalah kalimat yang
mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Jawaban bisa berupa ya atau tidak atau berupa
paparan yang panjang lebar. Halim dalam Tarmini (2013: 100) dalam bukunya yang berjudul Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa
Indonesia menyinggung perihal interogatif yang dikaitkan dengan intonasi.
Halim mengemukakan bahwa kalimat interogatif merupakan kalimat tanya yang
bergantung dengan jenis jawaban yang
dikehendaki atau yang diharapkan. Ada dua
tipe jawaban, pertama, jawaban yang menghendaki orang yang ditanya menjawab ya atau tidak dan kedua, jawaban yang menghendaki orang yang ditanya
menjawab dengan pemaparan berupa informasi
yang ditanyakan.
Kalimat yang berjawab ya-tidak dalam
bahasa Indonesia dihasilkan melalui salah satu tiga cara: (i) dengan
menggunakan indikator kata tanya apa dengan atau tanpa sufiks interogatif –kah; (ii) dengan menggunakan interogatif
–kah; dan (iii) dengan menggunakan
intonasi. Selanjutnya tipe kalimat interogatif kedua memerlukan penggunaan kata
tanya apa, siapa di mana, berapa, kapan, sebagainya
bergantung kepada masalahnya untuk mencari informasi baru. Halim mengemukakan
bahwa kata tanya ini mengisi gatra sebutan kalimat yang bersangkutan.
Selanjutnya, Lapoliwa dalam Tarmini (2013: 100) mengemukakan perihal
interogatif dalam bagian tulisan disertasinya yang berjudul Klausa Pemerlengkapan dalam Bahasa
Indonesia. Lapoliwa berpendapat bahwa kalimat interogatif berdasarkan
tujuan komunikatifnya dibedakan menjadi dua tipe kalimat interogatif yaitu (i)
kalimat interogatif informatif dan (ii) kalimat interogatif konfirmatoris.
Jenis kalimat interogatif informatif menuntut pendengar memberikan informasi
kepada pembicara, sedangkan jenis kalimat interogatif konfirmatoris menuntut
pendengar supaya menyatakan setuju mengenai suatu (hal) yang diungkapkan oleh
kalimat tersebut.
Kridalaksana dalam Tarmini (2013: 101) berpendapat bahwa
interogatif merupakan bentuk verba atau tipe kalimat yang dipergunakan untuk
mengungkapkan pertanyaan. Kridalaksana menyinggung perihal interogatif
sehubungan dengan pembahasannya mengenasi kelas
kata dalam bahasa Indonesia. Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif
yang berfungsi menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau
mengukuhkan apa yang telah diketahui oleh pembicara. Kridalaksana membagi
interogativa menjadi tiga bagian, yaitu interogativa dasar dan interogativa
turunan. Interogativa dasar, seperti apa,
bila, bukan, kapan, ,mana, masa; Interogativa turunan, seperti apabila, apakah, apaan, apa-apaan,
bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah, bukankah, dengan
apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain, siapa, yang mana,
masakan; Interogativa terikat, seperti-kah
dan –tah.
Moeliono dan Dardjowijojo dalam Tarmini
(2013:
101) mengemukakan bahwa kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya
menanyakan sesuatu atau seseorang. Demikian halnya, Djajasudarma dalam Tarmini
(2013:
101) mengemukakan bahwa makna kalimat
diwujudkan dari tanggapan pendengar atau pembaca kalimat tersebut dan
dikemukakan pula bahwa bentuk kalimat interogatif biasanya digunakan untuk
meminta (i) jawaban ya/tidak dan (ii) informasi sesuatu ataus eseorang dari
kawan bicara atau pembaca. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat
interogatif adalah kalimat yang berisi kalimat tanya yang dapat menghasilkan
jawaban ya, tidak, atau sebuah
informasi tentang sebuah kejadian.
Dengan demikian, pakar bahasa Indonesia
umumnya membagi interogatif menjadi dua bentuk, yaitu (i) bentuk kalimat yang
digunakan untuk mengungkapkan pertanyaan dengan jawaban ya/tidak dan (ii)
bentuk kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan pertanyaan dengan jawaban
berupa informasi. Berikut ini adalah bagan tipe interogatif yang dapat
dikemukakan berdasarkan pakar bahasa tersebut.
Bagan Tipe Interogatif
Sumber:
Halim (1984); Moeliono & Dardjowijojo (1988);
Lapoliwa
(1990); Kridalaksana (1944); Djajasudarma (1999).
|
-
Sistem
interogatif
Konstruksi interogatif bahasa Indonesia
memiliki kode/ciri interogatif tersendiri. Halim dalam Tarmini (2013: 102) mengemukakan bahwa tipe
interogatif ya/tidak dalam bahasa Indonesia dihasilkan melalui salah satu dari
tiga cara: (i) dengan menggunakan indikator kata tanya apa dengan atau tanpa sufiks interogatif -kah, (ii) dengan menggunakan interogatif –kah,
dan (iii) dengan menggunakan intonasi. Tipe kalimat interogatif dapat
dibentuk melalui penggunaan kata tanya apa,
siapa, di mana, berapa, kapan, dan sebagainya bergantung kepada masalahnya
untuk mencari informasi baru. Halim mengemukakan bahwa kata tanya ini mengisi
gatra sebutan kalimat yang bersangkutan.
Selanjutnya, Moeliono & Dardjowijojo
dalam Tarmini (2013:
103) mengemukakan bahwa ada lima cara untuk membentuk kalimat tanya atau
kalimat interogatif, yaitu (i) dengan menambahkan kata apa(kah), (ii) dengan membalikkan urutan kata, (iii) dengan memakai
kata bukan atau tidak, (iv) dengan mengubah intonasi kalimat, dan (v) dengan
memakai kata tanya. Demikian halnya, Djajasudarma dalam Tarmini (2013: 103) mengemukakan bahwa ada empat
cara untuk membentuk kalimat interogatif dari kalimat deklaratif, yakni (i)
dengan menambah partikel penanya apa(kah),
dengan membalikkan susunan kata, (iii) dengan menggunakan kata bukan (kah) atau tidak (kah), (iv) dengan mengubah intonasi menjadi naik.
Berdasarkan paparan yang dikemukakan
pakar bahasa di atas dapat dikemukakan tabel sistem interogatif sebagai
berikut.
Sistem
Interogatif dalam Bahasa Indonesia
Tokoh
|
Sintaktis:
Ciri-ciri sintaktis / sistem
interogatif
|
Halim
(1984);
|
Menggunakan
indikator kata tanya apa (kah);
menggunakan interogatif –kah;
menggunakan intonasi; menggunakan kata tanya
|
Moeliono
& Dardjowijojo (1988)
|
Menambah
kata apakah; membalikkan urutan
kata; menggunakan kata bukan / tidak; intonasi
kalimat; kata tanya.
|
Djajasudarma
(1999)
|
Partikel
interogatif; membalikkan susunan kata; menggunakan kata bukan/tidak; intonasi naik.
|
Cara-cara ataupun strategi yang
digunakan untuk membentuk kalimat inetrogatif seperti yang dikemukakan oleh
Halim (1984), Moeliono & Dardjowijojo (1988), Djajasudarma (1999), Ultan
(1978), dan Siemud (2001) di atas merupakan indikator yang dapat digunakan
sebagai alat pembentuk kalimat interogatif.
-
Penggunaan
Partikel
Partikel merupakan
salah satu alat interogatif yang digunakan untuk membentuk kalimat interogatif.
Partikel itu sendiri mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna
leksikal (Kridalaksana dalam Tarmini, 2013: 104). Moeliono & Dardjowijojo dalam
Tarmini (2013: 104) mengemukakan bahwa partikel interogatif –kah memiliki sifat manasuka bergantung
pada macam kalimatnya. Berikut ini adalah kaidah pemakainya.
a. Partikel
–kah membentuk kalimat tanya
Diakah yang akan
datang?
(Bandingkan:
Dia yang akan datang.)
Hari inikah pekerjaan
itu selesai?
(Bandingkan:
Hari ini pekerjaan itu harus selesai.)
b. Jika
dalam kalimat tanya sudah ada kata tanya seperti apa, di mana, bagaimana, maka partikel –kah bersifat manasuka. Pemakaian –kah menjadikan kalimatnya lebih formal dan sedikit lebih halus.
Apakah ayahmu
sudah datang?
Bagaimanakah
penyelesaian soal ini?
Ke manakah anak-anak
pergi?
c. Jika
dalam kalimat tidak ada kata tanya, maka –kah
akan memperjelas bahwa kalimat itu adalah kalimat tanya. Kadang-kadang urutan
katanya dibalik. Tanpa –kah, arti
kalimatnya bergantung pada cara kita mengucapkannya dapat berupa kalimat berita
atau kalimat tanya (Tarmini, 2013: 102-105).
Alwi, Hasan,
dkk. (2010: 366-370) mengemukakan bahwa ada empat cara membentuk
kalimat interogatif dari kalimat deklaratif: (1) dengan menambahkan partikel
penanya apa, yang harus dibedakan
dan kata tanya apa, (2) dengan membalikkan susunan kata, (3) dengan menggunakan
kata bukan(kah) atau tidak(kah), dan (4) dengan mengubah
intonasi menjadi naik. Kalimat deklaratif
dengan bentuk apapun (aktif, pasif, ekatransitif, dwitransitif, dan sebagainya)
dapat diubah menjadi kalimat tanya dengan menambahkan partikel apa pada kalimat tersebut. Partikel –kah dapat ditambahkan pada partikel
penanya itu mempertegas pertanyaan itu. Intonasi yang dipakai dapat sama dengan
intonasi kalimat berita.
Perhatikan contoh berikut.
(29) a. Dia istri Pak Bambang.
b. Apa dia istri Pak Bambang?
(30) a. Pemerintah akan memungut
pajak deposito.
b. Apa pemerintah akan memungut
pajak deposito?
(31) a. Suaminya ditangkap minggu
lalu.
b. Apakah suaminya ditangkap minggu
lalu?
(32) a. Perbuatannya ketahuan
istrinya.
b. Apakah perbuatannya ketahuan
istrinya?
Semua kalimat (b) dalam contoh (29-32)
memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Demikian pula, dengan contoh-contoh yang
berikutnya.
Cara
kedua, untuk membentuk kalimat tanya adalah dengan mengubah urutan kata dari
kalimat deklaratif. Ada beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam hal ini:
1. Jika
dalam kalimat deklaratif terdapat kata seperti dapat, bisa, harus, sudah, dan
mau, kata itu dapat dipindahkan ke awal kalimat dan ditambahkan partikel –kah.
Perhatikan
contoh berikut.
(33) a. Dia dapat pergi sekarang.
b. Dapatkah dia pergi sekarang?
(34) a. Narti harus segera kawin.
b. Haruskah Narti segera kawin?
(35) a. Dia sudah selesai kuliahnya.
b. Sudahkah dia selesai kuliahnya?
Bentuk seperti sedang, akan, dan telah
umumnya tidak dipakai dalam kalimat seperti ini.
2. Dalam
kalimat yang predikatnya nomina atau adjekiva, urutan subjek dan predikatnya
dapat dibalikkan dan kemudian partikel –kah
ditambahkan pada frasa yang telah dipindahkan ke muka.
Perhatikan
contoh berikut.
(36) a. Masalah ini urusan Pak
Ali.
b. Urusan Pak Alikah masalah ini?
(37) a. Linda pacar Rudi.
b. Pacar Rudikah Linda?
(38) a. Ayahnya sedang sakit.
b. Sedang sakitkah ayahnya?
(39) a. Anaknya malas.
b. Malaskah anaknya?
3. Jika
predikat kalimat adalah verba taktransitif, ekatransitif, atau semitransitif,
verba beserta objek atau pelengkapnya dapat dipindahkan ke awal kalimat dan
kemudian ditambah partikel –kah.
Perhatikan
contoh berikut:
(40) a. Dia menangis kemarin.
b. Menangiskah dia kemarin?
(41) a. Mereka bekerja di pabrik
roti.
b. Bekerjakah mereka di pabrik roti?
(42) a. Dia mencuri uang itu.
b. Mencuri uang itukah dia?
(43) a. Orang itu membunuh
adiknya.
b. Membunuh adiknyakah orang itu?
Perlu
dicatat di sini bahwa meskipun kalimat-kalimat di atas terdapat bahasa kita,
kalimat yang berobjek dan berpelengkap seperti ini lebih umum diubah menjadi
kalimat tanya dengan memakai partikel apa(kah):
Apa(kah) dia mencuri uang itu?
Cara ketiga, untuk membentuk kalimat
interogatif adalah dengan menempatkan kata bukan/bukankah,
(apa/atau) belum atau tidak.
Perhatikan cara pemakaian kata-kata itu pada contoh berikut:
(44) a. Dia sakit.
b. Dia sakit, bukan?
c. Bukankah dia sakit?
(45) a. Atma Jaya sudah mulai
kuliahnya.
b. Atma Jaya
sudah mulai kuliahnya, bukan?
c. Bukankah Atma Jaya sudah mulai
kuliahnya?
(46) a. Para anggota tidak
setuju.
b. Para
anggota tidak setuju, bukan?
c. Bukankah para anggota tidak
setuju?
(47) a. Para peserta sudah
datang.
b. Para
peserta sudah datang, (apa/atau) belum?
(48) a. Rahasianya sudah
ketahuan.
b. Rahasianya
sudah ketahuan, (apa/atau) belum?
(49) a. Kamu mengerti soal ini.
b. Kamu
mengerti soal ini, (apa/atau) belum?
(50) a. Paket ini akan dikirim.
b. Paket ini
akan dikirim, (apa/atau) belum?
Pada contoh-contoh di atas tampak bahwa
kata-kata bukan, dan tidak ditempatkan di akhir kalimat dan
didahului oleh koma. Kata belum dan tidak dapat didahului apa atau atau. Sementara itu, tampak bahwa kata bukankah seperti pada (44c), (45c), dan (46c) selalu ada di awal
kalimat. Kalimat yang diakhiri dengan kata ingkar selalu ada di awal kalimat.
Kalimat yang diakhiri dengan kata ingkar bukan,
belum, atau tidak dinamakan kalimat
interogatif embelan.
Cara keempat, yang dipakai untuk
membentuk kalimat interogatif adalah dengan mempertahankan urutan kalimatnya
seperti urutan kalimat deklaratif, tetapi dengan intonasi yang berbeda, yakni
intonasi yang naik. Urutan dalam contoh yang berikut adalah urutan kalimat deklaratif.
Tetapi, jika diucapkan dengan intonasi yang naik, maka berubahlah menjadi
kalimat interogatif.
(51) Jawabannya sudah diterima?
(52) Dia jadi pergi ke Medan?
(53) Penjahat itu belum tertangkap?
(54) Ungi mengikuti kuliah di Jurusan Teknik?
Cara
terakhir, untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan memakai kata tanya
seperti apa, berapa, siapa, kapan, dan mengapa. Sebagian
besar dari kata tanya itu dapat menanyakan unsur wajib dalam kalimat seperti
pada (55) dan (56), sebagian lain menanyakan unsur tak wajib seperti pada (57),
(58), dan (59). Jawaban atas berbagai pertanyaan itu bukan “ya” atau “tidak”.
(55) a. Dia mencari Pak Achmad.
b. Dia mencari
siapa?
(56) a. Pak Tarigan membaca buku.
b. Pak Tarigan
membaca apa?
(57) a. Minggu depan mereka akan berangkat ke Amerika.
b. Kapan mereka akan berangkat ke
Amerika?
(58) a. Keluarga Daryanto akan
pindah ke Surabaya.
b. Keluarga
Daryanto akan pindah ke mana?
(59) a. Dia memecahkan masalah
itu dengan baik.
b. Bagaimana dia memecahkan masalah
itu?
Letak sebagian besar kata tanya itu
dapat berpindah tanpa mengakibatkan perubahan apa pun. Dengan demikian, kalimat
Keluarga Daryanto akan pindah ke mana?
Dapat diubah menjadi Ke mana keluarga
Daryanto akan pindah?, dan seterusnya. Sebagian yang lain, seperti bagaimana, mempunyai letak yang tegar,
yakni di awal kalimat. Jadi, kalimat (59b) tidak dapat diubah menjadi Dia memecahkan masalah itu bagaimana?.
Kalimat interogatif yang memakai kata
tanya siapa atau apa yang juga menggantikan unsur wajib dalam kalimat mengakibatkan
perubahan struktur kalimat jika dipindahkan ke bagian depan. Perhatikan kembali
kalimat (55b) dan (56b) di atas. Jika siapa
dan apa kita pindahkan ke depan,
seluruh konstruksi kalimat beruah. Bandingkan dengan (a) dan (b) berikut:
(60) a. Dia mencari siapa?
b. Siapa yang dia cari?
(61) a. Pak Tarigan membaca apa?
b. Apa yang dibaca Pak Tarigan?
Penempatan siapa dan apa di awal
kalimat mengakibatkan dua hal: (1) kata sambung relatif yang harus muncul dan (2) kalimat sesudah kata sambung itu harus dalam bentuk pasif. Sebagai
akibat dari perpindahan itu, urutannya menjadi predikat dan subjek seperti
terlihat pada diagram berikut.
Siapa
yang dia cari?
P S
Apa
yang sedang dibaca Pak Ton?
P S
Kata tanya siapa dan apa pada contoh di atas menggantikan objek kalimat yang kemudian
dipindahkan ke depan. Ada pula pemakaian lain dari kedua kata itu, yakni untuk
menggantikan subjek kalimat. Perhatikan contoh yang berikut:
(62) a. Icuk memenangi pertandingan itu.
b. Siapa yang memenangi pertandingan itu?
(63) a. Topan Susie menghancurkan desa mereka.
b. Apa yang menghancurkan desa mereka?
Pada contoh (b) di
atas, siapa dan apa masing-masing menggantikan subjek Icuk dan topan Susie.
Akan tetapi, dari contoh di atas tampak pula bahwa kata sambung yang umumnya juga harus muncul. Perlu
dicatat bahwa apa dan siapa dalam kalimat (62b) dan (63b) itu
menjadi predikat, sedangkan sisa kalimat menjadi subjek.
Perlu dicatat pula
bahwa jika kalimat interogatif dijadikan bagian dari kalimat deklaratif,
kalimat interogatif itu kehilangan sifat keinterogatifannya sehingga tanda baca
yang dipakai pun adalah tanda titik, dan bukan tanda tanya.
Perhatikan contoh
berikut.
(64) Saya tidak tahu kapan mereka akan berangkat.
(65) Kami mengerti bagaimana perasaan dia.
(66) Pak Menteri tidak peduli apa
Anda setuju atau tidak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
a. Kalimat
deklaratif dalam bahasa Indonesia merupakan kalimat yang mengandung
maksud memberitakan sesuatu kepada lawan tutur. Sesuatu yang
diberitakannya, umumnya, merupakan pengungkapan suatu peristiwa atau suatu
kejadian, baik dalam bentuk tuturan langsung maupun tidak langsung.
b. Kalimat
imperatif adalah kalimat yang bertujuan memberikan perintah kepada orang lain
untuk melakukan sesuatu. Biasanya diakhiri dengan tanda seru (!). Dalam bentuk
lisan, kalimat perintah ditandai dengan intonasi tinggi.
c. Kalimat
interogatif adalah kalimat yang dibentuk untuk mendapatkan responsi berupa
jawaban. Secara formal, kalimat tanya ditandai oleh hadirnya kata tanya seperti
apa, siapa„berapa, kapan, dan juga diakhiri oleh tanda tanya (?) pada bahasa
tulis, sedangkan pada bahasa lisan, ditandai dengan intonasi naik jika ada kata
tanya atau intonasi turun.
3.2
Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan
dalam makalah ini adalah agar dalam penggunaan kalimat deklaratif, kalimat
imperatif, dan kalimat
interogatif dalam bahasa
Indonesia harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Dalam
berbahasa, baik secara lisan maupun tulis, kita sebenarnya tidak mengunakan
kata-kata secara lepas. Akan tetapi, kata-kata itu terangkai mengikuti aturan
atau kaidah yang berlaku sehingga terbentuklah rangkaian kata yang dapat
mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan. Rangkaian kata yang dapat
mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan itu dinamakan kalimat. Memberi
definisi suatu kata dapat bertujuan untuk memperjelas maksud suatu kata
tertentu. Memberikan definisi pada suatu kata sering ditulis atau disajikan
dalam suatu proposal, karya tulis, karya ilmiah, tesis, skripsi, ceramah,
seminar, dan kegiatan lainnya. Dengan adanya definisi yang jelas, suatu
pembicaraan atau uraian kalimat akan lebih mudah diterima dan dicerna oleh
pembaca atau pendengar. Selain itu definisi juga berfungsi untuk memberikan
batasan-batasan suatu teori atau permasalahan yang sedang diteliti atau
diuraikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mencari definisi
suatu kata dengan menggunakan kamus yang berupa buku. Tentunya cara tersebut
dirasa masih kurang praktis karena harus membuka lembar demi lembar untuk mencari definisi
atau arti dari kata yang sedang dicari. Jika anda sedang bekerja berhadapan
dengan komputer, tentu akan lebih enak mencari definisi kata menggunakan media
online yang langsung akan memberikannya kepada anda tanpa harus bersusah payah.
Definisi yang disajikan dapat berupa kata dalam bahasa Indonesia maupun kata
dalam bahasa lain khususnya bahasa Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Tarmini,
2013. Sintaksis Bahasa Indonesia.
Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Alwi,
Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
makasih bg
BalasHapusBlog yang sangat bermanfaat untuk kalangan karyawan...
BalasHapusJudi Ceme Online
Agen Ceme Online
IDN Poker Online
Artikel yang menarik, bagikan yang lain juga untuk menambah wawasan saya,,
BalasHapusdan admin saya ingin promosi soal situs saya, langsung gabung dan menangkan jackpot jutaan rupiah.
Agen IDN Poker
Judi Poker Online
Poker IDN Indonesia
Terimakasih untuk postingan yang menarik ini min,, sunggu membantu semua orang dan juga saya ingin promosikan situs saya http://lagapoker.net/
BalasHapusAgen Poker Online
Agen Poker Resmi
Judi Poker Indonesia
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus