KAJIAN KLAUSA, KALIMAT AKTIF,
DAN PASIF
I.
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas
beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, tujuan, dan
permasalahan. Pembahasan secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.1
Latar
Belakang
Pembicaraan mengenai klausa
tidak dapat dilepaskan dengan masalah kalimat. Klausa merupakan sebuah
konstruksi ketatabahasaan yang dapat dikembangkan menjadi kalimat.
Tata bahasa tradisional
mendasarkan analisisnya pada arti. Kalimat ditentukan berdasarkan arti sebagai
susunan kata-kata yang menyatakan suatu maksud, perasaan, atau buah pikiran.
Fungsi-fungsi unsur kalimat juga ditentukan berdasarkan arti. Subjek dijelaskan
sebagai hal atau sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan dan predikat dijelaskan
sebagai unsur kalimat yang memberi keterangan pada predikat.
Kalimat aktif dan kalimat
pasif dalam tata bahasa tradisional ditentukan berdasarkan arti. Kalimat aktif
ialah kalimat yang subjeknya melakukan tindakan dan kalimat pasif ialah kalimat
yang subjeknya menderita akibat tindakan yang tersebut pada predikat. Makalah ini
mencoba menguraikan materi kajian klausa Bahasa
Indonesia, kajian kalimat aktif dan pasif bahasa indonesia.
Permasalahan
1.
Apakah pengertian klausa itu?
2.
Apa sajakah unsur fungsional
klausa?
3.
Apa sajakah unsur kategorial
klausa?
4.
Bagaimanakah unsur peran
klausa?
5.
Bagaimanakah analisis klausa?
6.
Apakah pengertian kalimat
aktif?
7.
Bagimanakah contoh kalimat
aktif?
8.
Apakah pengertian kalimat
pasif?
9.
Bagaimanakah contoh kalimat
pasif?
1.2 Tujuan
1.
Unuk mengetahui pengertian
klausa.
2.
Untuk mengetahui unsur fungsional
klausa.
3.
Untuk mengetahui unsur
kategorial klausa.
4.
Untuk mengetahui unsur peran
klausa.
5.
Unuk menganalisis klausa.
6.
Untuk mengetahui pengertian
kalimat aktif.
7.
Untuk mengetahui contoh
kalimat aktif.
8.
Untuk mengetahui pengertian
kalimat pasif.
9.
Untuk mengetahui contoh
kalimat pasif.
II.
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas
beberapa hal yang berkaitan dengan mengetahui pengertian klausa, unsur
fungsional klausa, unsur kategorial klausa, unsur peran klausa, analisis klausa,
pengertian kalimat aktif, contoh kalimat aktif, pengertian kalimat pasif, contoh
kalimat pasif.
2.1 Kajian Klausa Bahasa Indonesia
Kajian klausa bahasa Indonesia ini
terdiri atas pengertian klausa, unsur fungsional klausa, unsur
kategorial klausa, unsur peran klausa, analisis klausa.
2.1.1 Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata yang sekurang
kurangnya terdiri dari subjek dan predikat. Dapat juga dikatakan, bahwa klausa
adalah kalimat atau kalimat-kalimat yang menjadi bagian dari kalimat majemuk. Ramlan
(1987:89) mengemukakan, klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri
dari S P baik disertai O, PEL, dan KET ataupun tidak. Dengan ringkas, klausa
ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam
kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh
juga tidak ada.
Klausa merupakan sebuah konstruksi ketatabahasaan yang dikembangkan
menjadi kalimat. Dengandemikian, klausa dapat pula sebagai kalimat dasar. Kalimat dasar merupakan kalimat deklarasi yang
memiliki struktur predikasi. (Kushartanti,2005:131 dalam Tarmini, 2013)
menggolongkan klausa berdasarkan statusnya, yaitu:
(i)
Klausa bebas,
yaitu klausa yang dapat berdiri sendiri menjadi suatu kalimat.
(ii)
Klausa terikat,
yaitu klausa yang tidak dapat berdiri sendiri di sebuah kalimat. Dalam hal ini
kita dapat menandai keberadaannya sebagai konjungsi tertentu, seperti bahwa atau sehingga.
Sebagai contoh, kalimat berikut terdiri atas satu klausa bebas dan
klausa terikat.
Kami datangsebelum pertunjukan dimulai
klausa bebas klausa terikat
Dalam kajian
sintaksis, klausa merupakan unsur dasar pembentuk kalimat. Akan tetapi, ada
kalimat-kalimat yang tidak terbentuk dari klausa. Kalimat-kalimat seperti ini lazim
disebut kalimat tanklausa atau kalimat minor.
Contoh:
Selamat siang !
Pagi !
Setan !
Ayo!
Untuk membedakan klausa dari kalimat, ada semacam konvensi dalam
kajian sintaksis, bahwa penulisan klausa tidak diawali dengan huruf besar dan
tidak diakhiri dengan tanda baca titik, tanya, atau seru. sebagaimana diatur
dalam ejaan, penulisan kalimat diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan
tanda titik, tanya, atau seru. Pemakaian tanda baca ini bergantung pada jenis
kalimat tersebut. Kalimat berita diakhiri dengan tanda titik, kalimat tanya
diakhiri dengan tanda tanya, dan kalimat seru diakhiri dengan tanda seru.
Seperti halnya kalimat, klausa juga memiliki unsur-unsur fungsional,
kategorial, dan peran. Unsur – unsur tersebut dapat diuraikan pada bagian
berikut.
2.1.2 Unsur Fungsional Klausa
Klausa memunyai unsur-unsur fungsional, seperti Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), Komplemen(Kom) , dan Keterangan (K). Kelima unsur
tersebut memang tidak selalu
bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang, satu klausa hanya
terdiri atas S dan P, kadang-kadang terdiri dari S, P, dan O, kadang-kadang
terdiri dari S, P, dan Pel, kadang-kadang terdiri dari S, P, dan KET,
kadang-kadang terdiri dari S, P, PEL, dan KET, kadang-kadang terdiri dari P
saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P,
unsur-unsur lain mungkin ada, mungkin juga tidak ada (Ramlan, 1987).
Contoh :
-
Rusa
ituberlari.
-
Pahlawan
itumenyerang musuh
-
Mereka bermain
bola.
-
Adikbermaindi
serambi depan.
-
Murid
itumengerjakantugasdi dalam kelas
-
Merekabermainlayang-layangdi
lapangan.
-
Pergi!Unsur kategorial adalah jenis/kelas kata yang menjadi inti frasa.
Kategori frasa menduduki masing –masing unsur fungsional klausa. Pada
pembicaraan tentang penamaan unsur – unsur frasa tersebut, sebenarnya kategori
frasa
2.1.3 Unsur Kategorial Klausa
Unsur kategorial klausa dapat digolongkan menjadi lima bagian,
yaitu (a) frasa nominal ; (b) frasa verba ; (c) frasa adjektif; (d) frasa
bilangan; dan (e) frasa depan ( frasa proposisi). Frasa-frasa inilah yang
berfungsi mengisi unsur fungsional klausa. Untuk memperjelas kaitan unsur
fungsional dengan unsur kategorialnya, perhatikanlah konstruksi klausa siswa itu akan membacakan sebuah puisi di
depan kelas. Klausa tersebut terdiri
atas unsur fungsional S (siswa itu), P (akan membacakan), O (sebuah puisi), dan
K ( di depan kelas). Masing –masing unsur fungsional ini diduduki oleh frasa
yang berkategori nominal, verbal, nominal, dan preposisi. Hubungan ini dapat
digambarkan dengan bagan sebagai berikut.
Klausa : siswa
ituakan membacakansebuah puisidi depan kelas
Unsur Fungsi : S P O K
Kategori : Nomina verba nomina preposisi
2.1.4 Unsur Peran Klausa
Unsur peran merupakan salah satu pengisi unsur fungsional. Unsur
peran ini berkaitan dengan makna gramatikal/sintaksis. Dengan pengisian unsur
peran ini, dapatlah diketahui makna yang ada pada masing-masing unsur
fungsional tersebut. Dalam hubungannya dengan pengisi kategori, pengisi peran
berkaitan dengan makna (semantis), dan pengisian kategori berkaitan dengan
kelas kata (jenis kata).
Kaitan ketiga unsur klausa, yaitu fungsi, kategori, dan peran dapat
dijelaskan sebagai berikut. Unsur fungsional klausa, seperti S,P,O,Kom, dan
Ket. Di isi dengan frasa yang berkategori tertentu dan yang bermakna gramatikal
tertentu pula. Hubungan ketiga unsur klausa ini dapat dicontohkan berikut ini.
Klausa : Franciscamembunuhtikus
di kamar
Fungsi : S P O K
Kategori :
nomina verba nomina
preposisi
Peran :
pelaku perbuatan sasaran
tempat
Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang menganalisis klausa
berdasarkan fungsi, kategori, dan peran, secara rinci dapat disimak pada uraian
analisis kalimat pada bagan ini.
Ramlan (1987:37) mengemukakan makna pengisi unsur klausa yang dapat
digambarkan dengan bagan sebagai berikut.
Subjek
|
Predikat
|
objek
|
pelengkap
|
keterangan
|
Pelaku
Alat
Sebab
Penderita
Hasil
Tempat
Penerima
Pengalam
Dikenal
terjumlah
|
Perbuatan
Keadaan
Keberadaan
Pengenal
Jumlah
|
Penderita
Penerima
Tempat
Alat
hasil
|
Penderita
alat
|
Tempat
Waktu
Cara
Penerima
Peserta
Alat
Sebab
Pelaku
Keseringan
Perbandingan
Perkecualian
|
Kridaklasana (2002:79) dalam tarmini mengemukakan pembedaan unsur
klausa dengan istilah peran. Jenis-jenis peran yang dikemukakan, sebagai
berikut.
1.
Penanggap
Peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa yang lingkungannya
atau yang mengalami proses psikologis penanggapan berupa ‘yang mengingini’,
‘yang mencintai’, yang menghargai menderita penghinaan’, cemooh’, dan
sebagainya.
Contoh : mereka sangatbahagia.
Anak itu pandai.
Yatim piatu itu kehilangan orang tuanya.
2.
Pelaku
Peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa atau mendorong suatu
proses untuk bertindak.
Contoh : Rahmat memegang
tongkat.
3.
Pokok
Peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa atau tak bernyawa
yang diterangkan oleh benda lain.
Contoh : Karedok adalah makanan khas Jawa Barat.
4.
Ciri
Peran yang bersangkutan dengan benda yang menerangkan benda lain,
dalam hal ini pokok.
Contoh :
Karedok adalah makanan khas Jawa Barat.
Pak Ali guru
saya.
5.
Sasaran
Peran yang berhubungan dengan benda yang membatasain perbuatan dan
tindakan yang mengalami perubahan atau yang berubah tempatnya atau letaknya.
Contoh : Tuti
sangat mencintai ayahnya.
6.
Hasil
Peran yang bersangkutan dengan
benda yang menjadi hasil tindakan prediktor.
Contoh : Ibu
menanak nasi
Dia menulis novel
7.
Pengguna
Peran yang bersangkutan dengan benda yang mendapat keuntungan dari
predikator.
Contoh : Ibu
menjahitkan adik baju.
8.
Ukuran
Peran yang bersangkutan dengan benda yang mengungkapkan ukuran
benda lain.
Contoh : bayi itu
beratnya 4kg
9.
Alat
Peran yang bersangkutan dengan benda tak bernyawa yang dijadikan
untuk menyelesaikan suatu perbuatan atau mendorong suatu yang menimbulkan untuk
terjadinya sesuatu.
Contoh : Ibu memotong kue dengan
pisau.
10. Tempat
Peran yang bersangkutan dengan benda di mana, ke mana ialah
predicator atau perbuatan terjadi.
Contoh : Kaoal Tampomas II tenggelam di laut Masalembo.
11. Sumber
Peran yang bersangkutan dengan memiliki atau benda pemilihtukar
–menukar
Contoh : Koko memberi
Kiki bunga.
12. Jangkauan
Peran yang bersangkutan dengan benda yang menjadi ruang lingkup
predikator.
Contoh : Bandarlampung meliputi Tanjung Karang, Teluk Betung, dan Panjang.
13. Penyerta
Peran yang bersangkutan dengan benda yang mengikuti pelaku.
Contoh : Dosen itu pergi ke Bali dengan mahasiswanya.
14. Waktu
Peran yang bersangkutan dengan waktu terjadinya predikator.
Contoh : Kemarin ia
datang.
15. Asal
Peran yang bersangkutan dengan bahan terjadinya benda.
Contoh : Cincin itu terbuat dari platina.
Seperti halnya
dengan fungsi sintaksis, fungsi semantis menyangkut pula interaksi di antara
satu unsur dengan unsur lain. Artinya satu satuan gramatikal dikatakan
berfungsi tertentu hanya bila ada fungsi lain. Jadi, secara ilmiah fungsi
gramatikal ini diwujudkan dalam konstruksi. Interaksi semantis diantara
satuan-satuan gramatikal dapat dirumuskan sebagai hubungan di antara predikator
dengan argument dalam suatu proposidi (Kridaklasana, 2002:59 dalam Tarmini, 2013).
2.1.5 Analisis Klausa
Klausa dapat dianalisis
berdasarkan tiga dasar, yaitu :
1. Berdasarkan fungsi unsur-unsurnya.
2. Berdasarkan kategori kata atau
frase yang menjadi unsurnya.
3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya.
2.1.5.1 Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa
terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, PEL dan KET.
Kelima unsur itu memang tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa.
Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P, Kadang-kadang terdiri
dari S, P dan O, kadang-kadang terdiri dari S, P, dan PEL, Kadang-kadang
terdiri dari S, P, dan KET, kadang-kadang terdiri dari S, P, O, dan KET,
kadang-kadang terdiri dari S, P, PEL dan KET, kadang-kadang terdiri dari P saja.
Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P; unsur-unsur
yang lain mungkin ada, mungkin juga tidak ada.
2.1.5.2 S dan P.
Sebelum
dijelaskan apa yang dimaksud dengan S dan P dan dasar penentuannya, lebih
dahulu marilah kita perhatikan dua kalimat di bawah ini :
(1) Ibu tidak berlari-lari.
(2) Badannya sangat lemah.
Dengan
demikian, unsur ibu merupakan S
klausa itu, dan unsur tidak berlari-lari merupakan
P-nya, atau dengan kata lain, unsur ibu menempati
fungsi S dan unsur tidak berlari-lari menempati fungsi P.
Unsur
badanya merupakan S klausa itu, dan
unsur sangat lemah merupakan P-nya,
atau dengan kata lain, unsur badanya menduduki
fungsi S, dan unsur sangat lemah menduduki fungsi P.
Berdasarkan
strukturnya, S dan P dapat dipertukarkan tempatnya, maksudnya S mungkin
terletak di muka P, atau sebaliknya P mungkin terletak di muka S. Kalimat (1)
dan (2) di atas dapat diubah susunan unsur klausanya menjadi :
(3) Tidak
berlari-lari ibu.
(4) Sangat lemah badannya.
Unsur
tidak berlari-lari (3) dan sangat lemah (4) menduduki fungsi P, sedangkan unsur
ibu (3) dan badannya (4) mengduduki fungsi S.
2.1.5.3O dan PEL.
P mungkin terdiri dan golongan kata verbal transitif,
rnungkin terdiri dan golongan kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdiri
dari golongan-golongan kata yang lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu. Misalnya:
(5) Pemerintah akan
menyelenggarakan pesta seni.
Kalimat
(5) di atas terdiri dan klausa pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni, yang
terdiri dari tiga unsur fungsional, yaitu pemerintah sebagai S, unsur akan
menyelengarakan sebagai P, dan unsur
pesta senisebagaiO, yang di sini disebut O1. Disebut O1 karena ada kata verbal
transitif yang menuntut hadirnya dua buah O sehingga di samping O1 terdapat O2. O1 selalu terletak di belakang P
yang terdiri dan kata verbal transitif. Karena P itu terdiri dari kata verbal transitif,
maka klausa itu dapat diubah menjadi klausal
pasif. Apabila dipasifkan, kata atau frase yang menduduki fungsi O1 menduduki fungsi S.
PEL
mempunyai persamaan dengan O, baik O1 maupun O2, yaitu
selalu terletak di belakang P. Perbedaannya ialah O selalu terdapat dalam
klausa yang dapat dipasifkan, sedangkan PEL terdapat dalam klausa yang tidak
dapat diubah menjadi bentuk pasif atau rnungkin juga terdapat dalam klausa
pasif. Misalnya
(6) Orang itu selalu berbuat kebaikan.
(7) Anak itu dibelikan baju baruoleh Pak Sastro.
Kata kebaikan pada kalimat (6) di atas menduduki fungsi PEL karena kata itu selalu terletak di belakang P yang terdiri dari kata verbal intransitit sehingga klausa itu tidak
dapat diubah menjadi klausa pasif. Frase baju baru pada kalimat (7) juga menduduki fungsi PEL karena frase itu selalu
terletak di belakang P dalam klausa
pasif. Sedangkan, frase oleh Pak
Sastro menduduki fungsi KET karena unsur ini mempunyai letak yang
bebas, dapat terletak di depan S P. bahkan dapat juga dipindahkan ke tempal antara S dan P :
2.1.5.4. KET
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P,O, dan PEL dapat
diperkirakan menduduki fungsi KET. Berbeda dengan O dan PEL yang selalu terletak di belakang P. dalam
suatu klausa KET pada umumnya mempunyai letak yang bebas artinya dapat terletak di
depan SP, dapat terletak di antara S dan P, dan dapat juga terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P
dan O dan di antara P dan PEL karena O dan PEL boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang P, setidak-tidaknya rnempunyai kecenderungan demikian. Misalnya :
(8) Akibattaufandesa-desa itu musnah.
Dalam kalimat (8) di atas unsur yang menduduki fungsi KET ialah unsur akibattaufan yang terletak di muka S P. Unsur KET itu dapat dipindahkan ke
antara S dan P, dan dapat juga
dipindahkan ke belakang S P, menjadi :
(9) Desa-desa ituakibat taufanmusnah.
(10) Desa-desa itu musnah akibattaufan.
2.1.5.5 Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang Menjadi Unsurnya.
Analisis klausa berdasarkan kategori kata
atau frasa yang menjadi unsur-unsur klausa itu di
sini disebut analisis kategonial. Sudah tentu analisis kategorial itu tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan sesungguhnya merupakan lanjutan dari analisis fungsional. Sebagai contoh, misalnya diambil kalimat :
(1) AkU sudah menghadap komandan tadi.
Klausa kalimat (1) di atas jika dianalisis
secara fungsional,
hasilnya sebagai berikut
hasilnya sebagai berikut
Aku
|
Sudah menghadap
|
komandan
|
Tadi
|
S
|
P
|
O1
|
KET
|
Unsur aku menduduki fungsi S, unsur sudah menghadap menduduki fungsi P,
unsur komandan menduduki fungsi O1, dan unsur tadi menduduki fungsi
KET. Jadi, jika klausa itu dianalisis secara fungsional dan kategorial,
hasilnya sebagai berikut
|
aku
|
Sudah
menghadap
|
Komandan
|
Tadi
|
F
|
S
|
P
|
O1
|
KET
|
K
|
N
|
V
|
N
|
Ket
|
Dari pengamatan terhadap bahasa Indonesia,
dapat disimpulkan bahwa S selalu terdiri dari kata atau frase yang termasuk kategori N.
PEL
tidak sarna dengan O. Kalau O selalu terdiri dari kata atau frase yang termasuk
kategoni N, sebaliknya PEL rnungkin terdiri dari kata atau frase yang termasuk
kategoti N, V dan mungkin juga Bil. Misalnya:
(1) Dahulu mereka bersenjatakan bambu runcing.
(2) Anak itu sedang belajar
berjalan.
(3) Harimaunya bertambah satu.
Pada kalimat (1) PEL-nya bambu
runcing yang termasuk kategori N, pada kalimat (2) unsur berjalan yang termasuk kategori V, dan
pada kalimat (3) unsur satu yang
termasuk kategori Bil. KET mungkin terdiri dari kata atau frase yang
termasuk kategori Ket, mungkin terdiri dari FD, mungkin terdiri
dan kata atau frase golongan N, dan mungkin pula terdiri dan kata atau frase
golongan V. Misalnya
(1) Kini Inggris menjadi negara
sosialis yang kuat.
(2) Lusa kita akan mengadakan
rapat pula.
(3) Ia membasuh tangannya dengan
air hangat.
(4) Koperasi mengumpulkan modal secara gotong
royong.
Pada kalimat (1)dan (2) PEL terdiri dan kata golongan Ket, yaitu kata kini
dan lusa; Pada kalimat (3) dan (4) terdiri dan FD, yaitu dengan air hangat dan secara
gotong royong;
Jika analisis kategorial itu diikhtisarkan, akan
diperoleh ikhtisar sebagal berikut: S : N
P : N/V/Bit/ED
O : N
PEL : N/V/Bil
KET : Ket/FD/N
Maksudnya S terdiri dan N; P terdiri dan N, atau V, atau Bil, atau FD; O terdiri dan N; PEL terdiri dan N, atau V, atau Bil;
dan KET terdiri dan Ket, atau FD, atau N.
2.1.5.6 Penggolongan Klausa Berdasarkan Struktur
Internnya
Klausa yang terdiri atas S dan P disebut klausa lengkap sedangkan
klausa yang tidak ber-S disebut klausa tak lengkap. Klausa lengkap, berdasarkan
struktur internnya, dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
a)
Klausa lengkap
yang S-nya terletak di depan P disebut klausa lengkap susun biasa,
Contoh :1. badan orang itusangat besar
S P
2. Para tamumasuklah ke ruang tamu
S P K
Contoh klausa (1) dan (2) di atas disebut klausa lengkap susun.
Klausa yang memiliki unsur fungsional SP contoh klauasa (1) dan SPK pada contoh
(2).
b)
Klausa lengkap
yang S-nya terletak di belakang P disebut klausa lengkap susun balik atau klausa inversi,
Contoh : 3. sangat
besarbadan orang itu.
P S
4. masuklahpara
tamuke ruang tamu
P
S K
Selanjutnya, pada klausa (3) dan (4) berikut ini disebut klausa
susun balik atau klausa inversi dengan unsul fungsional yang terdiri atas PS
dan PSK.
c)
Klausa tidak
lengkap sudah tentu terdiri atas unsur P, disertai O, Kom., K, atau tidak.
Contoh : 5. sedang bermain-main
P
6. menulissurat
P O
7. telah berangkatke Jakarta.
P K
2.1.5.7 Penggolongan klausa berdasarkan ada-tidaknya
kata negatif yang secara gramatik
mengaktifkan P
Berdasarkan ada-tidaknya kata negatif yang secara gramatik
menegatifkan atau mengingkarkan P, klausa dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu:
1.
Klausa positif
2.
Klausa negatif
2.1.5.8 Klausa positif
Klausa
positif ialah klausa yang tidak memiliki kata negatif yang secara gramatik menegatifkan
P. Kata-kata negatif itu ialah tidak,
tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Misalnya:
a.
Mereka diliputi
oleh perasaan senang
b.
Mertua itu
sudah dianggapnya sebagai ibunya
c.
Muka mereka
pucat-pucat
d.
Ia teman akrab
saya
2.1.5.9 Klausa negatif
Klausa
negatif ialah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara gramatik
menegatifkan P. Seperti telah disebutkan di atas, kata-kata negatif itu ialah tidak, tak, tiada, bukan, belum dan jangan.
Berdasarkan
artinya kata negatif ialah kata yang mengingkarkan kata lain dan secara
gramatik kata negatif itu ditentukan oleh adanya kata penghubung melainkan yang menuntut adanya kata
negatif pada klausa yang mendahuluinya. Misalnya:
1.
Dia tidak langsung pulang, melainkan berputar-putar di jalan
Thamrin dan Jenderal Sudirman.
Kata
tidak pada kalimat dia atas tidak
dapat dibuangkan sehingga kalimat di bawah ini merupakan kalimat yang tidak
gramatik.
2.
Dia langsung
pulang, melainkan berputar-putar di jalan Thamrin dan Jenderal Sudirman.
Dari
kalimat a dan b di atas jelaslah bahwakata penghubung melainkan menuntut adanya kata negatif pada klausa yang
mendahuluinya.
Kata
negatif tidak yang kadang-kadang di
pendeekkan menjadi tak digunakan
untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata atau frase golongan V dan FD. Misalnya:
3.
Anak-anak tidak naik kelas
4.
Mereka tidak malas
5.
Orang tuanya tidak di rumah
6.
Anaknya sudah
lama tidak mau makan
7.
Pekarangan
rumah itu tak terpelihara
Kata
negatif tiada mula-mula berarti
‘tidak ada’. Misalnya:
8.
Orang tuanya
sudah tiada
9.
Harta bendanya
sudah habis, tiada bekasnya
Disamping
itu, kata negatif tiada, kadang-kadang
digunakan sejajar dengan penggunaan kata negatif tidak. Misalnya:
10. Anak-anak tiada naik kelas
11. Mereka tiada malas
12. Orang tuanya tiada di rumah
13. Anaknya sudah lama tiada mau
makan
14. Pekarangan rumah itu tiada
terpelihara
Penggunaan
kata tiada seperti dalam klausa
(10-14) di atas pada waktu sekarang jarang sekali kita temui.
Kata
negatif bukan digunakan untuk
menegatifkan P yang terdirri dari kata atau frase golongan N. Misalnya:
15. orang itu bukan tetangga saya
16. dia bukan pegawai negeri
17. gedung itu bukan gedung
pertemuan
18. yang dicari bukan dia
dalam
kalimat luas kata bukan dugunakan
juga di muka kata atau frase golongan V, FD, dan Bil, apabila klaausa-klausanya
dihubungkan dengan kata penghubung melainkan.
Misalnya:
19. Ia bukan membaca melainkan
hanya melihat gambar-gambar.
20. Ibu bukan ke pasar melainkan
ke ruumah sakit.
21. Kambingnya bukan lima melainkan
lima belas.
Kata
bukan dalam kalimat-kalimat (19-21)
tidak menyatakan maknaa ‘ingkar’ melainkan menyatakan makna ‘sangkalaan’
Kata
negatif belum digunakan untuk
menegatifkan P yang terdiri daru kata atau frase golongan V, FD, dan Bil.
Bedanya dengan kata negatif tidak
ialah bahwa dengan kata negatif belum suatu
perbuatan atau peristiwa akan dilakukan ataau terjadi. Misalnya:
22. Kami belum berangkat
23. Mereka belum membaca buku itu
24. Ia belum tua benar
25. Ibu belum ke pasar
26. Ayah belum tidur
27. Anaknya belum sepuluh
Kata
negatif jangan dipakai untuk
menegatifkanPyang terdiri dari kata atau frase golongan V atau FD. Berbeda
dengan kata tidak, kata negatif ini
digunakan untuk melarang. Misalnya:
28. Jangan lari
29. Jangan
mengobrol saja
30. Jangan ke pasar
dahulu
Secara
gramatik kata negatif yang terletak di depan P itu menegatifkan P tetapi
sesungguhnya secara semantik belum tentu demikian. Memang dalam kalimat
31. Ia tidak membeli
Kata
tidak secara gramatik dan semantik
menegatifkan P ialah membeli tetapi dalam kalimat
32. Ia tidak membeli buku
Secara
semantik kata tidak mungkin
menegatifkan kata buku. Hal itu menjadi jelas apabila kalimat (32) itu
diperluas menjadi
33. Ia tidak membeli buku melainkan membeli pensil.
Dari kalimat (33) di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kata tidak pada kalimat (32) dan (33) secara semantik
menegatifkan kata buku.
Dalam kalimat
34. Ia tidak membeli buku di toko buku itu.
Secara
semantik kata tidak dapat
menegatifkan kata buku dan dapat juga
menegatifkan di toko buku itu. Kalimat
(34) itu mungkin menyatakan bahwa ‘di toko buku itu ia tidak membeli buku’
melainkan membeli yang lain’, mungkin pula menyatakan bahwa ‘iaa tidak membeli
buku di toko buku itu melainkan di toko buku lain’.
2.1.5.10 Penggolongan Klausa Berdasarkan Kategori
Kata atau Frase yang Menduduki Fungsi P
Di atas dikemukakan bahwa P mungkin terdiri dari kata atau frase
golongan N, V, Bil, dan FD. Maka berdasarkan golongan atau kategori kata atau
frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu :
1. Klausa nominal
2. Klausa verbal
3. Klausa bilangan
4. Klausa depan.
2.1.5.11 Klausa Nominal
Klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frasa
golongan N. Misalnya :
(1) ia guru
(2) rumah-rumah itu rumah dinas Departemen Penerangan
(3) yang dibeli orang itu sepeda
(4) yang diperjuangkan kebenaran
Kata golongan N ialah kata-kata yang secara gramatik mempunyai
perilaku sebagai berikut :
I . Pada tataran klausa dapat menduduki fungsi S, P, dan O.
2. Pada tataran frase tidak dapat dinegatifkan dengan kata tidak,
melainkan dengan kata bukan, dapat diikuti kata itu sebagai atributnya, dan
dapat mengikuti kata depan di atau pada sebagai aksisnya.
Misalnya kata buku. Pada tataran klausa kata ini dapat menduduki
fungsi S, misalnya pada klausa buku sangat berguna, dapat menduduki fungsi P,
misalnya pada klausa itu buku, dan dapat menduduki fungsi 0, misalnya pada
klausa ia membawa buku. Pada tataran frase kata buku tidak dapat dinegatifkan
dengan kata tidak, melainkan dengan kata bukan, dapat diikuti kata itu sebagai
atributnya, dan dapat mengikuti kata. depan ‘di atau pada sebagai aksisnya: tidak buku, bukan buku, buku itu, di
/ pada buku.
Frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan N disebut
frase nominal. Misalnya frase rumah dinas Departemen penerangan; karyawan suatu
perusahaan swasta di Jakarta; sepeda baru; suatu kebenaran; buku itu; dan
sebagainya.
2.1.5.12Klausa Verbal
Klausa
verbal ialah klausa yang P nya terdiri atas kata atau frasa verbal.
(1)
petani mengerjakan sawahnya dengan tekun.
P
V
(2)
Dengan rajin, bapak guru sedang memeriksa karangan murid.
P
FV
Kata
golongan V ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki fungsi P dan
pada tataran frasa dapat dinegatifkan dengan kata tidak.
Berdiri tidak
berdiri
Gugup tidak gugup
Menoleh tidak menoleh
Berhati-hati tidak berhati-hati
Membaca tidak membaca
Tidur tidak
tidur
Kurus
tidak
kurus
Berdasarkan
kemungkinannya diikuti frasa dengan sangat ...sebagai keterangan cara, kata verbal digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu kata kerja dan kata sifat.
Selanjutnya, bedasarkan kemungkinan diikuti O, kata kerja dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu kata kerja transitif dan kata kerja intransitif; berdasarkan
hubungan antara S dan P. kata keria dapat digolongkan menjadi kata kerja aktif
dan kata kerja pasif, kata kerja refleksif, dan kata kerja resiprokal.
Misalnya :
(1) petani mengerjakan sawahnya dengan tekun
(2) denga rajin bapak guru memeriksa karangan murid
(3) tanah Persawahan di Delanggu subur
(4) udaranya panas
Kata goIongan V ialah kata yang pada tataran klausa cenderung
menduduki fungsj P dan pada tataran frase
dapat, dinegatifkan dengan kata tidak. Misalnya kata.kata berdiri,
gugup, menoleh, berhati-hati , membaca , tidur, kurus, dan sebagainya.
Berdasarkan kemungkinannya diikut frase dengan sangat….. sebagai
keterangan cara, kata verbal dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu I.
kata kerja, dan 2. kata sifat. Kata kerja ialah kata verbal yang dapat diikuti
frase dengan Sangat..... sebagai keterangan cara. Dari kata-kata verbal di
atas, Yang termasuk golongan kata kerja ialah kata berdiri, menoleh, membaca
dan tidur. Kata-kata yang lain, yaitu gugup, berhati-hati dan kurus termasuk
golongan kata sifat
Frasa yang mempunyai
distribusi yang sama dengan kata golongan V djsebut frasa verbal. Misalnya sedang mengerjakan,
sedang memeriksa, sangat subur, panas
sekali, dan sebagainya.
Kata verbal dapat digolongkan menjadi beberapa golongan. Di atas
telah dikemukakan bahwa kata verbal dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu kata kerja dan kata sifat. Penggolongan itu berdasarkan kemungkinannya
diikut frase dengan sangat….. sebagai
keterangan cara. Selanjutnya. berdasarkan kemungkinannya dikuti 0, kata kerja
dapat digolongkan menjadi dua golongan pula, yaitu kata kerja transitif dan
kata kerja intransitive. Kata kerja transitif ialah kata kerja yang dapat
diikuti 0 dan sudah barang tentu dapat diubah menjadi bentuk pasif. Misalnya
kata-kata membaca, mengarang. Mempertajam, mendudukkan, menduduki,
menyelenggarakan, menerbitkan, menjual, dan sebagainya. Terdapat pula kata
kerja transitif yang djikuti dua o, misalnya kata kerja membelikan, membacakan,
menjadikan, memberi. Kata kerja yang dapa t diikuti dua 0 itu disebut kata
kerja dwitransitif. Kata kerja
intransitif ialah kata kerja yang tidak dapat diikuti 0, dan sudah barang tentu
tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif. Misalnya kata-kata berdiri datang,
berbicara, bersandar, menjadi, bermain, dan sebagainya. Di samping itu,
berdasarkan hubungan antara S dan P, kata kerja dapat digolongkan menjadi kata
kerja aktif, kata kerja pasif, kata kerja refleksif dan kata kerja resiprokal.
Kata kerja aktif ialah kata kerja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang ‘pelaku’-nya
menduduki fungsi S. Kata kerja ini pada umumnya berbentuk meN-, misalnya
mernbaca, mengarang, dan sebagainya. Kata kerja pasif ialah kata kerja yang
menyatakan ‘perbuatan’ yang ‘pelaku’-nya tidak menduduki fungsi S, melainkan
menduduki fungsi KET atau melekat pada kata kerja itu. Bentuknya mungkin berupa
kata kerja bentuk di-, kata kerja bentuk diri-, kata kerja bentuk ter-, dan
mungkin pula berupa kata kerja bentuk ke-an. Misalnya didengar, kudengar,
kaudengar, terdengar, kedengaran, dan sebagainya. Kata kerja refleksif ialah kata kerja yang menyatakan ‘perbuatan’
yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendiri. Kata kerja ini diikuti kata diri.
Misalnya memanaskan diri, menggantungkan diri,, menyombongkan diri, me
ghempaskan diri, dan sebagainya, dan yang terakhir kata kerja resiprokal, yaitu
kata kerja yang menyatakan ‘kesalingan’. Bentuknya ialah saling men-, (saling)
ber/an dengan proses pengulangan atau tidak dan (saling) men-, misalnya saling
memukul, (saling) berpandang-pandangan, (saling) ejek-mengejek.
Dengan demikian, berdasarkan golongan-golongan kata verbal itu,
klausa verbal dapat digolongkan sebagai berikut.
1.
klausa verbal
adjektif
2.
klausa verbal
intransitif
3.
klausa verbal
aktif
4.
klausa verbal
pasif
5.
klausa verbal
refleksif
1.klausa verbal adjektif
klausa ini P-nya terdiri dari kata golongan V yang termasuk
golongan kata sifat, atau terdiri dari frase golongan V yang unsure pusatnya
berupa kata sifat, misalnya :
(1) tanah Persawahan di
Delanggu sangat subur
(2) udaranya Panas sekali
(3) anaknya Pandai-pandai
(4) harga buku sangat mahal
(5) jalannya pembangunan lancar sekalj
(6) keamanan di daerah itu kurang memuaskan
2. klausa verbal
interansitif
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan
kata kerja interansitif atau terdiri dari frase verbal yang unsur pusatnya
berupa kata kerja interansitif misalnya
:
(1) burung-burung berterbangan diatas permukaan air laut
(2) anak-anak sedang bermain-main di teras belakang
(3) orang tua anak itu berada diluar negeri
(4) para pekerja sedang beristirahat
(5) pedagang itu berjualan pisang goring
3. Klausa verbal aktif
Klausa ini P-nya terdiri dari
kata verbal yang termasuk golongan kata kerja transitif, atau terdiri
dari frase verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja transitif. Misalnya :
(1) Arifin menghirup kopinya
(2) ia hanya menuntun
skuternya
(3) mula-mula Ia mempelajari seni dan musik
(4) Ahmad sedang membaca buku novel
(5) anak itu membuatkan adiknya mainan dari tanah liat
4. Klausa verbal pasif
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan
kata kerja pasif, atau terdiri dan frase verbal yang unsure pusatnya berupa
kata kerja pasif. Misalnya
(1) tepat di muka pintu aku disambut oleh seorang petugas
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR untuk jangka waktu
lima tahun
(3) semangat ini harus kita pelihara
(4) saya sesalkan keputusan itu
(5) para wisatawan akan terpikat oleh keagungan alam
(6) di kota seperti Jakarta itu kita akan terdorong untuk bekerja
dengan kekuatan yang berlipat
(7) kedengaran bunyi Ombak
turun naik ke Iopak-lopak di antara
karang tiada putus-putusnya
(8) bohongnya ketahuan juga
Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat adanya empat macam bentuk
kata kerja pasif, yaitu 1) kata kerja pasif bentuk di (1-2) 2) kata kerja pasjf bentuk diri- (3-4) 3) kata kerja bentuk ter- (5-6), dan 4) kata kerja pasif bentuk ke-an (7-8).
Kata kerja pasif bentuk di- digunakan apabila Pelaku perbuatannya persona ketiga, yaitu
kata-kata ia, dia, beliau, mereka, dan kata-kata yang menunjuk persona ketiga :
(1) suara anak itu didengar (oleh)-nya kemarin
(2) suara anak itu didengar (oleh) beliau kemarin
(3) suara anak itu didengar (oleh) mereka kemarin
(4) suara anak itu didengar (oleh) bapak kemarin
Apabila pelakunya terdiri dari persona ketiga dan persona atau
kedua, digunakan juga kata kerja pasif bentuk di-. Misalnya:
(5) suara anak itu didengar oleh mereka, bapak, ibu, dan juga
olehku.
(6) suara anak itu didengar oleh mereka, bapak, ibu, dan juga
olehmu, bukan?
Kata kerja pasif bentuk diri- pada umumnya digunakan apabila pelaku
perbuatannya persona
Kesatu atau kedua, atau kata-kata yang menunjuk kedua persona itu :
(7) suara anak itu kudengar kemarin
(8) suara anak itu saya dengar kemarin
(9) suara anak itu kami dengar kemarin
(10) suara anak itu kau dengar kemarin
Kadang-kadang pelaku perbuatan persona ketiga juga menggunakan kata
kerja pasif bentuk diri-
(11) suara anak itu dia dengar kemarin
(12) suara anak itu Ia dengar kemarin
(13) suara anak itu beliau dengar kemarin
(14) suara anak itu mereka dengar kemarin
Pelaku perbuatan pada klausa pasif bersifat manasuka kecuali pada
klausa pasif yang kata kerjanya berupa kata kerja pasif bentuk diri- seperti terlihat pada
klausa-klausa, Iebih-Iebih pada klausa pasif yang kata kerjanya berupa kata
kerja pasif bentuk ter- dan ke-an, pelaku perbuatan itu pada umumnya tidak
disebutkan. Hal itu disebabkan karena pada klausa pasif pelaku perbuatan
menjadi unsur yang kurang dipentingkan.
5. Klausa verbal yang
refleksif
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
refleksif, yaitu kata kerja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’
perbuatan itu sendinj. Pada umumnya kata kerja ini berbentuk kata kerja meN-
diikutj kata diri. Misalnya :
(1) orang itu beberapa waktu lamanya mengasingkan diri di
Tawangmangu
(2) Ia tidak dapat lagi menahan diri
(3) seorang gadis menggantung diri di kamar pondokkannya
(4) aku tidak mau menodai diri dengan perbuatan kantor itu
(5) mereka sedang mempersiapkan diri sebaik-baiknya
6. Klausa verbal yang
resiprokal
Klausa ini P-nya terdjrj dan
kata verbal yang termasuk golongan kata kerja resiprokal kerja yaitu kata kerja
yang menyatakan “kesalingan”. Bentuknya
ialah saling meN-, (saling) ber-an dengan proses pengulangan atau tidak, dan
(saling –meN-. Misalnya :
(1) pemuda dan gadis itu saling berpandang-pandangan
(2) mereka saling memukul
(3) anak-anak itu selalu ejek-mengejek
(4) dua orang pemuda itu saling rnemperolokkan
2.1.5.13 Klausa Bilangan
Klausa bilangan atau klausa numeral ialah klausa yang P-nya terdiri
dari kata atau frase golongan Bil.
Misalnya :
1.
roda truk itu enam
P
NUM
2.
anaknya dua orang
P
FNUM
3.
sapi petani itu
hanya dua ekor
P
FNUM
Kata bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti oleh kata
penyukat, yaitu kata-kata orang, ekor, batang, keping, buah, kodi, helai, dan
masih banyak lagi. Misalnya kata satu, dua, dan seterusnya; kedua, ketiga, dan
seterusnya; beberapa, setiap, dan sebagainya; sedangkan frase bilangan ialah frase
yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan, misalnya dua ekor,
tiga batang, lima buah, setiap jengkal, beberapa butir dan sebagainya.
2.1.5.14 Klausa Depan
Klausa depan atau klausa preposisional ialah klausa yang P-nya
terdiri dan frase depan, yaitu frase yang diawali oleh kata depan sebagai
penanda. Misalnya
(1) beras itu dari Delanggu
(2) kredit itu untuk para
pengusaha lemah
(3) pegawai itu ke kantor
setiap hari
(4) orang tuanya di rumah
2.2
Kajian Kalimat
aktif dan Pasif Bahasa Indonesia
Kalimat aktif
adalah kalimat dasar sedangkan kalimat pasif merupakan kalimat ubahan dari
kalimat aktif. Penglihatan pada kalimat aktoif dan pasif dalam suatu kalimat
sebenarnya bertolak dari kerangka pemikiran relasi antara subjek dan predikat
yang dilihat dari segi peran apa yang dilakukan oleh subjek terhadap perbuatan
yang dinyatakan pada predikat.Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya
berperan sebagai pelaku atau aktor sedangkan kalimat pasif adalah kalimat yang
subjeknya berperan sebagai penderita.
2.1.1
kalimat aktif
(i)
Kalimat Aktif
Transitif
S : Pelaku
|
P
|
O : Sasaran
|
Pel
|
K
|
Saya
|
Mengirimkan
|
Lamaran
|
-
|
Ke kantor
|
Dia
|
Memasukkan
|
Kedua tanganya
|
-
|
Ke kantong jaketnya
|
Beberapa Bank
|
Memberi
|
Kemudahan
|
-
|
Kepada nasabah
|
Pengusaha itu
|
Meminjami
|
Ayah
|
Uang
|
-
|
Dia
|
Membelikan
|
Kami
|
Sepeda
|
-
|
Debi
|
Membawakan
|
Saya
|
Oleh-oleh
|
-
|
Kamu
|
Harus menghemat
|
Uang belanja
|
|
|
Dari contoh-contoh kalimat yang terdapat pada table di atas,
terlihat bahwa predikat kalimat-kalimat itu berupa verba. Verba yang mengisi
predikat kalimat aktif itu dinamakan verba aktif. Jadi, kalimat aktif juga
ditandai oleh jenis verba yang mengisi predikat, yaitu verba pada umumnya
ditandai oleh awalan me- (N), seperti menulis, memasuki, membaca, membesarkan,
membawa, mempercepat, mencatat, mencubit, memperluas, mencium, mencoba,
melamar, menguji, menjalani, menjalankan, memudahkan, memukul, menjahit,
menolong, melaporkan, dan seterusnya.
Verba tersebut jika digunakan dalam kalimat sebagai predikat
menuntut kehadiran subjek sebagai pelaku dan objek sebagai sasaran, misalnya
verba menuls memerlukan pelaku siapa yang menulis dan sasaran apa yang ditulis.
Disamping verba berawalan meN-, ada beberapa verba yang tidak
berawalan meN- sudah dapat menempati predikat kalimat aktif, seperti verba
minum dan makan. Perhatikan contoh kalimat berikut.
(99) mereka minum kopi.
(100) kami makan gado-gado.
Verba jenis ini sangat terbatas jika dibandingkan dengan verba
aktif yang berawalan meN-.
(ii)
Kalimat Aktif
Intransitif
Kalimat aktif intransif adalah kalimat yang tidak berobjek yang
dapat ditandai oleh predikat verba berawalan meN-, predikat verba berawalan
beR-, dan juga verba yang tidak berawalan yang termasuk verba aktif. Perhatiakn
contoh kalimat yang terdapat pada tabel berikut.
P : verba berawalan meN-
S : pelaku
|
P
|
K
|
Anak kecil
itu
|
Menangis
|
-
|
Dia
|
Tidak mau
menyerah
|
Kepada
musuhnya
|
Saya
|
Melangkah
|
Tanpa bicara
|
Mereka
|
Menari
|
-
|
Kami
|
Melapor
|
Kepada guru
|
P : verba berawalan beR-
K
|
S : Pelaku
|
P
|
Pel
|
K
|
-
|
Mahasiswa itu
|
Berjalan
|
-
|
Setiap pagi
|
-
|
Dia
|
Berolah raga
|
Tenis
|
Setiap minggu
|
Waktu kuliah
|
Dia
|
Selalu
bertanya
|
-
|
Kepada
dosennya
|
-
|
Dia
|
Belum bekerja
|
-
|
-
|
P : verba aktif tidak berawalan
S : pelaku
|
P
|
K
|
Tokoh favorit itu
|
Kembali
|
Ke negerinya
|
Dia
|
Dating
|
Setelah kematian suaminya
|
Rakyatnya
|
Bangkit
|
Di bawah kepemimpinannya
|
Lawan politiknya
|
Pergi
|
Tanpa pertumpahan darah
|
2.3
Kajian Kalimat
Pasif Bahasa Indonesia
Kalimat pasif
Subjek
suatu kalimat tidak berperan sebagai pelaku tetapi sasaran perbuatannya yang
dinyatakan predikat, kalimat itu disebut kalimat pasif. Kalimat semacam ini
merupakan kalimat ubahan dari kalimat aktif.
Di
dalam bahasa indonesia ada dua macam bentuk verba pasif, yaitu (i) verba pasif
berawalan di- dan (ii) verba pasif
tanpa awalan di-. Perhatikan tipe-tipe kalimat pasif berikut ini.
Kalimat Pasif Tipe I
Kalimat
pasif tipe I dibentuk dari kalimat aktif yang dijadikan kalimat pasif dengan
cara mengubah fungsi objek menajadi subjek. Pengubahan tersebut akan
mengakibatkan perubahan bentuk verba berawalan me(N)- menjadi berawalan di-
Perhatikan contoh kalimat berikut.
(1) Ayahmembacakoran (kalimat
aktif)
S P O
N V aktif
N
(2) Korandibacaoleh ayah (kalimat
pasif)
S
P K
N
V aktif N
Dalam kalimat pasif tidak terdapat
peran semantik pelaku karena peran pelaku berfungsi sebagai keterangan. Peran
pelaku bukan merupakan unsur yang wajib hadir dalam kalimat pasif. Perhatikan
contoh kalimat dalam tabel berikut.
S : sasaran
|
P
|
Pel
|
K
|
Ayah
|
dipinjami
|
uang
|
Oleh pengusaha
|
Saya
|
dibawakann
|
oleh-oleh
|
Oleh Debi
|
Masalah harga
|
sedang
dibicarakan
|
-
|
Di Jerman
|
Sebagaian
|
diturunkan
|
-
|
-
|
Sebaliknya peran pelaku wajib hadir
di dalam kalimat aktif karena peran pelaku berfungsi sebagai subjek. Pada
umumnya orang cenderung memilih bentuk kalimat pasif di dalam ragam ilmu karena
dalam kalimat pasif pelaku tidak ditonjolkan. Perhatikan kalimat berikut ini.
(3) Dalam bab pendahuluan ini akan
dibicarakan masalah latar belakang penelitian.
(4) Dalam bab pendahuluan ini, saya
akan membicarakan masalah latar belakang penelitian.
Selain
itu, kalimat pasif dapat digunakan untuk menyelamatkan kesalahan struktur
kalimat yang disebabkan tidak adanya subjek dalam kalimat aktif. Perhatikan
contoh kalimat berikut.
(5) Pada bab penutup mengemukakan
simpulan dan saran
Kalimat
(5) termasuk kalimat aktif yang ditandai verba aktif mengemukakan. Namun informasi pelaku perbuatan tidak terdapat dalam
kalimat itu sehingga dapat diubah menjadi kalimat pasif. Dengan pengubahan dari
aktif ke pasif, kalimat (5) menjadi kalimat gramatikal seperti pada contoh
kalimat (6) berikut.
(6) Pada bab penutupdikemukakansimpulan
dan saran.
K P Pel.
Kalimat
Pasif Tipe 2
Kalimat pasif yang berasal dari
kalimat aktif dengan unsur pelaku pronominal person (kata ganti orang) pertama,
kedua, dan ketiga (saya, kita, kami,
engkau, kamu, dan mereka)
mempunyai bentuk yangberbeda dengan kalimat pasif tipe 1. Pada kalimat pasif
tipe 1, predikat berupa verba pasif berawalan di- sedangkan pada tipe kalimat
pasif 2, predikat tidak berupa pasif berawalan di-. Pada kalimat pasif tipe 2
ini verba pengisi fungsi predikat adalah verba yang diperoleh dari verba aktif
dengan menanggalkan awalan me-(N)-. Sebagai pengganti awalan di- (penanda verba
pasif) digunakan pronominal persona atau nomina dengan peran pelaku pada
kalimat aktifnya. Perhatikan contoh kalimat dalam tabel berikut.
S:
sasaran
|
P
|
K
|
Lamaran
|
saya kirimkan
|
ke kantor
|
Produksi dalam negeri
|
kami gunakan
|
-
|
Pengeluaran uang
|
harus engkau hemat
|
-
|
Berbagai usaha
|
telah dia lakukan
|
demi masa depan anaknya
|
Peningkatan
|
sudah mereka coba
|
|
Masalah itu
|
sudah Bapak katakan
|
kemarin
|
Semua itu
|
sudah Ani lakukan
|
sejak awal tahun ini
|
Kalimat-kalimat dalam tabel di atas
berasal dari kalimat aktif berikut.
(7) Saya
mengirimkan lamaran kantor.
(8) Kami
menggunakan produksi dalam negeri.
(9) Engkau
harus menghemat pengeluaran uang.
(10) Dia
telah melakukan berbagai usaha demi masa depan anaknya.
(11) Mereka
sudah mencoba peningkatan.
(12) Bapak
sudah mengatakan masalah itu kemarin.
(13) Ani
sudah melakukan semua itu sejak awal tahun ini.
Berdasarkan
contoh-contoh kalimat tersebut, dapat dicatat bahwa predikat dalam kalimat
pasif tipe 2 ini berbeda dengan kalimat pasif tipe 1. Pada kalimat pasif tipe 1
tidak pernah terjadi penggunaan aspek sudah,
belum, akan sedang atau modalitas
ingin, hendak, mau dalam pengisi fungsi predikat verba. Misalnya,
dilakukan menjadi
di (ingin) lakukan
ditulis menjadi
di (sudah) tulis
dibesarkan menjadi di (akan) besarkan
penggunaan
predikat verba di atas terjadi karena verba berupa sebuah kata penanda pasif (awalan
di-) melekat pada verba transitif tanpa awalan me(N)-. Pada kalimat pasif tipe
2, verba pasif tidak berupa sebuah kata melainkan berupa gabungan dua kata,
yaitu verba transitif tanpa awalan di- atau me(N) dan unsur pelaku yang dalam
kalimat aktif berfungsi sebagai subjek. Oleh karena kedua unsur itu berupa dua
kata yang ditulis secara terpisah, sering terjadi kesalahan penggunaan kalimat
pasif tipe 2 ini. Kesalahan itu terjadi adanya penyisipan unsur aspek dan
modalitas di antara kedua kata itu. Kalimat pasif tipe 2 di atas sering muncul
seperti kalimat-kalimat berikut ini.
P
|
S : sasaran
|
Kami
selalu gunakan
|
Produksi
dalam negeri
|
Engkau
harus hemaat
|
Pengeluaran
uang
|
Kami
sudah coba
|
Meningkatkan
ekspor nonmigas
|
Bapak
sudah katakan
|
Masalah
itu
|
Kalimat-kalimat
itu sebenarnya adalah pola kalimat pasif tipe 2 dalam hal ini terjadi perubahan
urutan
(predikat
mendahului subjek). Oleh karena kalimat itu termasuk kalimat pasif tipe 2 di
antara nomina pelaku dan verba transitif tanpa awalan di- ataupun awalan me(N)
itu tidak dapat disisipi unsur lain. Seharusnya kalimat-kalimat tersebut adalah
sebagai berikut.
(14)
Selalu
kami gunakan produksi dalam negeri.
(15)
Harus
engkau hemat pengeluaran uang.
(16)
Sudah
kami coba peningkatan ekspor nonmigas.
(17)
Sudah
bapak katakan masalah itu kemarin.
Pronomina
kedua engkau mempunyai bentuk pendek kaudan pronomina kesatu aku mempunyai bentuk pendek ku. Kedua pronomina kau dan ku di tulis serangkai pada verba. Pronomina
ketiga tunggal diadalam bentuk pasif
lebih banyak ditemukan berwujud awalan di-. Perubahan dia menjadi di- menyebabkan unsur pelakunya menjadi tidak terlihat.
Oleh karena itu, orang menempatkan unsur persona ketiga tunggal dalam bentuk
pendeknya setelah verba. Penulisannya pun disatukan dengan verba sehingga
kalimat seperti itu akan lebih banyak ditemukan. Perhatikan contoh kalimat
berikut.
(18)
Berbagai
usaha telah dilakukannya demi masa depan anaknya.
Kalimat Pasif Tipe 3
Ada
sejumlah kalimat pasif yang ditandai oleh predikat verba pasif berawalan ter.
Kalimat-kalimat yang berpredikat verba berawalan ter berikut menunjukkan bahwa
subjek dikenai sasaran perbuatan yang dinyatakan predikat dan mempunyai makna
tidak sengaja.
S:
Sasaran
|
P
|
K
|
Kaki
saya
|
terinjak
|
orang
|
Telunjuknya
|
teriris
|
pisau
|
Anak
kecil itu
|
tersandung
|
batu
|
Dia
|
terjatuh
|
ke
saluran air
|
Mereka
|
tertipu
|
orang
|
Selain
contoh di atas, kalimat pasif yang memiliki makna tidak disengaja dapat juga
ditandai oleh kata kena, seperti
dalam contoh berikut.
S : Sasaran
|
P
|
K
|
Mereka
|
Kena tipu
|
Orang
|
Adik
|
Kena tusuk
|
Duri
|
Dia
|
Kena pukul
|
Temannya
|
Dia
|
Kena peras
|
-
|
S:
Sasaran
|
P
|
Pel
|
K
|
Anak-anak
|
Kehujanan
|
-
|
Sepanjang
jalan
|
Mereka
|
Kedinginan
|
-
|
Dari
tadi
|
Si amat
|
Kejatuhan
|
Durian
|
-
|
anaknya
|
Kepanasan
|
|
|
Selain
berciri verba awalan ter- dan kata kena, kalimat pasif tipe 3 ini juga
ditandai oleh predikat dengan afiks ke-an